Langsung ke konten utama

Hate

Hate

Perjodohan

Mama Shafa baru saja memberitahukan perihal perjodohan Shafa dengan Shaukat. Shafa marah dan kecewa pada Mama nya.

"Ma, I don't want to marry with him. You know Ma. I don't want to married. Why? Kenapa Mama ngejebak Sha? Kenapa Ma?" ujar Shafa melakukan protes terhadap Mamanya.

"Apa yang salah Sha? Shaukat ganteng, cerdas, mandiri, mapan." kata Mama Shafa berusaha membujuk.

"Ma, Mama mengenal Sha lebih dari siapa pun di dunia ini. Harusnya Mama tau apa yang Sha mau." kata Shafa masih mempertahankan perlawanan.

"Ok. Sorry. Sebelum Mama menikah, Mama sudah berjanji dengan mama nya Shaukat. Kalau kami memiliki anak perempuan dan laki-laki, kami akan menikahkan kalian. Kamu tau kan? Janji itu adalah hutang? Kamu mau Mama nanti meninggal gak tenang cuma karena gak nepatin janji?" ujar Mama Shafa masih berusaha membujuk anaknya.

"Oh my God, Ma. Are you sure? Kenapa janji Mama harus melibatkan Sha? Mama bisa kan janji dengan hal lain? Kenapa harus Sha yang jadi korban dari janji Mama? Ma, pokoknya Sha gak mau nikah." kata Shafa tetap menolak.

"Sayang, please! Gak mau jadi anak durhaka kan?" tanya Mama Shafa.

"Apakah menolak menikah itu dosa Ma? Apakah menolak menikah itu termasuk dalam kategori anak durhaka Ma? Bukankah anak perempuan hanya bisa dinikahkan jika ia ridho?" tanya Shafa bertubi-tubi.

"Sha, Shaukat pria yang baik. Apa salahnya kamu mencoba untuk membuka hati padanya?" ujar Mama Shafa masih belum menyerah.

"Ma, apakah pernikahan sebuah percobaan? Apakah pernikahan sebuah permainan perjodohan?" tanya Shafa lagi.

"Sha, Mama gak pernah minta apa pun dari kamu. Tapi please untuk yang satu ini. Jangan kamu tolak yaa." ujar Mama Shafa memohon.

"Ma, ini menyangkut hidup Sha, Ma. Seumur hidup Sha akan bersama dia. And I don't want it." kata Shafa tetap kekeuh menolak.

Mama menatap Sha dengan tatapan memohon dan putus asa. Shafa pun gak sanggup melihat tatapan itu.

"Gak ada pilihan lain Ma?" tanya Shafa.

Mamanya menggeleng. Shafa pun menghembuskan nafas kesal dan kekecewaan.

#

Mama dan Papa Shaukat baru saja selesai memberitahukan perjodohan antara Shaukat dan Shafa. Shaukat shock. Ia tidak menyangka akan dijodohkan oleh orang tuanya.

"Apakah Shaukat boleh menolak perjodohan ini Ma Pa?" tanya Shaukat.

Mama dan Papa Shaukat menggeleng.

"Tidak sayang. Kamu harus menerima perjodohan ini. Mama yakin Shafa perempuan baik dan pasti kamu akan bahagia berumah tangga dengannya" bujuk Mama Shaukat.

"Kamu terima saja perjodohan ini. Toh kamu juga Papa lihat tidak pernah punya pacar. Kamu selalu sibuk dengan pekerjaan." ujar Papa Shaukat ikut membujuk.

"Tapi Shaukat belum mengenal dia." kata Shaukat mencoba mencari alasan.

"Kenalannya setelah menikah saja" kata Mama.

"Kalo misalnya setelah nikah kita gak bahagia bagaimana?" ujar Shaukat masih mencari alasan untuk menolak.

"Ya kamu harus cari cara dong biar pernikahan kalian bahagia" jawab Papa.

"Ma, Pa. Gak ada pilihan lain?" tanya Shaukat berharap masih ada harapan untuk menolak perjodohan ini.

Mama dan Papa Shaukat menggeleng.

"Mama mohon kamu jangan tolak yaa Nak. Demi Mama" ujar Mama Shaukat memohon.

Mama memegang tangan Shaukat dengan tatapan penuh harap.

