Langsung ke konten utama

Selingkuh Itu?

 



Hi, nama aku Ayuda, umur ku 18 tahun. Ciri-ciri fisik, aku tinggi, bentuk badan sih ideal ya, rambut hitam panjang bergelombang, kulit kuning langsat, hidung mancung, mata agak sedikit sipit sih, dan bentuk muka, oval. Kata orang-orang sih aku cantik, katanya. Tapi Alhamdulillah aja deh. Haha.

Aku seorang mahasiswa di sebuah universitas di Jakarta, fakultas sastra tepatnya. Kalo boleh flashback nih ya, dulu aku bener-bener berjuang mati-matian buat masuk fakultas sastra. Bukan karena test masuknya yang susah atau bayarannya yang mahal, tapi karena menurut Papa dan Mama ku fakultas sastra itu,

“Buat apa kamu masuk fakultas sastra? Mau jadi apa kamu nantinya? Jadi penulis? Atau penyair? Gak ada masa depannya kamu masuk fakultas sastra, lebih baik kamu masuk fakultas hukum, kedokteran, atau apalah yang buat masa depan kamu cerah. Fakultas sastra? Mau jadi apa kamu? Masa depan masih abu-abu begitu gak ada jaminannya sedikitpun.” protes Papa.

“Nak, mendingan kamu ikut saja omongan Papa kamu, kamu masuk saja fakultas yang lain, kamu tau kan akibatnya kalau menentang Papa kamu?” kata Mama membujukku.

Nada berbicara Mama sih membujuk, tapi tetep aja maksa aku buat ikut omongan Papa.

Tapi, aku memberanikan diri untuk tetap mempertahankan kemauan aku buat masuk fakultas sastra. Mulai dari mogok makan, sampe gak mau keluar dari kamar. Mama ku pun sangat khawatir dengan keadaan ku, sedangkan Papa malah semakin marah melihat tingkah laku aku.

Akhirnya, Papa mengambil tindakan nekat dengan mendobrak pintu kamar aku. Saat berhadapan dengan Papa, aku menunjukkan wajah yang menantang.

“Sampai kapan kamu seperti ini?” bentak Papa.

“Sampai Papa sadar kalo anak Papa ini mempunyai bakat dalam hal sastra, bukan hukum ataupun dokter. Papa kira kalo Yuda masuk fakultas hukum udah pasti gitu bakal jadi pengacara kondang kayak di tv-tv. Banyak kok lulusan hukum yang ujung-ujungnya jualan bakso. Dan gak semua Pa, lulusan fakultas sastra itu memiliki masa depan yang buruk. Pokoknya Ayuda tetep mau masuk fakultas sastra, titik.” ucap ku.

“Kamu memang anak yang keras kepala” kata Papa.

“Orang nurunnya dari Papa” ucap ku pelan.

Dan ternyata Papa mendengarnya.

“Apa kamu bilang?” tanya Papa.

“Gak, Ayuda gak bilang apa-apa kok. Jadi gimana nih Pa negosiasinya? Yah, kalo Papa tetep gak ngijinin Yuda sih, siap-siap aja Papa bakal punya anak yang gak kuliah, pengangguran, terus masa depannya suram.” sindir ku.

Papa pun berpikir sejenak dan kemudian mengambil keputusan yang kayaknya sih pahit banget buat dia, tapi mengagumkan banget buat aku. Hehe.

“Baiklah, Papa mengijinkan kamu masuk fakultas sastra. Tapi, kamu harus buktikan ke Papa kamu bisa sukses disana.” kata Papa akhirnya.

Seketika aku loncat ke pelukan Papa dan memeluknya seerat mungkin, aku mencium kedua pipi Papa ku berulang-ulang sambil mengucapkan terima kasih.

“Pokoknya Ayuda janji, Ayuda bakal buktiin ke Papa, Yuda bakal jadi orang sukses.” ucap ku optimis.

Papa pun tersenyum lega mendengarnya.

Nah, itu tuh sekilas cerita perjuangan aku buat masuk fakultas sastra. Aku emang anak yang sangat amat keras kepala dan Papa emang selalu mengalah dan menuruti kemauan aku, meskipun Papa terpaksa melakukannya.

#

Di awal aku masuk fakultas sastra, Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar. Semua test dan ospek dapat aku lalui dengan baik.

Saat ospek, aku sempat mengenal seseorang. Seseorang yang saat ini selalu bersama ku. Ya, dia adalah pacar ku yang sekarang, namanya Ardar. Dia anak fakultas kedokteran. Ardar cowok yang baik, sopan, ramah, pengertian, dan perhatian banget sama aku.

Yang paling aku suka dari Ardar adalah sifat pengertian yang ada dalam dirinya. Dia selalu tau apa yang aku butuhin dan apa yang aku mau, tanpa aku harus ngomong panjang lebar buat jelasin.

Mama dan Papa pun juga welcome banget sama dia, bahkan terkadang mereka lebih perhatian sama Ardar ketimbang aku. Sampai-sampai aku iri dan protes sama mereka dan bilang, “Sebenarnya anak Mama sama Papa itu aku atau Ardar sih? Perhatian banget deh”.

Kalo udah kayak gitu, Mama dan Papa cuma bisa tersenyum geli.

Tapi, gak papa juga sih. Jadi kan dalam kisah cinta aku dan Ardar gak ada tuh judulnya ‘Cinta Tak Direstui’. Hehe.

Aku dan Ardar udah hampir satu tahun menjalin hubungan. Selama ini, hubungan kami baik-baik aja sih, dan semoga ke depannya akan selalu baik. Ardar adalah cowok yang sempurna. Tapi, apa aku bisa mempertahankan hubungan ku saat hati ku dicuri cowok lain? Entahlah? Biarkan waktu yang menjawabnya.

#

Hari ini aku dan Ardar janjian jalan ke mall. Ardar udah nungguin aku di parkiran kampus. Saat mata kuliah ku sudah selesai, aku pun bergegas menemuinya.

Sesampainya di parkiran, aku celingukan mencari Ardar. Akhirnya aku pun menemukannya sedang berdiri di pojokan sambul memegang ice cream cup strawberry. Aku pun menghampiri Ardar.

“Hi” sapa ku padanya.

Ardar tersenyum saat melihat kedatangan ku.

“Udah kelar kuliahnya?” tanya Ardar.

“Udah. Yuk!” ajak ku.

“Nih, ice cream buat kamu” kata Ardar sambil menyodorkan satu cup ice cream strawberry ke arah ku.

