Semua orang asik dengan kesibukkan nya masing-masing. Ada yang sedang mengobrol dengan temannya, ada yang sibuk mengunyah camilan yang ada di tangannya, ada yang cuma diam sambil dengerin lagu pake earphone, dan juga ada yang tertidur dengan cueknya.
Dan di sini, di kursi yang manis ini, aku hanya terdiam mengacuhkan semua orang di sekelilingku dengan sebuah buku yang ada di hadapanku.
Bel berbunyi dengan geramnya. Semua orang tampak sibuk menuju kursi nya. Derap langkah kaki, mendekat memasuki ruang persegi. Semua senyap, hening, hanya suara angin yang dapat terdengar. Seseorang mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruang persegi ini, seperti ingin semua tahu akan keberadaannya.
“Kita tes hari ini.” ucapnya pelan dengan sedikit penekanan.
Semua wajah di sekeliling ku berubah lemas, cemas, dan gemas. Ucapan serapah bak volume suara seekor jangkrik di dalam hening nya malam, terdengar begitu samar-samar.
Aku hanya terdiam, memandang tanpa ingin mengutak-atik pikiran mereka. Biarlah mereka dengan pikirannya, yang selalu menganggap tes secara tiba-tiba bagai seekor monster air yang naik ke daratan.
#
Aku masih duduk di kursi manis ini, masih dengan sebuah buku. Semua orang tampak bergegas keluar meninggalkan ruang persegi ini. Ada suara derap langkah tak teratur tertangkap di telingaku.
Suara derap langkah itu kini berhenti, berganti dengan suara napas yang seakan berlari marathon. Harum semerbak parfum maskulin menusuk ke hidungku. Aku kemudian menengadahkan kepalaku hingga mendapati wajahnya. Terulas sebuah senyum di wajahnya.
“Kita pulang sekarang?” tanya nya.
Aku menatapnya sesaat.
“Aku mau ke toko buku.” ucap ku datar.
Senyumnya merekah.
“Baiklah Tuan Putri, pengawal mu yang baik hati dan tidak sombong ini akan selalu bersedia mengantar Tuan Putrinya yang cantik jelita, ke mana pun.” ucapnya.
Aku hanya mengulaskan sebuah senyuman padanya. Kemudian, dia menggenggam tanganku dengan erat, menggiring ku agar selalu ada di sampingnya. Seakan tidak ingin aku berlari dari sisinya.
#
Aku duduk di sampingnya dengan sebuah buku yang menutupi wajah ku. Tiba-tiba, sebelah tangannya yang tidak ia letakkan di kemudi, meraih bukuku lembut dan menurunkan nya dari depan wajah ku. Aku menatapnya, namun wajahnya masih mengarah ke depan.
“Sampai kapan sih aku selalu jadi pacar kedua kamu? Apa aku harus berubah jadi buku dulu, biar bisa menjadi prioritas kamu setiap waktu?” ucapnya dengan datar.
Napas ku seketika tercekat sesaat.
“Aku mau tanya sama kamu? Kenapa kamu milih aku jadi pacar kamu?” tanyaku datar.
Senyumnya merekah.
“Kenapa ya, karena kamu pintar, kamu cantik, kamu baik.” jawabnya riang.
“Bukan karena kamu mencintai aku.” ucap ku datar.
Air mukanya berubah dengan cepat. Seperti anak kecil yang sedang ketahuan berbohong pada Ibunya. Namun, dengan cepat senyumnya kembali mengembang.
“Kita nanti mampir di café dulu ya sebelum ke toko buku. Aku laper banget soalnya.” ucapnya.
“Hmm” ucap ku sambil menganggukkan kepala.
Aku kembali fokus dengan buku ku.
Flashback
“Shy, loe sadar gak sih? Loe itu cuma dimanfaatin doang sama Micco. Dia itu pacarin loe cuma buat dongkrak nilai dia, biar dia dapet nilai tinggi, gak di marah sama guru-guru juga ortunya. Loe harus move dari dia. Dia gak pantes buat loe, loe gak pantes buat dia. Loe bisa, pasti bisa dapetin seseorang yang bisa mencintai loe dengan tulus tanpa alasan apa pun.”
“Coba loe inget, dari pertama kalian jadian. Pernah gak dia bilang dia cinta sama loe, dia sayang sama loe. Gak kan? Dia cuma manfaatin loe doang Shy. Percaya sama gue.”
Ucapan Pavi melintas dengan mulusnya di benakku.
#
Aku dan Micco duduk di pojok dekat jendela. Micco sedang sibuk memesan pada seorang pelayan. Aku sedang menatap ke arah jendela yang terhubung langsung dengan pemandangan air mancur buatan.
Flashback
“Shy, loe mau gak jadi pacar gue?” kata Micco sambil meraih tanganku lembut.
Aku mengangguk lembut.
Dia memeluk ku dengan erat.
“Shy, aku ada PR nih. Susah banget. Kamu tolongin aku ya ” pintanya.
“Shy, aku hari ini ke rumah kamu ya. Ada tugas yang harus dikumpulin besok. Kamu bantuin aku ya”
“Shy, hari ini aku mau latihan basket. Tenang aja, aku bakal anter kamu pulang kok. Latihannya jam 2, masih sempet. Tapi..” Micco menggantung kalimatnya.
“Aku ada tugas yang harus wajib di kumpul besok. Dan entar malem aku ada janji sama temen-temen aku buat streetball. Please, kamu tolongin aku ya sweety. Nanti aku beliin kamu apa aja yang kamu mau deh. Ok.“
“Shy, aku dapet nilai 9. Mama aku pasti seneng banget deh. Semua ini berkat kamu. Thanks ya. You’re my angel.” ucapnya girang sambil memeluk ku dengan erat.