"Kamu mau Mama bahagia kan?" tanya Mama Shaukat.

Shaukat terdiam.

"Menikahlah dengan Shafa" pinta Mama Shaukat.

Tatapan Shaukat berubah menjadi tatapan putus asa.

#

Dhaury (Mama Shaukat) mengirim pesan singkat kepada Lily (Mama Shafa).

"Ly, bagaimana dengan Shafa?" tanya Dhaury.

"Eh Ry. Shafa sempat shock, marah, dan kecewa sama aku. Tapi, akhirnya dia mau menerima perjodohan ini. Bagaimana dengan Shaukat?" tanya Lily.

"Syukurlah. Shaukat juga shock mendengar akan dijodohkan. Tapi akhirnya dia juga mau menerima perjodohan ini." ujar Dhaury menjelaskan.

"Syukurlah" balas Lily.

"Semoga pernikahan mereka lancar yaa Li" doa Dhaury.

"Iya semoga" kata Lily mengharapkan hal yang sama.

"Akhirnya keinginan kita untuk menikahkan anak-anak kita tercapai" kata Dhaury lega.

"Iya. Aku senang sekali. Semoga mereka menjadi keluarga bahagia." harap Lily.

"Aamiin" ujar Dhaury mengharapkan hal yang sama.

"Aamiin" balas Lily.

Awal Rumah Tangga

Shafa dan Shaukat baru saja selesai menjalani resepsi pernikahan mereka. Mereka langsung menempati rumah hadiah dari Papa Shaukat. Setelah membuka pintu rumah. Perdebatan pertama terjadi diantara mereka.

"Gue heran. Kenapa nyokap gue suka banget sama loe?" kata Shaukat menyelidik.

Shafa menatap Shaukat dengan tajam.

"Nyokap selalu muji-muji loe. Loe pelet nyokap gue?" tuduh Shaukat.

"Gue? Melet nyokap loe? Kayak gak ada kerjaan unfaedah lain aja yang bisa gue kerjain. Lagian ngapain juga gue melet nyokap loe? Oh, jangan-jangan loe mikir gue suka gitu sama loe. Karena loe ganteng, kaya. Gitu? Gue dikasih 1000 model cowok kayak loe juga gue TOLAK. Gak usah kepedean loe." hardik Shafa.

"Loe. Emang gak ada etikanya sama suami." ujar Shaukat sambil menahan emosi.

"Suami? Heh. Oh iya. Baru tanda tangan buku nikah yaa kita. Sayang, cuma sebatas status di buku nikah. Asal loe tau. Gue gak pernah butuh suami di hidup gue. Gue walaupun gak sekaya loe. Gue masih sanggup biayain hidup gue sendiri. Tanpa harus bergantung sama orang lain. Gue nikah sama loe cuma karena nyokap gue. Gak lebih. Dan loe jangan pernah berharap, gue akan menjadi istri yang baik buat loe. Karena itu gak akan pernah terjadi." kata Shafa.

Shaukat menahan amarah dalam dada nya karena kata-kata Shafa.

"Karena nyokap loe? Kalo loe emang gak mau nikah sama gue, kenapa loe gak tolak?" tanya Shaukat.

"Loe nanya cuma basa basi. Gue rasa loe udah tau jawabannya." sindir Shafa.

"Ck" Shaukat mati kata.

"Gue gak mau sekamar sama loe. Gue tidur di kamar sebelah. Dan loe gak usah kasih nafkah ke gue. Gue gak butuh. Gue bisa biayain hidup gue sendiri. Dan loe gak usah ikut campur tentang hidup gue." ujar Shafa mengingatkan.

Shaukat menahan amarah dalam dada nya karena kata-kata Shafa.

‘Anjir. Perempuan macam apa yang Mama kasih ke gue? Ini yang Mama maksud perempuan baik? Sopan santun aja dia gak punya. Egonya melebih gedung pencakar langit. Bahkan dia bisa ngatur-ngatur gue. Harga dirinya tinggi sekali. Are you sure Mom? Choosing her to be my wife? I think it's wrong.’ batin Shaukat.

Shafa beranjak pergi menuju kamar nya. Shaukat pun berjalan menuju kamar nya.