Aku pun mengambilnya, “Thanks sayang” ucap ku manja.

Ardar hanya tersenyum dan membukakan pintu mobilnya untukku. Setelah kami berdua sudah berada dalam mobil, Ardar pun menjalankan mobilnya. Di dalam mobil aku sibuk menghabiskan ice cream yang diberikan Ardar.

Ardar menghentikan mobilnya di halaman parkir mall. Aku dan Ardar pun keluar dari mobil. Aku berjalan dengan menggandeng tangan Ardar memasuki mall.

“Ay, kamu laper?” tanya Ardar.

“Kok tau?” aku berbalik tanya padanya.

“Ini kan waktunya kamu makan” jawab Ardar.

Aku pun melihat jam yang ada di pergelangan tangan ku.

“Oh iya” ucap ku.

“Ya udah, kita cari tempat makan di dalam ya” ajak Ardar.

Aku mengangguk dengan senang. Kami pun mencari tempat makan di dalam mall. Setelah mendapatinya, kami makan siang berdua di sana

Setelah selesai makan, aku dan Ardar jalan-jalan keliling mall hingga tiba-tiba saja aku melihat sebuah poster di dinding mall. Aku membacanya dengan saksama.

Ternyata, poster tersebut memberitahukan ada acara nonton bareng bersama Annas Hecho, pemeran utama “Cinta Itu Indah”. Melihat aku begitu serius membaca poster tersebut, Ardar pun mengejutkan ku.

“Itu nama aktor idola kamu kan?” tanya Ardar.

Aku mengangguk ke arahnya.

“Terus, kamu mau ikut nonton bareng?” tanya Ardar lagi.

Aku mengangguk ke arahnya dengan semangat.

“Tapi, masa aku sendiri ke bioskop?” kata ku dengan wajah memelas.

“Iya deh aku temenin, apa sih yang enggak buat pacar ku tersayangini.” kata Ardar mengerti maksud ucapan ku.

Aku pun tersenyum senang mendengar ucapannya. Kami kembali jalan-jalan di sekitar mall.

#

Saat makan malam di rumah bersama Mama dan Papa, tiba-tiba aku mengingat kalo besok acara nonton bareng sama Annas di bioskop. Aku membayangkan duduk di antara Annas dan Ardar, ya ampun surga dunia banget itu namanya. Saking asiknya mengkhayal, aku jadi senyum-senyum sendiri. Mama dan Papa pun heran melihat kelakuan ku itu.

“Ayuda, ngapain kamu senyum-senyum sendiri kayak gitu?” tegur Papa.

Aku pun tersadar dari lamunan.

“Ah Papa, ganggu aja deh. Ayuda tuh lagi bayangin nonton bareng sama artis idola Ayuda, Annas Hecho.” kata ku.

“Ada-ada saja kamu ini” kata Papa.

Aku pun hanya tersenyum dan gak sabar banget rasanya buat ketemu Annas.

#

Akhirnya, waktu yang aku tunggu-tunggu pun tiba. Aku lagi sibuk banget di kamar ngobrak-abrik isi lemari pakaian. Tiba-tiba saja ponsel ku berbunyi. Aku melihat layarnya, dan muncullah foto profil Ardar.

“Halo?” aku menjawab.

“Gimana? Udah siap?” tanya Ardar.

“Belum nih, dikit lagi. Kamu dimana?” tanya ku.

“Depan rumah kamu” jawab Ardar.

“Kalo gitu kamu masuk aja deh, temenin Mama ngobrol. Mama lagi di ruang tv tuh sendirian. Ok? Bye.” ucap ku, kemudian memutuskan telepon secara sepihak.

Akhirnya, aku dapat juga baju yang menurut ku menarik. Aku pun segera mengenakan baju tersebut dan merapikan rambut. Aku juga memoles sedikit wajah dengan make-up. Setelah merasa cukup ok, aku keluar kamar dan menemui Ardar  di ruang tv. Ardar terlihat asik ngobrol sama Mama. Aku pun menghampirinya.

“Hi” sapa ku.

Ardar tersenyum melihat ku.

“Baru selesai Tuan Putri dandannya?” sindir Mama.

“Ah Mama, nyindir nih ceritanya? Ardar, yuk berangkat sekarang!” ajak ku.

Mama hanya tersenyum tersenyum menanggapinya. Kemudian, aku dan Ardar pun pamit sama Mama.

#

Sesampainya di bioskop, kondisinya penuh sesak dengan kerumunan orang. Aku dan Ardar pun berusaha untuk memasuki bioskop. Saat aku mau membeli tiket, ternyata hari ini tidak ada penjualan tiket, karena nontonnya digratiskan. Aku dan Ardar pun menuju studio. Saat berada di depan studio,

“Maaf, yang boleh masuk hanya cewek, yang cowok silahkan tunggu di luar” kata petugas penjaga bioskop.

Lho, kok gitu sih Pak?” tanya ku heran.

“Ini sudah peraturannya Mba” jawab petugas tersebut.

Aku menoleh ke arah Ardar.

“Udah gak papa, kamu masuk aja. Aku gak papa kok.” kata Ardar.

Kamu yakin?” tanya ku meyakinkan Ardar.

Ardar mengangguk sambil tersenyum meyakinkan ku. Aku menggenggam erat tangannya dengan perasaan ragu.

“Udahlah, ayo cepat masuk! Kesempatan gak dateng dua kali. Kamu mau kehilangan kesempatan ini?” kata Ardar meyakinkan ku.

Aku pun perlahan melepaskan genggaman tangan ku dari Ardar dan memasuki studio. Aku memasuki studio sambil menoleh ke arah Ardar. Dia hanya tersenyum melihat ku.

Di dalam studio penuh sesak dengan cewek-cewek. Sayangnya, harapan ku untuk bisa duduk disamping Annas pupus. Karena telah banyak cewek yang duduk di samping kiri dan kanannya.

Saat aku menatap ke arah Annas, Annas tersenyum menatap ku. Tatapannya seolah tak mau lepas dari ku dan mengikuti kemana aku pergi. Aku berjalan menuju kursi bioskop kosong di paling atas.

#

Di tengah film sedang diputar, tiba-tiba saja orang-orang di studio heboh. Annas beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke atas. Dia terus saja berjalan dan berhenti tepat di depan ku. Aku menatapnya dengan heran. Dia tersenyum ke arah ku dan mengulurkan tangannya tepat di hadapan ku.

“Nonton bareng aku yuk di bawah!” ajaknya.

Aku menatapnya dengan heran. Dia tersenyum meyakinkan ku.

