PROMOSI
SEKOLAH
Entah
siapa yang udah mencetuskan ide untuk menyuruhku membuat sebuah puisi dan aku
juga harus membacanya di acara promosi sekolah nanti. Gila kan? Baca di depan
semua warga sekolah aja udah groginya minta ampun. Ini di depan banyak orang,
mampus deh aku.
Selama
beberapa hari aku selalu berlatih dan berlatih membaca puisi tersebut. Bahkan
nih ya, yang lebih menyebalkan aku dibawa ke ruang kelas X IT dan disuruh baca
puisi disana. Benar-benar menyebalkan L
Aku
sekarang udah berada di acara promosi sekolah tersebut di salah satu Mall. Kayaknya,
show untuk siswa-siswi sekolahku masih lama, jadi aku memutuskan untuk
berjalan-jalan di sekitar Mall. Aku berjalan-jalan bersama Nirmala dan Tiwi.
Karena
kecapean, kami pun mencari tempat nongkrong yang cukup sepi. Disana, aku,
Nirmala juda Tiwi ngobrol-ngbrol.
“May, kok puisi May yang dimading
akhir-akhir ini tentang sakit hati dan amarah gitu sih? Ada masalah sama cowok
ya?” tanya Tiwi.
“Hmm, sebenernya sih iya. Coba aja deh
kalian bayangin, aku sama dia terlibat kesalah pahaman, dan dia baru jelasin
setelah 2 minggu. Kesel gak sih?” tanya ku minta pendapat mereka.
“Iya sih May. Pasti nyesek banget.” kata
Tiwi.
“Sabar ya May J”
kata Nirmala menghiburku.
Sebentar
lagi yang tampil adalah murid-murid sekolahku, termasuk aku L
Namun, sebelum kami ada satu grup dance dari sekolah lain yang lagi unjuk
bakat. Ada satu cowok di grup dance tersebut yang membuat aku sedikit
speechless. Mukanya mengingatkan ku pada seseorang, yang pasti bukan Virga! Dia
mirip Kakak kelas yang sempat aku taksir waktu SMP, mukanya yang putih,
hidungnya yang mancung, badannya yang gak terlalu tinggi, terus mukanya yang
babyface banget. Sangat amat persis sama Kakak kelas ku waktu SMP dulu, namanya
Maulana Arif Setiawan. Sampai sekarang aku masih saja mengingat wajahnya dengan
jelas, sangat amat jelas. Gimana enggak? Setiap hari aku selalu mencari dia di
setiap sudut sekolahku, dari pagi sampe pulang sekolah. Bahkan nih ya, aku
pernah pulang sengaja telat banget gitu cuma buat liatin dia yang sedang duduk
di bawah pohon di depan koperasi sekolah. Mau aku ceritain gak? Seru loh J
Pasti gak nyesel deh J
Jadi,
semuanya bermula saat aku kehilangan sosok idola ku pas kelas 7, karena dia
udah lulus L
Namanya Kak Wisnu, hidungnya mancung, mukanya Chinese banget J
Sebelum mengetahui namanya dari temanku, aku selalu menyebutnya ‘Kakak Hidung
Mancung’. Aku sih gak berani deketin dia atau pun negur dia, aku cuma berani
menatapnya dari teras kelas ku yang berada di lantai dua sedangkan kelas Kak
Wisnu berada diseberang kelasku, hanya letaknya dibawah. Dan aku dengan jelas
melihatnya disana ngobrol sama teman-teman sekelasnya. Apalagi kalo udah hari
Jumat pas acara ngumpul-ngumpul dilapangan baca ‘Asmaul Husna’, aku pasti
celingukan dulu sebelum acara dimulai, nyari Prince Charming J
Tapi, gak susah kok buat nemuin dia, karena dia selalu duduk di paling depan
sambil membaca buku. Dia sebenernya bukan muslim, tapi karena rata-rata murid
disekolah ini muslim, makanya semua agama dikumpulin aja di lapangan J
Tapi gak papa juga sih, kan ada untungnya buat aku bisa liatin si Dia J
Eh, kok jadi ngomongin Kak Wisnu ya? Sorry, sorry J
Ok,
aku bakal cerita tentang Kak Maulana Arif Setiawan, kayaknya namanya disingkat
aja ya jadi Kak Lana J Awalnya aku ketemu dia sedang lewat di
samping musholla sekolah. Wajahnya yang super duper imut, baby face banget,
putih, bersih, unyu deh pokoknya. Langsung aja dia merebut perhatianku sebanyak
85%. Sebelum aku tau nama dia, aku selalu menyebutnya “Kak Mickey Mouse” karena
mukanya yang bullet dan imut itu J Aku selalu saja
mencari dia di setiap sudut sekolah, tapi nyari dia gak terlalu susah kok.