#

Shafa dan Shaukat tidak ada waktu untuk honeymoon. Karena mereka memang tidak butuh itu. Keesokkan harinya, mereka langsung kembali bekerja. Shafa pergi begitu saja dari rumah tanpa ada basa basi pada Shaukat yang sedang sarapan di meja makan.

Shaukat hanya memperhatikan sikap istrinya yang sangat acuh itu. Ia pun mencoba untuk tidak mempedulikan Shafa. Shaukat melanjutkan sarapannya seorang diri.

#

Shafa memasuki restoran nya. Seorang karyawan langsung menyapanya.

"Ehh bos, gak honeymoon?" tanya Raj.

"Laporan. Saya tunggu 10 menit udah ada di meja. Jangan telat!" suruh Shafa.

"Ah elahh bos masih aja galak. Masih pagi gini." goda Raj.

"Gak ada protes. Gaji kamu mau saya potong?" ancam Shafa.

"Jangan dong bos." kata Raj memohon.

Shafa mendelik, kemudian pergi menuju ruang kerjanya.

"Loe sii pake nanya-nanya segala. Rusak tuh mood bos pagi-pagi gara-gara loe." sindir Sanjana.

"Lah gue kan cuma nanya. Mana gue tau dia bakal sewot" kata Raj membela diri.

"Gue denger nih yaa, si Bos itu nikah karena dijodohin" ujar Sanjana mulai menggosip.

"Pantesan. Sensi banget dia." kata Raj baru memahami kondisinya.

"Makanya, loe gak usah basa basi" ujar Sanjana mengingatkan Raj.

"Iya iya. Gak lagi-lagi gue." kata Raj.

"Ya udah sono siapin laporan. Daripada bos ngamuk." kata Sanjana.

"Iya bawel" kata Raj.

10 menit kemudian, Raj membawa laporan ke ruang kerja Shafa. Shafa langsung mengecek laporan tersebut.

"Kenapa nominal pembelian besar sekali? Barang musnah juga besar Kamu harusnya kontrol dong. Jangan kebanyakan stock barang kalo ujung-ujung nya rusak dan kebuang." kata Shafa.

"Iya bos maaf. Saya akan lebih kontrol lagi." kata Raj.

"Ya udah. Kembali ke meja kamu." suruh Shafa.

"Baik bos" kata Raj.

Raj bergegas kembali ke meja kerjanya.

#

Ada pesan masuk ke ponsel Shafa dari Shaukat. Shaukat mengirimkan foto-foto acara pernikahan mereka.

"Gak usah mikir macem-macem. Mama yang suruh gue forward ke loe." kata Shaukat.

Shafa hanya membaca pesan tersebut tanpa membalasnya.

Perdebatan Rumah Tangga

Shaukat memasuki rumah. Shafa sedang makan malam di meja makan. Pandangan mereka bertemu. Shafa menatap Shaukat dengan sinis.

"Loe bisa gak? Gak usah sinis setiap liat gue." pinta Shaukat.

Shafa tersenyum sinis.

"Gue gak pernah tuh ganggu hidup loe. Selama ini gue selalu ikutin kemauan loe. Emang salah gue, kita terjebak dengan pernikahan ini?" tanya Shaukat.

"Mungkin" jawab Shafa asal.

"Perjodohan ini ide nyokap kita berdua. Bukan kemauan gue. Kenapa loe bencinya ke gue? Kita sama-sama korban di sini." kata Shaukat.

"Terus mau loe apa? Mau gue manis-manis di depan loe? Gak akan pernah." kata Shafa penuh penekanan.

Shafa beranjak membawa piring nya ke wastafel. Shaukat geram melihat tingkah Shafa, kemudian memutuskan untuk bergegas ke kamar nya.

#

Weekend pertama Shaukat dan Shafa setelah resmi menikah. Shafa sudah sibuk di dapur memasak sesuatu. Sedangkan Shaukat masih tertidur pulas di kamarnya.

"Ok sudah selesai masakan gue di weekend yang indah ini. Gue beres-beres dapur dulu deh" kata Shafa.

Shafa kembali menuju dapur. Shaukat keluar dari kamar dengan dengan style baru selesai mandi. Dia mencium bau masakan dan berjalan ke meja makan.

Shaukat melihat makanan di atas meja. Ia memperhatikan sekitar. Tidak ada orang.