“Tapi, di bawah kan udah penuh. Mau duduk di mana?” tanya ku ragu.

“Ayolah!” dia kembali mengajak ku dan meminta ku untuk menyambut uluran tangannya.

Aku pun menggenggam tangannya. Annas menggandeng tangan ku dan membawa ku turun. Pandangan mata ku tak berhenti menatapnya. Annas kemudian mengajak ku duduk di anak tangga.

“Gak papa kan?” tanya Annas kepadaku.

Aku hanya mengangguk. Aku rasa semua orang di sini pada liatin aku deh. Annas gila banget sih, lakuin hal konyol kayak gini. Aku gak berani untuk menatap sekeliling ku. Tatapan ku hanya tertuju pada layar bioskop dan juga Annas.

Tiba-tiba, Annas menatap ke arah ku, tangannya masih menggenggam tangan ku. Entah kenapa, rasanya aku enggan untuk melepaskannya. Annas kemudian mengajak ku ngobrol.

“Nama kamu siapa?” tanya Annas kepada ku.

“Ayuda” jawab ku.

“Nama yang cantik, secantik pemiliknya” puji Annas.

Aku hanya tersipu mendengarnya. Nih cowok kayaknya playboy deh, rayuannya maut euy. Muka ku kayaknya udah berubah merah muda nih gara-gara dia.

“Kamu fans aku?” tanya Annas.

“Iya” jawab ku singkat

“Sejak kapan?” tanya Annas memperjelas.

“Tujuh tahun yang lalu” jawab ku jujur.

“Wow! Sekarang, boleh gak aku jadi fans kamu?” tanya Annas.

Aku menatapnya tajam dengan penuh rasa heran.

“Kenapa? Kamu cantik, manis, imut. Aku suka liat wajah kamu. Kalo kata Afgan sih, wajahmu mengalihkan duniaku.” rayu Annas.

Ardar! Tolong aku! Dia rayu aku mulu nih. Lama-lama aku jadi kepiting rebus dengerin semua rayuan maut dia. Lebay, alay banget sih. Aku pun berusaha untuk mengendalikan diri ku dan berubah jadi cewek cuek. Kebetulan film yang diputar udah selesai.

“Filmnya udah kelar tuh, aku mau pulang, bye!” ucap ku hendak beranjak darinya.

Dia kemudian menahan tangan ku.

“Kamu gak mau foto bareng aku?” tanya Annas.

Dia kemudian mengeluarkan ponsel nya dan menarik ku buat foto bareng sama dia. Nih artis sedeng kali ya? Sejak kapan artis ngajak fansnya foto bareng?

Seingat aku nih ya, fans yang minta foto bareng sama artis idolanya. Kenapa jadi kebalik gini ya? Wah, dunia kayaknya bener-bener mau kiamat nih. Aku kemudian melepas rangkulan tangannya dari pundakku.

“Udah ya, aku mau pulang” ucap ku risih.

Dia kembali menahan tangan ku.

“Eh tunggu, aku boleh minta nomer ponsel kamu kan?” pintanya.

Aku kemudian berusaha melepaskan tangannya dari lenganku.

“Gak segampang itu dapetin nomer ponsel ku. Kamu cari aja di akun facebook Rezky Ayuda. Bye!” ucap ku sambil melangkah pergi menjauh darinya.

Annas hanya menatap ku dengan heran.

#

Aku berjalan keluar dari studio. Aku langsung saja mencari Ardar, dan aku akhirnya menemukannya sedang berdiri memandang poster-poster film. Kemudian, aku menghampirinya dan memeluknya dari belakang.

“Lama ya nunggunya?” tanya ku pada Ardar.

Ardar menoleh ke arah ku dan tersenyum manis.

Enggak kok. Gimana nontonnya? Seru?” tanya Ardar.

Seru banget Ar, coba aja ada kamu di dalem, pasti kamu shock banget liat kejadian barusan. Namun, nyatanya aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Ardar dan memilih untuk menyembunyikan apa yang baru saja terjadi.

“Seru kok, aku akhirnya bisa liat Annas di depan mata ku” jawab ku.

Ardar tersenyum melihat ku.

Kemudian, aku dan Ardar makan di café bioskop sambil berbincang-bincang. Gue beruntung banget punya Ardar yang begitu pengertian, mungkin kalo cowok lain bakal ngambek karena nunggu berjam-jam.

Tapi pacar ku beda, pacar ku bukan cowok biasa. Pacar ku adalah cowok terperfect yang pernah aku temuin. I love you Ardar.

#

Setelah makan malam bareng Papa dan Mama, aku masuk kamar dan bermain laptop. Aku pun kemudian iseng buka akun facebook. Saat ku buka, tiba-tiba ada pemberitahuan request pertemanan dari seseorang.

Gue punya feeling, pasti ini Annas. Saat ku buka pemberitahuan tersebut, benar saja itu Annas. Kemudian, aku langsung konfirmasi request darinya. Tak selang berapa lama, kemudian ada pesan masuk, aku pun membukanya.

“Mana nih nomer ponsel nya? Aku bela-belain buat akun facebook demi kamu nih.” kata Ardar.

Aku pun tersenyum geli dan kemudian membalas nya.

“Aku gak mau ngasih nomer ponsel ku ke kamu”

Beberapa saat kemudian datang pesan balasan dari Annas.

“Curang” kata Annas.

“Biarin” balas ku.

“Jalan yuk!” ajaknya.

“Gak mau” jawab ku.

“Ayolah. Aku kangen tau sama kamu.” bujuk Annas.

“Ikh gombal” ejek ku.

“Gombal apaan Ay?” tanya Annas.

“Sok-sok gak tau banget sih” jawab ku.

“Siapa juga yang sok-sok, aku pura-pura gak tau lagi, biar bisa nanya sama kamu” rayu Annas.

“Oh” balasku.

“Jutek amat sih? Entar gak ada yang mau sama kamu tau.” ejeknya.

“Biarin, urusannya sama kamu apa?” tanya ku.

“Ya adalah, aku kan fans kamu. Kita ketemuan ya hari Minggu di taman, jam 10. Ok? Aku tunggu.” kata Annas dan kemudian dia offline.

Maksa banget sih nih orang. Hari Minggu? Ardar kan ada tanding futsal. Aduh, aku harus milih siapa nih?

