CINTA
ITU MEMUDAR
Hari
ini kami dapat tugas kelompok dari Bu Juni yang mengharuskan kami untuk
presentasi di depan kelas. Saat tiba waktunya buat kelompokku presentasi, kami
pun maju ke depan kelas. Setelah bercuap-cuap di depan kelas menjelaskan tema
yang kami pilih, sekarang waktunya sesi tanya jawab. Tau gak yang bikin
aku kesel setengah mati? Si cowok
nyebelin itu bikin pertanyaan yang cukup rumit dan mempersulit aku saat
menjawab. Rasanya, pengen banget aku nonjok muka dia saat itu juga di depan
semua orang. Sumpah!
#
Pak
Marlin masuk ke ruang kelas kami dan langsung duduk di kursi guru.
“Oke, keluarkan buku LKS kalian!”
perintah Pak Marlin.
Aku dan semua teman-teman ku merogoh ke
dalam tas masing-masing, mencari buku LKS yang sepertinya terselip. Dan setelah
menemukannya, kami pun meletakkannya di atas meja.
“Buka soal dihalaman paling belakang,
dan kerjakan!” perintah Pak Marlin.
“Iya Pak.” jawab kami serempak.
Kami pun sibuk mengerjakan soal-soal
tersebut yang jawabannya malah main pentak umpet. Entah tuh jawaban ada dimana L
Pak
Marlin tiba-tiba saja meninggalkan kami yang sedang sibuk mengerjakan tugas darinya.
Langsung saja suasana kelas jadi ribut.
“Aduh! Nih soal susah amat ya L”
keluh salah satu teman ku.
“Iya nih, entah dimana jawabannya L”
keluh yang lain.
Dan cara lain adalah bertanya pada yang
lain, seperti yang dilakukan oleh temanku yang satu ini.
“Virsya! Jawaban nomer satu dimana?”
tanya Zia sambil berteriak.
“Di halaman 5” jawab Virsya.
Zia kemudian membolak-balik bukunya
sampai ke halaman 5.
“Yang mana?” tanya Zia masih
kebingungan.
“Itu yang paling bawah.” kata Virsya.
“Oh iya, iya. Ketemu.” kata Zia
manggut-manggut.
“Kalo nomer 5 udah ketemu jawabannya
Zi?” tanya Virsya.
“Aduh Sya, nomer satu aja baru ketemu.
Nanya nomer 5 lagi, baca soalnya aja belum.” jawab Zia.
“Ya udah deh” kata Virsya.
Aku pun merasakan hal yang sama seperti
mereka, namun aku tetap berusaha untuk mencari jawabannya. Saat menemukan
jawaban salah satu dari soal tersebut, aku berseru pada teman-teman ku.
“Wey! Aku dapet jawaban nomer 4 nih di
halaman 12.” seruku.
“Dimana May?” tanya Zia.
“Dihalaman 12, itu yang paling atas.”
Jelasku.
“Mana sih?” tanya Zia masih kebingungan.
“Itu diatasnya masa gak liat sih.”
jawabku sedikit kesal.
“Nomer 5 May, itu jawaban nomer 4.” sela
Virga.
Hel to the lo, Hello! Aku lagi ngomong
sama temen aku kali, bukan musuhku. Ngapain sih dia pake ikutan ngomong segala.
Keep silent please deh L
“Lho, dari tadi kan aku bilangnya nomer
4!” kataku dengan nada ketus.
Aku pun kembali mencari jawaban
soal-soal lain dengan keadaan hatiku yang masih kesal. Sabar May!
#
Sekarang
waktunya pelajaran Matematika, pelajaran yang bikin pusing semua orang. Tapi
bagiku, mendingan pelajaran Matematika daripada Bahasa Inggris. Kalo Matematika
kan tinggal diitung-itung aja, tapi kalo Bahasa Inggris kalo udah gak tau
artinya mati deh aku.