"Baik juga tuh cewek bikinin gue sarapan. Kayaknya enak sih." kata Shaukat memperhatikan makanan di atas meja.

Kemudian, Shaukat melahap makanan tersebut. Tiba-tiba Shafa kembali dari dapur dan shock melihat Shaukat sedang memakan sarapannya.

"Shittt!!! What are you doing? Siapa yang nyuruh lo makan sarapan gue?" hardik Shafa.

"Oh. Gue kira loe sengaja masak buat gue." kata Shaukat salah tingkah.

Shafa merasakan dadanya sesak akan amarah. Kemudian ia beranjak pergi ke kamarnya. Shaukat mengejar dan berhasil memegang tangan Shafa.

"Maafin gue. Gue gak tau kalo loe belom makan sarapannya." kata Shaukat.

"Lepasin tangan gue!" pinta Shafa.

"Gue beliin loe sarapan deh buat ganti yang tadi" ujar Shaukat merasa bersalah.

"Lepasin tangan gue!" pinta Shafa lagi.

"Gue minta maaf Sha" kata Shaukat memohon.

Shafa berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Shaukat. Namun Shaukat mempererat genggamannya. Shaukat menatap Shafa dengan tajam.

"Gue minta maaf. Sekarang loe ikut gue. Kita sarapan di luar." kata Shaukat.

Shafa semakin berusaha keras melepaskan tangannya dari Shaukat hingga akhirnya berhasil lepas.

"Gue gak akan sudi sarapan bareng loe" kata Shafa.

Shafa masuk ke kamarnya. Mengambil kunci mobil dan bergegas pergi. Shaukat masih berusaha mengejar Shafa. Shaukat berdiri menghalangi Shafa yang mau masuk ke mobil.

"Sha, maafin gue dong" ujar Shaukat memohon.

"Minggir! Gue laper! Dan semua gara-gara loe!" kata Shafa dengan nada penuh emosi.

"Makanya gue mau tanggung jawab. Gue yang traktir. Ok?" ujar Shaukat meminta persetujuan.

"Gue masih sanggup bayar apa yang gue mau makan. Dan sekarang gue minta loe minggir." suruh Shafa.

"Sha. Please dong." kata Shaukat masih berusaha memohon.

"MINGGIR!!!!" Shafa berteriak keras.

Shaukat tersentak mendengar teriakan Shafa. Ia menyerah dan membiarkan Shafa pergi.

#

"Arrrggghhhh" teriak Shafa frustasi.

Shafa memukul stir mobil saking marah nya.

"Kenapa gue harus sama dia? Kenapa sii gue harus nikah? Susah kan hidup gue kayak gini. Rumah aja udah kayak neraka. Shitt. Kenapa harus kayak gini sii? Kenapa Mama bisa mikir kalo gue bakal bahagia sama dia? Kebahagiaan itu gue yang ciptain sendiri. Bukan tergantung orang lain. Emang pernikahan selalu membawa kebahagiaan? Buktinya. Gue sengsara sama dia. Setiap liat dia, rasanya hidup gue hancur." kata Shafa merutuki nasibnya sendiri.

Amarah dan rasa kesal Shafa semakin menjadi, dadanya pun semakin sesak. Shafa membeli roti di toko pinggir jalan untuk sarapan. Ia memakan rotinya di mobil sambil menyetir. Shafa memutuskan untuk pergi ke rumah Mama nya.

#

Shafa memasuki rumah Mama nya dan langsung menuju ruang keluarga. Tepat saat Shafa sampai di ruang keluarga, Mama Shafa berjalan menuju ruang tersebut.

"Shafa" panggil Mama Shafa.

Shafa hanya terdiam memandang wajah mamanya dengan ekspresi datar.

"Kenapa kamu? Kamu ke sini sendirian?" tanya Mama Shafa.

"Mama berharap Shafa akan datang sama dia?" Shafa balik bertanya.

"Kalian berantem?" tebak Mama Shafa.

"Dari awal pernikahan ini udah salah Ma" kata Shafa.

"Ada apa sih Sha?" tanya Mama Shafa bingung.

"Shafa gak mau hidup sama dia" kata Shafa menahan emosi.

"Apa yang sudah terjadi? Shaukat bersikap buruk sama kamu?" tanya Mama Shafa menyelidik.

