AKU
KE RUMAHNYA
Saat
aku berada di ruang guru, aku mendengar kabar yang sedikit mengejutkan dari Pak
Anwar.
“Tadi Bapak mendapat kabar kalau Wika
kecelakaan.” kata Pak Anwar.
“Wika siapa Pak?” tanyaku meyakin kan.
“Wika Kakaknya Virga.” jawab Pak Anwar.
Oh, batinku.
“Kita akan menjenguknya sepulang
sekolah.”kata pak Anwar.
“Jenguk? Dia di rumah sakit atau..” aku
menggantung kalimat ku.
“Dia ada dirumahnya.” kata Pak Anwar.
“Emang dia kecelakaan apa sih Pak?”
tanya ku penasaran.
“Dia jatuh dari motor.” jawab Pak Anwar.
“Owh” gumam ku.
“Tolong kasih tau teman-teman kamu yang
lain dan jangan lupa bilang sama bendahara kelas buat keluarin uang kas kelas
untuk beli buah.” pinta Pak Anwar.
“Iya Pak.” jawab ku.
Aku pun kembali ke kelas ku dan
mengumumkan apa yang diberitahu Pak Anwar tadi. Teman-teman ku menyambutnya
dengan antusias. Syukurlah J
Aku
kemudian duduk di kursiku. Ada desiran aneh dihatiku. Aku bakal jenguk Wika,
dan aku akan ke rumahnya. Rumah Wika berarti juga rumah Virga. Apa dia ada
dirumahnya ya ketika aku nanti kesana? Bagaimana kalo aku bertemu dengannya?
Apa reaksi ku nanti ketika melihatnya lagi? Apa aku sanggup menatapnya seperti
dulu? Apa aku sanggup menahan perasaanku saat berhadapan dengannya? Atau bahkan
aku akan sangat rapuh saat berada di depannya? Entah lah. Semoga dia tidak
sedang berada dirumah nanti. Aku belum siap untuk melihatnya. Belum untuk saat
ini. Hatiku belum 100% kuat untuk menerima guncangan hebat untuk kedua kalinya.
Bel
pulang sekolang berbunyi sangat nyaring dan sedikit menakutkan ditelingaku.
Sebentar lagi, sebentar lagi aku akan menginjakkan kaki dirumahnya. Rumah yang
setiap hari melindunginya dari terik matahari dan derasnya hujan. Rumah yang
banyak menyimpan kenangan hidupnya dan menjadi saksi bisu setiap peristiwa yang
dialaminya. Aku penasaran, seperti apa rumah yang membuatnya menjadi pribadi
yang begitu membuatku selalu menyanjung nya.
Aku
pergi bersama Yunia dengan motornya. Kami ditugaskan untuk membeli buah, dan
itu berarti kami akan sedikit telat untuk sampai disana. Seenggaknya aku dapat
sedikit mengulur waktu untuk menata hatiku sebelum menginjakkan kaki ku di
rumah tersebut. Jujur saja aku belum terlalu siap. L
Aku
dan Yunia kembali melanjutkan perjalanan kami menuju rumah Wika setelah membeli
buah. Jantungku berdebar semakin kencang. Rasanya aku ingin lari saja. Namun,
semua udah terlambat. Sekarang, aku sudah berada di depan rumahnya. Rumah yang
sederhana, namun penuh kehangatan. Aku berjalan mengikuti Yunia dibelakangnya.
Saat kami masuk, teman-teman ku dan juga Pak Anwar sudah berkumpul semua
disana. Kemudian, aku melihat Wika yang sedang duduk di sofa dengan bekas luka
yang lumayan mengerikan di tangan dan kakinya. Aku pun menghampirinya dan
menyerahkan buah yang ku bawa. Dia menyambutku dengan senyuman lembutnya. Aku
duduk disampingnya disusul oleh Yunia yang kemudian duduk disampingku.
“Kok bisa jatuh sih Wi?” tanya Yunia.
“Iya, soalnya aku gak liat waktu itu ada
lubang di depan, jadi aku main tabrak aja dan akhirnya jatuh.” jawab Wika
sedikit menjelaskan.
“Makanya, hati-hati dong Wi.” peringat
Yunia.
Dia hanya tersenyum saja mendengar
kata-kata Yunia.
“Oh, ya Wi, Virga mana?” tanya Yunia
sambil celingukan.
Jantungku sontak saja berdegub semakin
kencang. Kenapa Yunia nyebut nama dia sih? Kalo dia muncul tiba-tiba kan aku
bisa sport jantung nantinya. L
“Virga kerja.” jawab Wika.
“Virga kerja.” jawab Wika.
Huh, syukurlah. Batinku lega.
Yunia hanya membulatkan mulutnya dengan
vocal, ooo.
Wika
tersenyum menatapku.
“May, kepanasan gak?” tanya nya.
“Ah enggak kok J”
jawabku.
“Masuk kamar aja lagi kalo gerah, disana
agak adem soalnya J” kata Wika.
“Masa aku masuk kamar sih, kesannya gak
sopan banget J”
tolakku halus.
“Gak papa lagi, nyantai aja.” katanya.
Tapi aku tetap duduk disana. Hingga
kemudian Wika berjalan menuju kamarnya dan duduk disana. Kemudian, dia
memanggilku untuk menyusulnya ke kamar, namun aku menolak. Tapi dia tetap
membujukku, hingga akhirnya aku menyerah dan menyusulnya ke kamar. Disana ada
seorang anak kecil yang sepertinya berumur sekitar 3 tahun. Dia sangat aktif,
gak mau diem. Lebih tepatnya sih hiperaktif J Pasti ini anak
yang dibilang Virga, anak kecil yang dia bilang keponakannya, dan yang dia
bilang bernama Rendy. Anaknya manis, putih, ganteng banget. Kata Yunia, dia
adalah Virga junior. Saat dia menyusul kami ke kamar. Emang agak mirip sih J
Yunia
memperhatikan kamar ini secara menyeluruh.
“Wi, ini kamar siapa sih?” tanya Yunia
penasaran.
“Virga” jawab Wika pasti.
Deg. Jantungku seketika berhenti
berdetak. Kamar Virga? Jadi ini kamar Virga? Kamar yang melindunginya dari
kelelahan dan membuatnya bisa melakukan apa saja tanpa siapa pun tau. Aku, aku
berada di kamarnya. Apa Wika sengaja mengajakku masuk kesini? Apa maksud dia
sebenarnya mengajakku masuk kamar ini, kamar Virga. Kamar seseorang yang hingga
saat ini masih sangat aku cintai L
Aku
pun mengikuti mata Yunia yang berkeliling memperhatikan setiap sudut kamar ini.
Vir, sekarang aku ada di kamar kamu J Kamar yang
begitu tertata rapi dan manis juga bersih. Kamar yang juga terasa sangat
nyaman. Aku gak tau apa maksud Wika menyuruhku memasuki kamar ini. Tapi yang
pasti, aku sangat berterima kasih padanya telah memberiku kesempatan untuk
masuk ke kamar ini J
Kami
kemudian pamit pada Wika dan juga Ibunya Virga. Aku juga sempat mencium tangan
Ibunya Virga. Tangan yang begitu kokoh namun juga penuh kelembutan. Yang telah
membentuk nya menjadi seseorang yang kuat, ceria, cerdas, dan sangat hebat.
Seseorang yang ku cintai, masih sangat ku cintai J Terima kasih
Tuhan untuk hari ini J Rencanamu memang selalu sempurna J
Komentar
Posting Komentar