Langsung ke konten utama

MAY LOVE STORY


SEMINAR PADANG

            Saat udah kembali menjalani rutinitas disekolah, para anggota OSIS sedang merencanakan sebuah acara yang bernama “Seminar Padang”. Pas pertama aku denger itu, aku kira acara tersebut akan dilaksanakan dikota Padang. Seru juga tuh, batinku saat itu. Tapi, aku merasa itu gak mungkin, karena biaya nya cukup terjangkau. Dan aku mengambil kesimpulan lagi kalo seminar ini jangan-jangan pake bahasa Padang. Tapi gak mungkin juga sih, gak semua orang ngerti bahasa Padang terutama aku, dan kami kan terdiri dari berbagai suku. Dan akhirnya kebingungan ku pun terjawab oleh penjelasan Ketua OSIS, dia bilang kalo Seminar Padang itu, seminar di alam terbuka. Oh gitu toh, batinku saat itu. J

            Semua anak kelas X dan XI diwajibkan untuk mengikutinya. Dan khusus untuk kelas kami kalo gak ikut acara tersebut, sanksi nya adalah dikurangi nilai sikap. Sebelumnya Virga menolak mati-matian untuk ikut acara tersebut karena menurut dia acara itu gak penting. Tapi, setelah mendengar sanksi tersebut dia pun terpaksa untuk ikut. Kalo aku sih semangat banget buat ikut J

#

            Acaranya berlangsung di pantai gitu, padahal rencananya seminar akan berlangsung diruang terbuka, eh ternyata gak jadi dan seminar pun diadakan di dalam ruangan. Seminarnya sih tentang narkoba dan tentang aborsi (iyuh). Ngebosenin juga sih, tapi cukup lucu liat tingkah laku temen-temen ku yang aneh-aneh aja untuk mengatasi rasa bosannya. Ada yang ngobrol sambil bisik-bisik, ada yang bagi-bagi permen, ada yang gangguin temen yang duduk di depannya dengan memasukkan air aqua gelas dan ponsel di topi jaketnya. Ada-ada aja J

            Setelah seminar selesai, kami disuruh buat ikut lomba yang sudah di rencanakan sama anggota OSIS. Tapi entah kenapa ya, aku gak mau ikut lomba tersebut dan malah asik sama Virsya jalan kesana kemari. Aku pun mengusulkan untuk jalan ke batu-batu karang di tepi pantai, Virsya dengan semangat menyetujuinya. Kami pun berjalan ke arah batu-batu karang tersebut dan melewati Virga juga Arfan yang sedang duduk nyantai. Virga kemudian memanggilku.

“May! Main basket yuk!” ajaknya.

“Heh? Tapi, aku mau kesana.” ucapku sambil menunjuk ke arah batu-batu karang yang seakan-akan memanggilku.

“Main basket ajalah, yuk!” bujuk Virga.

“Gak mau.” tolakku dan kemudian berjalan bersama Virsya menuju batu-batu karang meninggalkan Virga.

            Dengan gigih, aku berjalan menginjak lumpur yang membalut kaki ku bahkan mengenai celana olahragaku. Tapi aku gak peduli, aku harus sampai di batu karang tersebut. Saat menginjakkan kaki ku pada batu karang pertamaku yang cukup berlumut dan licin itu, terdengar suara Kak Auli berteriak ke arah kami.

“Deeekkk! Ngapain disitu? Balik, balik!” teriak Kak Auli.

Dengan amat terpaksa aku balik lagi bersama Virsya. Kami tidak menghampiri Kak Auli seperti yang lain. Aku dan Virsya pergi ke tempat keran wudhu untuk mencuci kaki kami yang penuh lumpur. Dari tempat tersebut aku melihat Virga dan yang lainnya sedang diceramahin sama Kak Auli. Entah deh, apa yang dia  bilang, yang jelas mukanya marah banget gitu.

            Setelah mencuci kaki, aku usul ke Virsya untuk pergi ke lapangan. Karena disana ada Virga dan yang lainnya. Virsya setuju saja dan kami pun melangkah beriringan menuju lapangan basket tersebut. Saat jalan menuju ke lapangan, kami bertemu Wika. Aku pun menyapanya.

“Wi, ikut yuk!” ajakku.

“Mau kemana?” tanya Wika heran.

“Ke situ tuh” jawab ku sambil menunjuk ke arah lapangan basket.

Wika mengikuti arah jari telunjukku dan kemudian mengangguk lalu mengikuti kami berjalan menuju lapangan.

            Sesampainya di lapangan, aku melihat Virga sedang duduk-duduk disana bersama Arfan dan Maman. Aku pun kemudian menghampiri Virga.

“Eh Vir, tadi Kak Auli bilang apa?” tanya ku penasaran.

“Dia tadi bilang, kalian kenapa gak ikut lomba? Ya udah aku bilang aja ‘saya sakit perut kak’ J” jelas Virga.

“Dasar!” ucap ku padanya, namun dia malah ketawa lepas.

Saat menyadari ada permen di task u, aku pun menawarkannya pada Virga dan yang lainnya.

“Mau permen?” tawar ku.

“10 ya?” tanya Virga.

“Nih ambil aja” kata ku sambil menyodorkan sebungkus permen ukuran besar.

Virga kemudian mengambil beberapa yang pasti gak nyampe 10.

“Lho, katanya 10? Ambil lagi nih.” aku kembali menyodorkan bungkus permenku padanya.

Tetapi dia hanya tersenyum ke arah ku.

“Becanda J” ucapnya kemudian.

Dasar Virga, Virga J

            Virga sedang asik main basket bersama Arfan dan Maman, aku dan yang lainnya hanya duduk-duduk di pinggir lapangan. Tiba-tiba saja dia mengajak Virsya buat main basket.

“Vir, main yok!” ajaknya.

“Gak akh, males” tolak Virsya.

Dan pandangan matanya kemudian beralih padaku.

“May, main yuk!” ajaknya padaku.

“Aku gak bisa main basket” ucapku.

“Udah, berdiri aja ayo!” bujuknya.

Aku pun menyerah, dan berdiri di tengah lapangan tersebut. Dan tiba-tiba ada suara memanggil kami semua.

“Woy! Pulang !” teriak Gugun.

Ada rasa kesal yang teramat dalam saat itu. Ya jelas lah, aku kan mau main basket bareng Virga. Eh, malah gak jadi karena disuruh pulang. Nyesel juga sih pas pertama tadi dia nawarin aku main basket bareng dan aku tolak mentah-mentah. Tapi kan, tadi aku pengen banget naik ke batu karang itu, yah walaupun gagal juga L Ya udah deh, pulang aja L

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s