"Pernikahan ini emang buruk Ma. Shafa gak mau lanjutin pernikahan ini. Shafa mau hidup Shafa yang dulu. Shafa muak Ma" ujar Shafa menangis.

Mama Shafa kemudian memeluk Shafa yang sedang menangis.

Kebimbangan Hati

Mama Shafa menghubungi Shaukat. Tak selang lama, Shaukat pun menjawab panggilan tersebut.

"Hallo Ma" sapa Shaukat.

"Hallo Nak. Apa kabar kamu?" tanya Mama.

"Baik Ma. Ma, maafin Shaukat Ma. Shaukat gak sengaja makan sarapan milik Shafa." ujar Shaukat mengakui kesalahannya.

"Astaga. Itu bukan masalah besar" kata Mama Shafa.

"Tapi Shafa sepertinya sangat marah Ma" kata Shaukat.

"Mama yang salah. Maafkan Mama Nak. Shafa terpaksa harus menikah sama kamu. Karena Mama yang maksa. Mama mengerti perasaan Shafa. Pasti dia marah dan benci sama keadaan. Maafkan Mama yaa Nak. Kamu juga pasti marah dan benci sama Mama." kata Mama Shafa penuh penyesalan.

"Enggak Ma. Shaukat gak benci sama Mama. Shaukat paham, setiap orang tua pasti mau yang terbaik untuk anaknya." kata Shaukat menenangkan.

"Kamu memang anak yang baik. Pasti Shafa selalu membuat kamu marah yaa?" tebak Mama Shafa.

"Shafa hanya belum bisa menerima keadaan Ma" kata Shaukat mencoba memahami perilaku Shafa.

"Shafa ada di sini. Dia sangat marah dan kecewa sama Mama. Dia bahkan ingin pisah sama kamu" ujar Mama Shafa memberitahu.

"Shafa bilang seperti itu Ma?" tanya Shaukat.

"Iya Nak. Mama bingung. Di satu sisi Mama ingin melihat kalian bisa bahagia hidup bersama. Di sisi lain, Mama juga gak bisa melihat Shafa terus-terusan menyesali pernikahannya." kata Mama Shafa mengutarakan kebimbangan hatinya.

"Shaukat juga bingung Ma harus bagaimana" keluh Shaukat.

"Kamu yang sabar yaa menghadapi Shafa. Dia memang sangat keras kepala" kata Mama Shafa.

"Iya Ma" jawab Shaukat.

"Mama akan berusaha untuk membujuk Shafa agar pulang ke rumah" kata Mama Shafa.

"Makasih Ma. Maafkan Shaukat yang belum bisa menjaga dan membahagiakan Shafa, Ma." ujar Shaukat merasa bersalah.

"Bukan salah kamu sayang. Sudah dulu yaa. Mama masih ada yang mau diurus" kata Mama Shafa menyudahi sambungan telepon.

"Iya Ma" jawab Shaukat.

#

Shafa menuruni tangga dengan pakaian rapi.

"Mau kemana Sha?" tanya Mama Shafa.

"Panti Ma" jawab Shafa.

"Ohh ok. Hati-hati yaa." kata Mama Shafa.

"Iya Ma" jawab Shafa.

Shafa pergi dengan santai. Mama nya menghela nafas berat.

‘Kenapa kamu keras kepala banget sih Sha? Apa salahnya kamu membuka hati untuk Shaukat? Tuhan, lembutkan lah hatinya.’ Mama Shafa berdoa.

#

Shafa memasuki panti asuhan dan menuju ruangan pengurus panti, lalu mengetuk pintu.

"Masuk" suara dari dalam mempersilakan.

Shafa memunculkan wajahnya dari balik pintu.

"Hey Sha! Masuk." kata Kiran.

Shafa masuk dan duduk di depan Kiran.

"Udah lama loe gak ke sini. Apa kabar Sha?" tanya Kiran.

"Buruk" jawab Shafa.

"Buruk? Bukannya loe baru aja nikah?" tanya Kiran heran.

"Justru pernikahan itu yang membuat hidup gue buruk Ran. Gue gak ngerti kenapa Mama maksa gue nikah" keluh Shafa.

"Suami loe kasar Sha?" tanya Kiran.

Shafa menggeleng.

"Suka marah-marah?" tanya Kiran.