Karena dia selalu nongkrong di depan teras kelasnya sambil makan bakso. Nih ya,
karena penasaran banget pengen tau nama dia, aku pernah maksain diri buat ke
koperasi sekolah biar bisa liat dia dari jarak yang dekat dan bisa membaca nama
yang tertera di baju seragamnya. Dan untungnya, usahaku itu gak sia-sia,
untungnya koperasi gak terlalu rame saat itu, dan akhirnya aku pun berhasil
membaca nama dia di baju seragamnya itu J Setelah itu aku
kembali ke kelas dengan wajah sumringah J Apalagi saat
upacara setiap hari Senin dan acara ngumpul di lapangan pas hari Jumat, dengan
cepat aku berada diposisi paling depan biar bisa liat Kak Lana dengan jelas,
hehe J
Terus kalo udah waktunya hormat tuh ya, aku memang menghadap ke tiang bendera,
tapi mataku melirik ke arah Kak Lana. Dasar! J Dan pas jam
pulang, aku setengah berlari menuju parkiran sepeda. Saking ngefansnya aku sama
Kakak kelas ku yang satu itu, aku mempunyai pikiran untuk bersepeda
dibelakangnya. Dan untung saja arah rumahnya searah sama arah ke rumahku, kalo
gak kan bisa rumit tuh urusan L Aku sangat enjoy saat bersepeda
dibelakangnya, kayak apa ya? Seneng deh pokoknya J Setelah
kejadian itu, ada kejadian yang benar-benar hampir membuat aku loncat
kegirangan. Untungnya saat itu aku lagi ada diatas sepeda, jadi gak bisa
lompat. Secara gak sengaja, aku bertemu dia saat aku berangkat sekolah. Saat
itu aku buru-buru banget mengayuh sepedaku karena aku cukup telat berangkat
dari rumah. Dan pas aku liat dia, sontak aku memperlambat kayuhan sepedaku
saking kagetnya tapi seneng juga sih bisa pergi bareng dia meskipun gak sengaja
J
Dan setelah kejadian yang terjadi secara tidak sengaja itu, aku pun membuatnya
menjadi sebuah kesengajaan. Setiap hari aku berangkat kesekolah agak telat
dikit dan berharap bertemu dengannya dijalan. Terus, saat Kak Lana sedang ada
pelajaran tambahan buat menghadapi UAN, dia kan jadinya pulangnya telat tuh.
Karena dia telat pulang, aku pun sengaja untuk lebih lama berada di kelas, yang
sok-sok rajin nyapu kelas lah, angkatin semua kursi ke atas mejalah. Itu semua
cuma buat bisa liatin Kak Lana yang sedang duduk di teras kelasnya atau di
bawah pohon depan koperasi. Yah, wajar aja sih sebenernya aku kayak gitu. Kan
Kak Lana bentar lagi gak bakal aku lihat lagi disekolah ini. Pasti suasana
sekolah akan terasa sangat amat membosankan dimataku. Maka dari itu, aku gak
mau melewatkan hari-hari terakhir dia ada disekolah ini L
Dan selama kurang lebih satu tahun aku slalu memperhatikannya, aku jadi tau
sedikit tentang dia. Dari mulai dasinya yang selalu longgar, terus kebiasaan
duduknya yang selalu membuatku tersenyum dan sesekali mengikutinya J
Ada satu kejadian yang cukup menggelitik buat aku, pas ada pertandingan bola
voly disekolahku. Aku nimbrung bersama teman-temanku untuk menonton
pertandingan tersebut. Awalnya sih aku liat ke arah orang yang sedang main
voly, tapi saat aku melirik ke arah kelas Kak Lana, dia sedang duduk disana. Ya
udah deh, pandangan mataku beralih memperhatikannya tanpa peduli tuh
pertandingan voly gimana perkembangannya. Liatin Kak Lana lebih seru kali
daripada liat lomba voly yang sama sekali tidak ku mengerti J
Pasti kangen banget deh nanti sama dia L Meskipun aku
tau jalan menuju rumahnya, ya gak mungkin juga kan aku tiba-tiba muncul di
depan rumahnya terus bilang sama dia “Hay Kak Lana J
Aku kangen J”.