Semua peristiwa, tentang aku dan Micco bagai sebuah film yang diputar ulang secara acak. Melintas dengan acuh nya.
“Shy, are you okay?” tanya Micco.
Aku mengangguk pelan tanpa mengalihkan pandangan ku.
“Kamu gak sabar banget ya mau ke toko buku. Tenang aja, kita cuma bentar kok. Kamu tau kan kalo aku gak bisa nahan laper.” ucap Micco santai.
#
Makanan kemudian datang ke meja kami. Micco langsung saja menyantap makanan tersebut dengan semangat. Aku menatapnya dengan saksama.
“Kita udah berapa lama sih pacaran?” tanyaku memecah keheningan.
Sambil mengunyah, Micco menanggapi pertanyaan ku.
“3 bulan” jawabnya enteng.
“Kamu gak bosan sama aku?” tanyaku datar.
Seketika Micco tersedak dengan mulut penuh nasi goreng. Aku kemudian memberikannya minum. Dia minum sambil mengatur napasnya.
“Pertanyaan kamu kok dari tadi aneh sih Shy? Kamu yakin, kamu gak papa?” tanya Micco menyelidik.
Aku menatapnya tenang.
“Aku bosan Mic, sama hubungan ini.” ucap ku datar.
Micco langsung terdiam kehabisan kata-kata.
“Aku bosan pura-pura semuanya baik-baik aja.” kata ku.
Micco menatapku dengan tajam, aku kemudian memandang ke arah piring di hadapanku dengan setumpuk kentang goreng.
“Kamu kenapa sih Shy? Aku gak ngerti sama arah pembicaraan kamu?” tanya Micco dengan nada cemas.
“Aku mau kamu jujur, tentang perasaan kamu. Jujur, paling enggak sama diri kamu sendiri. Buat apa kamu selalu memaksakan diri berada di dalam sangkar ke pura-puraan, jika ada pilihan lain yang bisa membuat kamu terbang bebas.” ucap ku datar.
Micco mulai cemas, terlihat keringat dingin membasahi kening nya. Dia kemudian menelangkupkan wajahnya di kedua telapak tangannya.
“Please Shy, jangan bilang loe mau kita putus.” pinta Micco.
Micco kemudian meraih tanganku dan menggenggam nya sangat erat.
“Aku janji, aku pasti akan belajar mencintai kamu se tulus hati aku. Aku janji.” Micco memohon.
Aku menatapnya tenang.
“Kalo kamu masih akan belajar mencintai aku, jadi selama ini pondasi kamu membangun suatu hubungan sama aku apa Mic? Tolong kamu jujur, aku cuma minta itu.” pinta ku.
Micco memejamkan matanya sesaat dan kemudian menatap ku dengan wajah bersalah nya.
“Ok, aku akan jujur sama kamu. Saat itu, aku minta kamu jadi pacar aku, karena aku tahu kamu pinter. Kamu bintang di sekolah. Sedangkan aku anak yang harus setiap hari mendapat hujan emosi dari ortu dan guru-guru, karena nilai aku yang selalu jelek. Dan saat itu, aku punya ide untuk jadiin kamu pacar aku. Seenggak nya, aku bisa minta tolong kamu untuk mengerjakan tugas-tugas aku. Please, maafin aku Shy. Aku emang gak pantes buat kamu.” kata Micco penuh penyesalan.
Aku mendapatkan cahaya penyesalan dan kejujuran di matanya. Hal yang tidak pernah aku temukan setiap kali menatapnya.
Aku tersenyum padanya dan menggenggam erat tangannya yang masih ada di tanganku.
“Kamu gak perlu minta maaf, Mic. Kamu emang salah mengambil jalan seperti itu. Tapi aku juga salah udah buat kamu terlena dengan nilai-nilai palsu itu. Sorry Mic.” ucap ku tulus.
“Kamu harusnya jadi diri kamu sendiri. Nilai emang penting, tapi itu cuma imajinasi setiap orang, kalo nilai tinggi itu menandakan seseorang itu pintar. Kita sekolah bukan cuma nyari nilai, tapi ilmu dan wawasan. Hidup ini gak cukup dengan orang-orang pintar, tapi harus cerdas dan bijak. Aku yakin kamu bisa memperbaiki ini semua. Kamu tinggal mengubah mind set kamu, itu saja.” ucap ku.
Micco menatap ku tajam.
“Tapi, aku butuh kamu untuk itu semua.” kata Micco.
Aku tersenyum padanya.
“Bukan aku Mic, tapi kamu. Kamu yang harus berusaha. Aku yakin kamu bisa. ” kata ku berusaha meyakinkan nya.
Micco menatap ku dengan nanar.
“Aku bodoh ya Shy. Aku emang gak pantes buat kamu. Tapi aku janji akan berubah, terutama pada diriku sendiri.” kata Micco berjanji.
Aku tersenyum penuh kebahagiaan padanya.
“Shy” panggilnya.
Aku menatapnya heran.
“I love you” ucapnya.
“I hate you” balas ku tajam.
“I’m sorry” ucapnya lemah.
Aku tertawa lepas melihat mimik wajah bersalah nya.
“Shy, jujur aku baru pertama kali liat kamu ketawa selepas itu. Kamu cantik Tuan Putri.” ucapnya tertegun.
Aku sejenak terdiam, dengan wajah merah padam.
END
Komentar
Posting Komentar