Shafa menggeleng.

"Punya pacar?" tanya Kiran lagi.

Shafa menggeleng.

"Laki-laki yang baik dong dia" ujar Kiran menyimpulkan.

"Gue akui dia emang baik. Tapi gue tetep gak suka sama dia." kata Shafa.

"Loe udah jadi istrinya Sha. Harusnya loe bisa buka hati." kata Kiran memberikan saran.

"Gue nikah terpaksa Ran. Pernikahan ini gak gue inginkan." kata Shafa.

Kiran menghela nafas berat.

"Di luar sana banyak perempuan yang memimpikan posisi loe sekarang Sha. Punya karir bagus, suami yang tampan dan baik pula. Nyaris sempurna." kata Kiran.

"Itu mereka Ran. Bukan gue. Yang gue mau hidup bebas. Sendiri. Ngelakuin apa pun yang gue mau." kata Shafa.

"Kalo loe emang gak mau anggap dia suami, seenggaknya loe bisa anggap dia temen Sha. Anggap dia temen hidup loe. Cobalah berdamai sama dia. Gue yakin dia bakal ngerti." ujar Kiran mengusulkan.

"Gak bisa Ran. Gue gak mau dia mikir gue kasih harapan ke dia." kata Shafa.

Kiran memegang tangan Shafa.

"Loe itu baik Sha. Gue bahagia pas denger loe nikah. Dan lebih bahagia lagi saat gue tau suami loe pria yang baik. Tapi gue sedih liat loe kayak gini. Bahagia itu loe yang ciptain Sha. Semua ada ditangan loe. Jangan selalu menyalahkan keadaan. Loe bisa bahagia apa pun keadaannya. Loe bisa bahagia hidup bersama suami loe. Dan loe juga bisa bahagia dengan hidup tanpa suami loe. Semua keputusan di tangan loe, Sha. Saran gue. Syukuri apa yang loe miliki sekarang. Sebelum semuanya menghilang dan loe nyesel pernah ngelepasin itu. Suami baik itu anugerah dari Tuhan Sha. Gue harap loe gak akan sia-siain dia." kata Kiran memberikan saran.

"Gue gak tau. Gue gak tau harus ngapain Ran. Tapi pernikahan ini seperti penjara bagi gue. Gue di rumah aja gak nyaman. Dan loe tau sendiri gue gak suka hidup menjadi pelayan orang lain. Loe tau kan tugas istri itu gimana? Dan gue gak suka dengan semua beban itu." kata Shafa.

"Gue ngerti dengan semua ketakutan loe. Tapi apa loe yakin akan bahagia setelah melepaskan suami loe?" tanya Kiran.

"Gue gak tau Ran. Tapi menurut gue itu keputusan yang tepat. Gue gak mau terus-terusan tertekan hidup sama dia. Gak bebas. Diliputi rasa bersalah." kata Shafa.

Kiran tersenyum.

"Loe pikirin lagi baik-baik Sha. Pilihlah yang menurut loe terbaik. Dan gak akan buat loe nyesel." kata Kiran memberikan saran.

"Iya Ran. Thanks." kata Shafa sambil tersenyum.

"Sama-sama" balas Kiran.

Sisi Lain Dirinya

Shaukat sedang memperhatikan Shafa yang sedang bercengkrama dengan Arjun dari kejauhan.

‘Dia ternyata bisa manis juga sama anak-anak’ Shaukat membatin.

Kiran kemudian menghampiri Shafa dan Arjun.

"Heyy! Seru banget sih mainnya." sapa Kiran.

"Gue kangen banget sama bocah ini. Udah makin besar aja dia." kata Shafa.

"Dia tiap hari nanyain loe, Sha. Mana ibu Shafa? Gitu." kata Kiran memberitahu.

"Oh ya?" ujar Shafa merasa tersanjung karena dirindukan oleh Arjun.

"Iya kan Arjun?" Kiran menanyakan kepada Arjun.

Arjun menjawab dengan anggukan kepala dengan yakin.

Shafa kemudian menciumnya dengan gemas.

"Kamu gemesin banget sih sayang" kata Shafa.

"Ibu harus sering-sering main ke sini. Main bareng sama Arjun bu." pinta Arjun.

"Iya sayang" jawab Shafa.