Sekarang
aku kenalin ya sama guru Matematika ku. Kalo biasanya nih ya, kan guru
Matematika cenderung galak, killer, menakutkan deh pokoknya. Tapi, guru
Matematika ku yang satu ini udah ramah, murah senyum, anggun, baik, sabar lagi.
Tapi, kadang-kadang beliau bingung sendiri sama pelajaran yang dia bawakan
karena kami terus-terussan bertanya hingga pertanyaan tersebut jadi berbelit.
Maaf ya Bu J
Bu
Emi masuk kelas dengan menenteng buku dan berjalan dengan anggunnya. Beliau
melemparkan senyum manisnya pada kami semua.
“Selamat pagi anak-anak J”
sapa Bu Emi.
“Pagi Bu J” jawab kami
serentak dengan senyuman.
“Baiklah, kita akan melanjutkan ke
materi berikutnya.” kata Bu Emi.
“Tunggu Bu.” sanggah Zia.
“Iya” kata Bu Emi.
“Kami masih belum ngerti Bu sama
pelajaran yang kemaren L Iyakan wee?” kata Zia meminta
persetujuan atas argument nya.
“Iya Bu.” jawab teman-teman ku yang
lain.
Kompak banget deh mereka. J
“Baiklah, Ibu akan menjelaskannya sekali
lagi. Biar semuanya paham. Sekarang Ibu mau tanya siapa aja yang sama sekali
belum ngerti, tolong tunjuk tangan!” kata Bu Emi.
Zia, Marda, Tiwi, dan juga Nirmala
mengacungkan tangan mereka ke atas. Kemudian Bu Emi kebingungan karena diatas
meja tidak terlihat spidol satu pun.
“Spidolnya mana ya?” tanya Bu Emi pada
kami.
“Tunggu Bu, saya minta dulu ke bagian
perlengkapan.” kata Arfan dan segera pergi keluar kelas.
“Baiklah, sambil menunggu Arfan
mengambil spidol. Coba Ibu minta tolong Wisnu untuk mengajari Zia, terus Virsya
kamu tolong ajarin Marda, dan May tolong ajarin Tiwi dan Nirmala. Tolong ya J”
pinta Bu Emi.
“Iya Bu” kata kami bertiga dan langsung
menghampiri orang-orang yang tadi disebutkan oleh Bu Emi.
Aku
berjalan menuju meja Tiwi dan juga Nirmala. Mereka tersenyum senang
menyambutku.
“Sini May, duduk di tengah-tengah kami.
Muat kok J
May kan kecil J”
kata Tiwi.
Aku pun kemudian duduk di tengah-tengah
mereka dan mulai menjelaskan pelajaran kemarin dengan bantuan buku catatan
milik Tiwi. Setelah selesai menjelaskan, aku menyandarkan badanku di sandaran
kursi yang ku duduki dan mendongakkan kepala ku ke atas. Seketika aku tersentak
dan langsung menarik kembali badanku ke posisi awal. Kalian tau aku liat apa
tadi? Aku baru aja liat monster. Bukan monster buto ijo ataupun monster
drakula, yang ini adalah monster yang udah mencabik-cabik hatiku dengan kejam.
Virga!
Saat
jam pulang sekolah, aku harus menunggu Frina yang hari ini adalah jadwal
piketnya. Dan lebih menyebalkan lagi, hari ini juga jadwal piket si cowok
menyebalkan itu. Untuk mengusir rasa kesalku, aku kemudian menghampiri Pricil
dan Riana yang berada di depan pintu. Kami ngobrol-ngobrol disana sambil
ketawa-ketawa. Saat Pricil dan Riana asik ngobrol berdua, aku agak menjauh
sedikit dari mereka berdua. Dan kemudian, Wika tiba-tiba saja menghampiriku.
“May ngambek ya J”
kata Wika tersenyum manis.
Aku hanya melempar senyum pahit padanya.
Apa maksud dia tersenyum kayak gitu? Mau ngejek aku? Dasar! Gak ada bedanya
kalian berdua, sama-sama menyebalkan L
Komentar
Posting Komentar