Tunggu, Annas ngajak aku ketemuan jam 10, Ardar tanding futsal jam 2. Aku bisa atur waktu buat ketemu mereka berdua. Aku jahat gak sih? Jalan sama cowok lain di belakang Ardar? Tapi kan aku gak maksud apa-apa jalan sama Annas. Gak papa kali ya? Kan aku gak selingkuh.

#

Hari Minggu pun tiba, aku bersiap-siap untuk pergi menemui Annas di taman. Saat keluar kamar dan menuruni tangga, aku bertemu Mama.

“Mau kemana Ay?” tanya Mama.

“Hmm, mau jalan sama Ardar Ma” jawab ku berbohong.

Kalo gue sampe bilang jalan sama Annas, urusan bisa berabe. Mama pasti bakal kultum alias kuliah tujuh jam buat nasehatin aku, dan itu gak banget.

“Kok, Ardar gak jemput?” tanya Mama.

Mampus deh makin panjang nih teks drama kebohongan aku.

“Hmm, mobil Ardar lagi di bengkel Ma. Kita janjian ketemuan langsung di mall.” jawab ku.

“Owh gitu. Ya sudah, hati-hati.” kata Mama.

“Iya Ma, Ayuda berangkat ya. Assalamualaikum.” pamit ku.

Aku pun bergegas keluar rumah dan menghentikan sebuah taxi yang melintas.

#

Sesampainya di taman, aku celingukan mencari Annas. Akhirnya aku pun menemukannya sedang duduk di sebuah kursi taman, aku pun segera menghampirinya.

“Hi. Udah lama ya?” sapa ku.

“Eh, princess ku udah dateng.” goda Annas.

“Mulai deh gombalnya” ucap ku kesal dan kemudian duduk di sampingnya

Annas hanya tertawa mendengar ucapan ku.

“Kamu udah lama di sini?” tanya ku.

“Enggak kok, baru aja” jawabnya.

“Kamu ngapain sih ngajak aku ketemuan di taman? Dan ngapain juga kamu pake kacamata item sama jaket kayak gini? Kayak tukang urut tau gak, haha.” ejek ku.

“Enak aja. Mana ada ya, tukang urut seganteng aku.” kata Annas.

“Ikh geer” ejek ku padanya.

“Haha. Masa kamu lupa sih? Aku kan seleb, kalo sampe ada wartawan yang liat aku atau ada fans-fans aku yang liat, bisa panjang urusannya.” jelas Annas.

“Ribet ya hidup kamu, haha.” ejek ku.

“Kita ke Dufan yuk!” ajak Annas.

“Dufan?” tanya ku heran.

“Iya” jawab Annas dan kemudian menarik ku menuju mobilnya.

#

Annas membawa ku ke Dufan, di sana aku larut dalam berbagai permainan bersamanya. Saat aku dan dia lagi makan di café Dufan, aku melihat jam tangan.

‘Astaga? Jam setengah tiga!’ batin ku

Mata ku melotot dan hati ku benar-benar gelisah. Aku kemudian bergegas mengambil tas dan berdiri dari kursi. Annas heran melihat tingkah ku.

“Kamu kenapa Ay? Terus kamu mau pergi kemana?” tanya Annas heran.

“Aku harus pergi, aku harus pergi!!” ucap ku panik.

Annas, kemudian menahan tangan ku.

“Kamu kenapa?” tanya Annas semakin heran melihat tingkah ku.

Aku melepas genggaman tangannya dengan kasar dan berlari keluar Dufan. Sesampainya di luar Dufan, aku langsung menghentikan sebuah taksi yang melintas.

#

Aku benar-benar gelisah di dalam taksi dan selalu memandang ke arah jam tangan.

“Pak, tolong dipercepat ya Pak. Saya buru-buru nih!” ucap ku pada supir taksi.

Supir tersebut kemudian menambah kecepatan.

Tiba-tiba, aku teringat kata-kata Ardar tempo hari.

“Ay, pokoknya kamu harus wajib dateng ke pertandingan futsal aku, ya. Pertandingan itu sangat berarti dan penting banget buat aku. Dan aku mau kamu ada di sana buat support aku. Jangan sampai telat ya! Aku butuh kamu di sana.”

Aku semakin gelisah di dalam taksi. Sialnya, taksi yang aku tumpangi ke jebak macet. Aku melihat ke arah jam tangan, aku pun kemudian memilih untuk keluar dari taksi dan mencari tukang ojek.

Untungnya, aku mendapatkannya dengan cepat. Tukang ojek tersebut menempuh jalan tercepat untuk sampai ke tempat pertandingan futsal Ardar. Tepat pukul 16:00 akhirnya sampai di tempat pertandingan.

Aku turun dari motor dan seketika kaki ku lemes melihat orang-orang udah pada berhamburan keluar. Pertandingan udah selesai, aku telat.

#

Aku pun masuk ke dalam arena pertandingan dan mencari Ardar. Aku melihatnya sedang duduk di sisi lapangan dengan wajah ter tunduk. Aku melangkahkan kaki dengan perlahan dan penuh rasa penyesalan.

Aku menghampirinya dengan semua rasa bersalah. Aku sekarang berada tepat di hadapannya, kemudian terduduk menatapnya.

“Ar, aku minta maaf.” ucap ku perlahan.

“Gak ada yang perlu dimaafin Ay. Pertandingan udah selesai, tim aku kalah.” ucapnya dengan wajah yang masih ter tunduk.

Aku benar-benar menyesal, harusnya dari awal aku milih buat dateng ke pertandingan Ardar. Bukan malah nemuin Annas dan jalan-jalan sama dia.

Aku bodoh Ar, aku emang cewek bodoh. Air mata ku mengalir dan membasahi pipi ku yang penuh keringat kegelisahan juga rasa bersalah. Aku menggenggam tangan kanan Ardar dan menciumnya. Air mata ku terus saja mengalir.

“Aku minta maaf Ar. Ini semua salah ku. Coba aja aku dateng di awal pertandingan, pasti semua ini gak bakal terjadi. Maafin aku Ar. Maafin aku. Aku emang cewek yang gak berguna buat kamu, aku cewek yang bodoh.” ucap ku sesegukkan.

Ardar kemudian memeluk ku dan terasa tetesan air matanya menetes di punggung ku. Pasti Ardar kecewa banget sama aku, pasti dia kesel, marah. Tapi, dia gak bisa melampiaskan itu semua ke aku. Maafin aku Ar.

Andai aja waktu bisa aku putar ulang, aku pasti bakal tolak ajakan Annas dan lebih milih ada di sini buat support kamu. Tapi, nasi udah jadi bubur. Sekarang, aku hanya bisa menyesali semuanya.