"Oh ya Sha. Kenapa loe gak adopsi Arjun aja? Loe kan lengket banget sama Arjun." ujar Kiran memberi saran.

"Gue gak yakin bisa merawat Arjun dengan baik Ran. Apalagi kalo gue bawa ke rumah. Masa Arjun harus liat gue sama Shaukat berantem tiap hari." ujar Shafa beralasan.

"Yaa siapa tau dengan adanya Arjun di tengah-tengah kalian malah membuat keadaan lebih baik." kata Kiran.

"Ran. Gue gak ada niat untuk memperpanjang umur pernikahan gue." kata Shafa.

Kiran mengela nafas berat.

Shaukat mendengar percakapan mereka. Sekarang dia sudah berpindah di balik tembok panti.

"Ran. Udah sore. Gue harus pulang nih. Takut Mama khawatir." pamit Shafa.

"Astaga. Loe gak pulang ke rumah loe sama Shaukat?" tanya Kiran.

"Lagi nenangin diri gue. Makanya nginep di rumah Mama." jawab Shafa.

"Ok lah. Semoga masalah loe cepet ketemu titik terangnya." harap Kiran.

"Iya semoga. Gue pulang yaa Ran." pamit Shafa sekali lagi.

"Iya" jawab Kiran.

"Arjun. Ibu pulang yaa. Nanti ibu ke sini lagi." Shafa pamitan dengan Arjun.

"Iya bu" jawab Arjun.

Shafa mencium Arjun.

"Bye Ran" kata Shafa.

"Bye Sha. Take care." kata Kiran.

Shafa tersenyum membalas ucapan Kiran. Kemudian, berjalan menuju mobil nya.

Setelah mobil Shafa sudah jauh. Shaukat kembali ke dalam mobil nya dan memutuskan untuk pulang ke rumah.

#

Shafa memasuki rumah Mama nya.

"Udah pulang Sha" sapa Mama Shafa.

"Iya Ma" jawab Shafa.

"Gimana kabar Kiran dan Arjun?" tanya Mama Shafa.

"Baik Ma" jawab Shafa.

"Pasti Arjun sekarang udah semakin besar. Panti aman Sha?" tanya Mama Shafa.

"Aman kok Ma. Shafa ke kamar duku yaa Ma." kata Shafa.

"Kamu udah makan?" tanya Mama Shafa.

"Udah Ma" jawab Shafa.

"Ok" kata Mama Shafa.

Shafa kemudian berjalan menuju kamarnya. Mama nya hanya memperhatikan gerakan Shafa hingga menghilang di balik pintu kamar. Mama nya menghela nafas berat. Di dalam kamar Shafa duduk di pinggiran kasur.

"Apa gue udahin aja yaa semuanya? Pernikahan ini benar-benar mengganggu hidup gue. Gue udah gak tahan banget. Apa gue minta cerai aja kali yaa? Mungkin itu emang solusi yang tepat. Besok gue urus surat cerai deh. Gue gak bisa terus-terusan hidup sama dia." kata Shafa berbicara dengan dirinya sendiri.

Shafa kemudian masuk ke kamar mandi

#

Shaukat baru sampai di rumahnya. Dia duduk di sofa sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan ke depannya.

"Gue harus ngobrol sama Shafa. Mau dibawa kemana pernikahan ini? Gue gak bisa terus-terusan hidup kayak gini. Gue juga mau dong dihargai sebagai suami. Gue juga mau punya rumah tangga harmonis. Gue besok harus ajak Shafa ketemu dan ngobrol. Semoga dia jinak deh besok. Pusing gue liat dia marah dan sinis kayak gitu. Serem. Coba aja dia kayak yang gue lihat tadi di panti. Suka senyum, ramah, lembut. Kan gue lebih betah di rumah." kata Shaukat berbicara sendiri.

Dia kemudian menghela nafas berat.

Aku Mau Kita Berakhir

Sejak pagi Shafa sudah sibuk mengurus dokumen-dokumen perceraian. Kemudian, dia mengirimkan pesan kepada Shaukat.

"Gue mau ketemu loe nanti siang" Shafa mengirim pesannya.

"Gue juga mau ngomong sama loe" balas Shaukat.

"Ok baguslah. Di restaurant gue aja." balas Shafa.

"Ok" balas Shaukat.