Dimana harga diriku ? L
#
“May, dipanggil Pak Marlin!” kata Tiwi
membuyarkan ku dari lamunan panjangku.
“Eh, iya” kataku dan kemudian berjalan
menghampiri Pak Marlin.
“Ada apa Pak?” tanyaku heran.
“Sebentar lagi kamu akan dipanggil ke
atas panggung.” jawab Pak Marlin.
“Owh.” kata ku pasrah.
Terserah deh, apa yang bakal terjadi
entar di atas panggung, bodoh amat dah L
Kemudian,
suara host yang bercuap-cuap di atas panggung memanggilku, Aku pun melangkah
naik ke atas panggung. Sebelumnya, Pak Marlin merangkul ku dengan erat seolah
memberi kekuatan padaku. Aku kemudian naik ke atas panggung dengan sebuah
senyum yang ku paksakan. Host tersebut memasang wajah yang sangat ceria. Yah,
siapa juga yang tau kalo dia bener-bener ceria atau malah sedang tertimpa
banyak masalah. Itu kan cuma dia dan Tuhan yang tau. J
“Hey J Siapa namanya?”
sapanya ramah.
“Maydi J” jawabku
singkat.
“Owh Maydi, cita-citanya apa nih?” tanya
dia.
Kepo banget sih nih orang L
“Pengusaha” jawabku singkat.
“Apa? Pilot” katanya gaje.
Ekh nih orang, ku timpuk pake sepatu
juga. Pura-pura budeg lagi, budeg beneran baru tau rasa.
Aku
kemudian membaca puisi di atas panggung tersebut tanpa teks. Abis, kalo pake
teks banyak banget aturannya. Yang gak boleh lama-lama liat teks lah, ini lah,
itulah. Ribet! Karena tuh puisi aku yang buat, terus tiap hari aku disuruh
latihan mulu, ya secara otomatis tuh puisi nempel dah di otakku. Makanya aku
usul buat gak pake teks dan untungnya guru-guru aku setuju-setuju aja. Di bawah
panggung aku melihat Bu Fris sedang memegang kameranya sambil sesekali
memberiku semangat. Sebenernya miris banget sih kalo menyadari keadaan ku
sekarang, saat aku bisa berdiri di depan orang banyak seperti ini gak ada satu
pun anggota keluarga ku yang menemaniku disini. Sebenernya aku sangat berharap
akan kehadiran kedua orang tua ku, apalagi pas tadi liat seorang Ibu yang
sedang mencium anaknya sebelum dia naik ke atas panggung ini. Aku langsung saja
teringat Mama ku yang berada diluar kota L I miss you Mom.
I wish Mom was here, standing below the stage, smiling to encourage me and said
'it's my son' J
But, for now it is impossible L
#
Setelah
acara promosi tersebut, keesokkan harinya pas disekolah, Bu Fris iseng banget
godain aku. Mana ada Kak Damara sama Kak Rifa lagi di kelas waktu itu.
“Sekolah ku, sekolah ku adalah rumah
kedua bagi ku” ledek Bu Fris dengan gaya seseorang yang sedang membaca puisi.
Langsung saja wajah ku berubah menjadi
kesal dan membalas ledekan Bu Fris dengan asal tanpa pikir panjang.
“Rumah kedua? Rumah toko iya” kata ku
asal.
Dan sontak saja membuat Bu Fris, Kak Damara,
juga Kak Rifa tertawa geli. Ternyata aku bisa ngelawak juga ya, haha :D Ikh,
Kak Damara makin manis aja deh J
Komentar
Posting Komentar