Ardar masih memeluk ku dengan erat, menumpahkan semua air mata kekesalannya. Aku hanya bisa membelainya dengan lembut. Kemudian, Ardar melepas pelukannya dari ku. Aku menatapnya.

“Aku tau, kamu pasti marah, kesel, dan kecewa sama aku. Kamu boleh kok, menumpahkan semua amarah kamu sama aku. Aku siap buat denger semuanya.” ucap ku.

Ardar kemudian meraih tangan ku dan menyeka air mata yang masih membasahi pipi ku.

“Aku gak akan sanggup untuk marah sama kamu. Sudahlah, semua udah terjadi.” kata Ardar.

Aku kemudian memeluk Ardar dengan erat dan penuh rasa kebahagiaan. Kamu bener-bener cowok yang baik Ar. Aku sangat beruntung punya kamu. Ardar kemudian mengantar ku pulang ke rumah.

#

Keesokkan harinya, semua berjalan seperti biasa. Ardar antar jemput aku kuliah dan kami makan siang bareng di café. Inilah sisi lain yang aku suka dari Ardar. Dia tidak pernah membesar-besarkan sebuah masalah. Bahkan, dia sama sekali gak nanya alasan aku telat datang ke pertandingannya.

Walaupun, sebenarnya dia pasti masih sedih dan kecewa atas kekalahannya kemarin. Tapi Ardar selalu berhasil menyembunyikannya lewat senyum manisnya.

“Ay, gimana kabar Mama dan Papa kamu?” tanya Ardar.

“Baik kok, mereka nanyain kamu mulu tuh. Kayaknya, anak mereka kamu deh, bukan aku.” jawab ku.

Ardar tertawa mendengar jawaban ku.

“Entar malam mendingan kamu main ke rumah deh, kayaknya mereka kangen berat sama kamu.” usulku.

“Entar malem? Boleh juga tuh.” kata Ardar.

#

Malam harinya, Ardar pun dateng ke rumah. Aku membukakan pintu untuknya.

“Pa! Ma! Ada calon menantu kesayangan Papa sama Mama nih dateng!” teriak ku.

Ardar hanya tersenyum mendengarnya. Aku mengajak Ardar ke meja makan. Ternyata, Papa sama Mama ku ada di sana.

“Nih, calon menantu kesayangan Papa sama Mama udah dateng” kata ku.

Ardar kemudian mencium tangan Papa dan Mama.

“Ardar, ayo duduk. Udah lama kamu gak ke sini.” kata Mama.

“Iya, lagi sibuk apa aja sekarang?” tanya Papa.

“Lagi sibuk kuliah sama latihan futsal aja sih Om, Tante.” jawab Ardar.

#

Kami pun makan malam bersama. Setelah makan malam, aku, Ardar, Mama, dan juga Papa duduk-duduk ngobrol di ruang tv.

“Ardar, kamu sudah pernah liat foto-foto Ayuda waktu kecil?” tanya Mama.

“Mama jangan! Ih, malu-maluin aja tau gak.” ucap ku protes.

“Belum tuh Tante.” jawab Ardar.

Papa kemudian memberikan album foto pada Ardar, aku segera merebutnya.

“Ar, gak usah ya. Foto ku jelek banget waktu kecil. Sumpah deh.” kata ku memelas.

“Terus kalo jelek kenapa? Aku kan cuma mau liat.” kata Ardar.

“Tapi jangan ngejek ya” kata ku memberi persyaratan.

“Iya sayang” kata Ardar.

Mama dan Papa hanya tersenyum melihat tingkah ku dan Ardar. Aku kemudian memberikan album foto tersebut pada Ardar. Ardar melihatnya sambil tersenyum geli. Aku pun menatapnya dengan tatapan tidak suka. Ardar kemudian membujuk ku dengan candaan khas dia.

#

Udah tiga hari ini aku gak buka aku facebook. Aku pun iseng membukanya. Ternyata, ada pesan masuk. Jangan-jangan dari Annas. Ya ampun, aku hampir melupakannya. Aku pun membuka pesan tersebut, dan benar saja darinya.

“Ay, kamu kenapa sih kemaren? Tiba-tiba aja pergi buru-buru gitu. Aku ada buat salah ya sama kamu? Atau aku bikin kamu kesel?”

Ya ampun, kok jadi dia yang merasa bersalah sama aku. Aduh, aku harus jelasin gimana nih sama dia? Aku jadi gak enak. Dan gak mungkin juga kan, aku bilang kalo aku nemuin pacar aku waktu itu. Pasti dia kecewa banget sama aku.

Karena kelamaan mikir, tiba-tiba Annas mengirim pesan lagi.

“Hay Ay” sapa nya.

“Hay Nas.” balas ku.

“Aku minta maaf ya, kalo aku udah buat kamu marah kemaren. Sampai-sampai kamu buru-buru gitu perginya.” kata Annas.

“Siapa yang marah sama kamu? Sorry, aku kemarin ada urusan mendadak, makanya buru-buru pergi.” jelas ku.

“Ohh, aku kira gara-gara aku. Kamu lagi ngapain Ay?” tanya Annas.

“Lagi gak ngapa-ngapain kok. Kenapa?” tanya ku balik.

“Ah gak kok, nanya doang. Besok malam mau gak dinner bareng aku?” ajak Annas.

“Okey” jawab ku.

“Kalo gitu, aku tunggu kamu di café Sinar jam 8. See you.” ucapnya dan kemudian offline.

Sorry Ar, lagi-lagi aku jalan sama Annas dibelakang kamu. Tapi, aku cuma mau nebus kesalahan aku yang udah ninggalin Annas di Dufan tempo hari buat ngejar waktu ke pertandingan futsal aku. Yah, walaupun ujung-ujungnya aku juga gak bisa liat kamu tanding. Tapi, aku janji gak bakal mmacem-macem sama Annas, suer deh.

#

Gue bersiap-siap untuk ke café Sinar nemuin Annas. Saat aku udah merasa cukup rapi, aku pun segera keluar kamar dan menuju garasi mobil. Aku menjalankan mobil menuju café Sinar.

Sesampainya di sana, aku langsung memarkir mobil dan kemudian masuk ke dalam café. Aku mencari Annas dan menemukannya duduk di meja nomer 8. Aku berjalan menghampiri Annas.

“Hi. Udah lama ya nunggu nya?” sapa ku.

“Hi Ay. Gak kok, aku baru aja dateng.” jawab Annas.