#

Waktu menunjukkan pukul 12.00. Shafa sudah berada di ruang VIP restoran nya. Tak perlu menunggu lama, Shaukat masuk ke ruang tersebut.

"Duduk. Loe mau minum atau makan apa?" tanya Shafa.

"Jus jeruk sama nasi ayam" jawab Shaukat.

"Ok. Saya jus alpukat sama kentang goreng." kata Shafa kepada waitress.

"Ok bu" jawab waitress.

"Tumben loe ngajak gue makan siang?" tanya Shaukat heran.

"Abis makan baru kita bahas. Gue gak mau nafsu makan gue rusak." kata Shafa jutek.

"Okey. Soal kemaren gue minta maaf. Gue beneran gak tau kalo sarapan itu bukan buat gue." ujar Shaukat minta maaf lagi.

"Masalah kemaren udah gue lupain" kata Shafa.

Waitress datang membawa pesanan. Shaukat dan Shafa menikmati hidangan tersebut. Mereka makan dalam diam. Hanya ada suara denting sendok, garpu, dan piring. Shafa menyapu bibirnya dengan tissue, begitu pun Shaukat. Mereka menyelesaikan kegiatan makan dengan cepat. Shafa mengeluarkan sebuah map dari tas jinjingnya. Menyodorkan map tersebut ke arah Shaukat.

"Apa ini?" tanya Shaukat bingung.

"Aku mau kita berakhir" jawab Shafa.

"Berakhir?" tanya Shaukat terkejut dengan pernyataan Shafa.

"Iya. Loe sama gue. Pernikahan ini." jelas Shafa.

"Loe serius?" tanya Shaukat.

"Lebih dari serius" jawab Shafa tanpa keraguan.

"Tapi kenapa?" tanya Shaukat.

"Kenapa? Loe sama gue gak akan pernah bisa sama-sama. Jadi buat apa bertahan?" tanya Shafa.

"Loe yang gak mau kita sama-sama. Bukan gue." kata Shaukat tegas.

"Whatt??" Shafa kaget dengan pernyataan Shaukat.

"Gue mau kok bertahan dalam pernikahan ini" kata Shaukat.

"Loe apa-apaan sii? Loe bertahan aja sendiri. Gue mundur." kata Shafa.

"Sha, kita hanya butuh waktu saling mengenal dan membuka hati" ujar Shaukat berusaha untuk membujuk Shafa.

"Gue gak mau. Gue gak butuh cowok dalam hidup gue. Kalo loe butuh pendamping. Loe nikahin aja cewek lain. Gue tetap mau kita cerai." kata Shafa masih tetap dengan pendiriannya.

"Are you sure?" tanya Shaukat dengan nada lembut.

"Ya. Why not?" tanya Shafa balik bertanya.

"Okey. Gue gak maksa. Tapi untuk terakhir kalinya. Gue punya permintaan sama loe." kata Shaukat.

"Apa?" tanya Shafa.

"Gue mau cium kening dan meluk istri gue" pinta Shaukat.

"What? Oh okey. For the last time." ujar Shafa menyetujui permintaan Shaukat.

Shaukat berjalan menghampiri Shafa. Memeluknya dengan lembut. Kemudian mencium keningnya.

"Makasih udah pernah mau jadi istri gue. Maaf kalo pernikahan ini buat loe gak nyaman." kata Shaukat tulus.

"Gue juga minta maaf karena selalu jutek sama loe. Loe bisa tanda tangan berkas perceraian itu sekarang. Dan loe bisa balik ke kantor loe." kata Shafa.

Shaukat tersenyum simpul. Mendadak Shafa merasakan dadanya berdegub setelah dipeluk Shaukat. Shaukat mengikuti keinginan Shafa dan kemudian beranjak pergi.

"Ok Sha. It’s fine. Loe akan kembali bebas tanpa dia." Shafa berbicara dengan dirinya sendiri.

Di sisi lain, Shaukat di dalam mobil meneteskan air mata.

"Kenapa gue malah sedih dengan perceraian ini? Bukankah gue harusnya bisa lebih tenang tanpa si mata tajam yang jutek itu? Entahlah. Semoga ini yang terbaik." kata Shaukat meyakinkan dirinya untuk kuat.

Shaukat kemudian menjalankan mobil nya menuju ke kantor.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s