Aku pun kemudian duduk di kursi yang menghadap ke Annas. Kami memesan makanan dan minuman. Saat pesanan udah dateng, kami makan sambil mengobrol.

“Nas, emang kamu kalo kemana-mana harus pake jaket, topi, sama kacamata hitam mulu ya?” tanya ku penasaran.

“Ya gitu deh. Abis gue risih banget sama wartawan infotainment yang super kepo itu, terus sama fans aku yang fanatik abis. Dulu aku pernah tuh nekat gak pake jaket, kacamata, sama topi. kamu tau apa yang terjadi? Fans aku pada nempel ke aku semua. Yah, ujung-ujungnya aku malah ngumpet di mobil dan gak jadi jalan. Tapi kesel juga sih, kemana-mana aku gak bisa pake baju yang modis.” kata Annas.

“Kasian banget sih hidup kamu.” ejek ku.

“Iya, aku kayaknya mau vakum aja deh dari dunia keartisan. Aku mau coba berbisnis. Bosan aku lama-lama jadi artis.” kata Annas.

“Terus? Gimana sama fans-fans kamu?” tanya ku.

“Ya udah biarin aja” jawab Annas santai.

“Oh ya Nas, apa sih arti fans buat kamu?” tanya ku penasaran.

“Fans? Gokil.” jawab Annas.

“Gokil? Maksudnya?” tanya ku memperjelas.

“Ya gokil, mereka itu lucu. Kayaknya tuh ya, semua apa yang ada di diri aku unik menurut mereka. Entah itu kata-kata, tingkah laku, pakaian ku. Semua mereka puji dan mereka komentarin yang aneh-aneh. Dan kayaknya juga, saat mereka ketemu aku, itu tuh kayak momen yang spesial gitu, menakjubkan banget buat mereka. Bahkan, sampai ada yang mau pingsan pas ketemu aku. Aku kira dia pingsan gara-gara aku gak mandi, eh ternyata dia shock ngeliat aku.” jelas Annas.

Aku ketawa ngakak dengerin ocehan Annas.

“Kok kamu malah ketawa sih?” tanya Annas sewot.

Aku masih tertawa geli mengingat cerita dia barusan.

“Eh, terus Ay, setiap aku bikin twitt. Haduh, siap-siap deh bakal banyak komentar dari mereka. Mending Ay respon mereka nyambung sama twitt aku, kadang tuh ya malah minta follback atau gak komentar mereka ngaco-ngaco. Aduh puyunghai deh akika ne.” kata Annas bergaya seperti banci.

Aku tambah ngakak melihat tingkah lakunya. Annas juga ujung-ujungnya ikut ketawa. Aduh, nih artis gak ada wibawanya banget sih. Di depan kamera aja dia uuh cool abis. Aslinya? Lekong juga. Haha.

Tapi gak papa sih, seru jadinya. Hmm, kok aku berasa nyaman banget ya sama Annas. Rasanya waktu berjalan begitu cepat dan aku pengen banget menghentikan waktu itu buat aku sama kamu Nas  Selalu ada tawa, senyuman, dan hal-hal konyol saat aku di samping kamu yang gak aku dapetin saat aku bersama Ardar.

#

Aku hari ini nemenin Ardar latihan futsal. Dia sangat senang saat aku ada di sana. Dia berlatih dengan semangat dan senyuman bahagia.

Hmm, kamu cowok yang ganteng, manis, sopan, baik, pengertian, perhatian, cerdas, kamu cowok yang perfect Ar. Kadang aku berpikir, apa aku pantas jadi pacar seorang cowok seperfect kamu? Hmm, aku akan selalu berusaha untuk jadi yang terbaik buat kamu.

#

Ardar telah selesai latihan dan menghampiri ku di sisi lapangan. Aku memberikannya se botol air mineral dan handuk. Dia tersenyum mengambilnya.

“Ay” panggilnya.

“Ya” jawab ku.

“Kayaknya, beberapa hari ke depan aku bakal sibuk banget deh sama kuliah dan futsal. Jadi, kalo aku gak balas chat atau gak angkat telpon dari kamu, jangan marah ya.” kata Ardar.

“Iya, aku ngerti kok.” kata ku.

Ardar kemudian tersenyum dan mencium kening ku.

#

Karena Ardar lagi sibuk, aku pun mencari kesibukan otak-atik akun facebook dan chatting sama Annas.

“Eh, ada princess aku lagi online.” kata Annas.

“Mulai deh gombalnya” balas ku.

“Abis, kalo liat kamu tuh rasanya pengen ngegombal mulu. Lagi ngapain cantik?” tanya Annas.

“Lagi nyantai aja kok.” jawab ku.

“Eh Ay, cerita dong.” pinta Annas.

“Cerita? Cerita apaan?” tanya ku.

“Cerita apa kek, tentang keluarga kamu, kuliah, atau apa lah gitu. Atau kamu mau curhat sama aku? Aku siap jadi pendengar yang baik.” kata Annas.

“Ada-ada aja kamu. Aku lagi males cerita, lagi gak ada yang mau diceritain. Kamu aja lagi yang cerita.” kata ku.

“Kalo cerita aku mah, satu buku.” kata Annas.

“Ya udah cerita aja lagi.” kata ku.

“Males ngetik, makanya kamu kasih nomor kamu ke aku dong.” pinta Annas.

“Hmm, modus.” kata ku.

“Haha” kata Annas tertawa.

Aku sama Annas pun semakin asik ngobrol berdua hingga mata ku mengantuk.

#

Hari ini aku mau jalan ke puncak kebun teh bareng Annas. Kayaknya aku mulai nakal nih. Hmm, tapi aku kan cuma temenan sama dia, mungkin.

Annas jemput aku di depan rumah. Aku sih bilang sama Mama Papa di jemput sama Ardar. Kalo aku bilang di jemput Annas, bisa gagal jalan ke puncak.

Sebenarnya dan sejujurnya sih, aku terima tawaran dia jalan ke puncak, soalnya itu salah satu tempat yang aku pengen banget buat pergi ke sana. Yah, kebetulan Annas ngajak aku. Karena kegirangan, aku langsung iyain aja ajakan dia. Jadi, intinya gak sengaja.

Aku berlari keluar gerbang pagar rumah dan langsung masuk mobil Annas. Annas bingung melihat ku dan aku menyuruhnya untuk segera menjalankan mobil. Annas pun kemudian menjalankan mobilnya.

#

Kami akhirnya sampai di puncak. Setelah mendapatkan tempat buat markir mobil, Annas pun menghentikan mobilnya. Aku keluar dari mobil Annas dan berlari kegirangan.

Annas hanya tersenyum melihat tingkah laku ku. Sumpah, aku seneng banget, akhirnya bisa ke sini. Annas berlari mengejar ku. Aku terus saja berjalan di sekitar perkebunan sambil memandangi keindahan alam di sana. Annas berjalan sejajar dengan aku.

“Ay, kayaknya kamu happy banget sih? Punya memori indah di sini?” tanya Annas penasaran.

Aku tersenyum dan menggelengkan kepala.

“Asal kamu tau Nas, ini tempat yang selalu aku impikan dan aku pengen banget ke sini. Dan hari ini, aku akhirnya bisa menginjakkan kaki ku di sini. Aku seneng banget. Rasanya kayak mimpi tau gak.” kata ku.

“Oh ya? Pantes kamu girang banget.” kata Annas.

Kami terus saja berjalan, bibir ku rasanya gak pengen berhenti buat tersenyum. Annas pun hanya ikut tersenyum melihat ku.

Kami istirahat duduk di bawah sebuah pohon. Aku memandang keindahan alam di sekitar ku, sumpah sejuk banget rasanya. Kalo surga dunia emang bener-bener ada, menurut aku di sinilah tempatnya. Sejuk, tenang, damai banget.

Saat aku sedang menikmati keindahan alam, Annas tiba-tiba meraih tangan ku. Aku menatapnya dengan heran.

“Ay, kamu adalah cewek yang paling cantik yang pernah aku temuin. Aku suka Ay sama kamu.” kata Annas.

Aku kemudian menarik tangan ku dan tersenyum geli.

“Udah deh Nas, kamu gak usah gombal lagi. Basi tau gak.” kata ku.

Tapi, Annas kemudian memegang kedua pundak ku dan menatap ku dengan tajam. Aku pun menatapnya dengan shock.

“Aku serius Ay, aku suka sama kamu, aku cinta sama kamu. Kamu mau jadi pacar aku?” tembak Annas.

Mampus! Annas jatuh cinta sama aku lagi. Aduh, aku jawab apa nih? Aku gak mungkin terima dia. Aku masih cinta dan belum bisa, bahkan gak bisa buat lepasin Ardar. Tapi aku juga gak mau kehilangan Annas.

“Nas, sorry. Aku cuma nganggep kamu sebagai temen aku doang, gak lebih. Sorry Nas.” kata ku.

Annas tersenyum dan kemudian melepaskan pegangan tangannya dari pundak ku.

“Iya Ay, gak papa kok. Aku janji akan menjadi teman yang terbaik buat kamu.” kata Annas.

“Thanks Nas.” ucap ku.

Annas hanya tersenyum menanggapinya. Raut kekecewaan terlihat jelas di wajahnya. Tapi, dia berusaha untuk menutupinya. Dan sejujurnya, aku juga punya rasa yang sama kayak Annas. Tapi, aku harus memendamnya, karena masih ada Ardar di hati ku.

#

Aku hari ini lagi nyantai bareng Mama dan Papa di ruang tv, kami lagi asik nonton acara TOP CHEF di SCTV. Mama Papa ngejek aku, karena sebagai cewek gak suka masak.

“Tuh Ay, kamu belajar masak dong biar bisa ikut acara kayak gitu tuh.” kata Mama.

“Ikh ogah, entar dimaki-maki sama jurinya. Belum lagi entar tangan Yuda kepotong pisau atau gak kepercik minyak panas. Kan sakit Ma.” kata ku.

“Terus sampai kapan kamu gak mau masak? Kamu itu udah besar, udah dewasa, bentar lagi mau jadi ibu rumah tangga.” kata Papa.

“Siapa juga yang mau jadi ibu rumah tangga? Kan Yuda mau jadi wanita karir, soal rumah mah pake pembantu aja kali atau gak cari suami chef Ma, Pa.” kata ku.

“Kamu ini ada-ada aja, dasar” kata Mama, kemudian menggelengkan kepalanya.

Papa hanya tersenyum mendengar ucapan ku.

“Eh Ay, kok Ardar gak ada mampir ke rumah lagi sih? Kamu berantem sama dia?” tanya Papa.

“Ikh Papa, gak ya. Ardar lagi sibuk sama kuliah dan kegiatan futsalnya, makanya gak sempet mampir ke sini. Papa ikh jangan ngomong gitu ah. Omongan itu kan doa. Ayuda gak mau berantem sama Ardar.” kata ku.

“Kan Papa cuma nanya” kata Papa.

Kami pun kembali nonton tv.

#

Saat mata kuliah ku selesai, tiba-tiba ada telpon dari Ardar. Aku segera mengangkatnya.

“Halo” jawab ku.

“Hi sayang. Apa kabar? Lagi sibuk?” tanya Ardar.

“Baik kok. Enggak nih, ada apa?” tanya ku penasaran.

“Jalan yuk!” ajak Ardar.

“Ok” kata ku girang.

“Aku tunggu diparkiran. I love you.” kata Ardar.

“I love you too.” balas ku.

Ardar pun memutuskan telponnya. Aku bergegas menemuinya diparkiran. Sesampainya di sana, aku melihat Ardar sedang ngobrol dengan seorang cewek. Aku bersembunyi di balik pohon dan menguping pembicaraan mereka berdua.

“Eh Dar, aku kasih tau aja nih ya. Cewek kamu tuh selingkuh di belakang kamu. Aku liat dengan mata kepala aku sendiri, dia lagi jalan sama cowok lain sambil ketawa-ketawa. Aku sih kasian aja sama kamu.” kata cewek tersebut

Siapa sih cewek itu, dimana dia liat aku jalan sama Annas?

“Kamu jangan nuduh cewek aku sembarangan! Aku percaya sama dia, dia gak seperti yang kamu bilang.” kata Ardar.

Maafin aku Ar, aku udah khianatin kepercayaan kamu. Yang dibilang cewek itu bener, aku jalan sama cowok lain di belakang kamu.

“Kamu jangan terlalu percaya banget deh sama dia. Suatu saat kamu bisa buktiin sendiri semua omongan aku dan kamu juga bakal liat dengan mata kepala kamu sendiri, apa yang dia lakuin di belakang kamu. Aku sih kasian aja sama kamu, calon sarjana kedokteran kok bisa-bisanya dibego-begoin sama cewek sastra.” kata dia.

Kurang ajar tuh cewek, awas aja dia. Aku bejek-bejek kalo ketemu.

“Aku tau siapa dia, lebih dari yang kamu tau” kata Ardar.

Hati ku benar-benar tersentuh dengan kata-kata Ardar barusan. Ardar bener-bener percaya 100% sama aku. Rasanya aku pengen lari kepelukannya dan bilang, kalo aku cinta banget sama dia.

“Terserah kamu deh, siap-siap patah hati aja sih.” kata orang tersebut dan kemudian beranjak pergi meninggalkan Ardar.

#

Aku kemudian menghampiri Ardar, dia tersenyum melihat ku. Dan kami pun segera berangkat menuju Sea World. Aku kira Ardar bakal bertanya sesuatu ke aku, tapi ternyata dia hanya tersenyum manis kepadaku.

Sesampainya di Sea World, aku selalu nempel di samping dia. Aku bener-bener beruntung punya cowok kayak dia dan aku cinta banget sama dia.

Melihat aku yang sedari tadi menggandeng tangannya, Ardar heran dan bertanya kepadaku.

“Ay, kamu kenapa sih? Gak biasanya kamu nempel kayak gini.” tanya Ardar heran.

“Aku kangen aja sama kamu, kita kan udah seminggu gak ketemu.” jawab ku.

Ardar tertawa geli dan mengelus lembut kepala ku, kemudian mencium kening ku.

Sorry ya. Aku bener-bener sibuk akhir-akhir ini.” kata Ardar.

“Iya, aku ngerti kok.” kata ku.

Aku dan Ardar  jalan mengelilingi Sea World, kami melihat-lihat ikan yang ada dalam aquarium dan sesekali berfoto di sana. Ardar mengajak ku masuk ke dalam aquarium, tapi aku menolaknya. Akhirnya kami pun keluar dari Sea World dan mencari tempat makan.

#

Aku dan Ardar makan di sebuah café. Aku gak berhenti untuk memandang wajah Ardar, sampai-sampai aku gak sadar kalo pipi ku terkena saos. Ardar tertawa geli melihat ku dan mengambil tisu. Dia membersihkan bekas saos di pipi ku dengan tisu tersebut.

“Ar, aku cinta sama kamu.” ucap ku.

“Iya, aku juga cinta sama kamu Ay.” balas Ardar.

“Kamu gak bakal ninggalin aku kan?” tanya ku.

“Kamu kenapa sih? Kayaknya kamu agak aneh deh hari ini. Kamu sakit?” tanya Ardar, kemudian memegang keningku dengan punggung tangannya.

Aku kemudian meraih tangannya dan menatapnya tajam.

“Kamu gak bakal tinggalin aku kan Ar?” tanya ku meyakinkan.

“Iya sayang. Aku gak akan pernah ninggalin kamu.” kata Ardar sambil mengelus pipi ku.

Aku kemudian mencium tangannya dan tersenyum manis padanya. Jujur, entah kenapa aku takut banget kehilangan Ardar. Aku benar-benar merasa bersalah, aku udah mengkhianati kepercayaan yang dia kasih ke aku.

Maafin aku Ar. Aku merasa, aku adalah cewek paling munafik di depan kamu dan juga Annas. Aku harus akhirin semua ini, aku harus menjauh dari Annas. Aku gak mau ada kesalahpahaman nantinya. Aku harus menemui Annas dan jelasin semuanya.

#

Aku mengirim pesan ke akun facebook Annas untuk mengajaknya ketemuan di café Sinar. Aku mau jelasin yang sebenarnya sama Annas dan mengakhiri kebersamaan aku dan dia. Mungkin ini akan jadi pertemuan terakhir aku sama dia.

Saat aku sampai di café Sinar, ternyata Annas udah nunggu aku di sana. Aku langsung menghampirinya. Kami memesan makanan dan minuman. Aku pun hendak menjelaskan semua hal yang aku simpan selama ini dari Annas.

“Nas, aku mau jelasin sesuatu ke kamu.” aku mulai menjelaskan.

“Ayuda!” seseorang memanggil nama ku dari balik punggung ku.

Aku segera menoleh ke arah panggilan tersebut. Aku sangat shock melihat Ardar berdiri tepat di hadapan ku.

“Ardar?” ucap ku.

“Oh, jadi ini yang kamu lakuin di belakang aku. Aku kecewa Ay sama kamu. Jadi ini, balasan semua kepercayaan yang aku kasih sama kamu?” kata Ardar penuh kekecewaan.

Kenapa Ardar harus dateng di waktu yang gak tepat kayak gini sih? Yang aku takutin akhirnya kejadian. Aku pasrah deh.

“Ar, aku bisa jelasin semuanya.” kata ku memohon.

“Gak ada yang perlu dijelaskan lagi Ay, semuanya udah jelas bagi aku. Aku benar-benar kecewa sama kamu. Aku selama ini kasih kepercayaan penuh sama kamu, tapi kamu khianatin gitu aja? Oh, apa jangan-jangan saat perrtandingan futsal aku tempo hari kamu gak dateng gara-gara jalan sama dia? Jawab Ay!” tanya Ardar.

Aku memejamkan mata ku menyesali kemalangan nasib ku kali ini.

“Iya Ar. Tapi, aku bisa jelasin semuanya. Please, kasih aku kesempatan buat jelasin.” pinta ku dengan air mata yang mengalir membasahi pipi.

“Gak ada yang perlu dijelaskan lagi, semua udah jelas kok. Kalo kamu emang gak cinta lagi sama aku, atau mungkin kamu udah bosan sama aku, harusnya kamu bilang sama aku. Jangan kayak gini Ay caranya. Kamu benar-benar udah nyakitin aku. Aku ngerti Ay, kamu ngefans sama dia, aku ngerti banget. Aku emang gak ada apa-apanya dibanding dia, dia artis, terkenal. Sedangkan aku cuma seorang mahasiswa calon dokter yang belum pasti ke depannya jadi dokter atau enggak, aku tau kok. Makasih untuk semuanya, makasih untuk satu tahun yang indah ini. Aku pikir, hubungan kita cukup sampai di sini. Semoga kamu bahagia sama dia.” kata Ardar dan kemudian beranjak pergi.

Aku gak henti-hentinya menangis mendengar semua kata-kata Ardar. Aku terduduk lemas dan menangis sejadi-jadinya. Annas hanya bisa terdiam melihat semua kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya. Dia kemudian beranjak dari tempat duduknya dan memeluk ku.

“Udah dong Ay, kamu jangan nangis lagi.” kata Annas berusaha untuk menenangkan ku.

“Aku cewek yang jahat Nas. Aku udah kecewain cowok yang benar-benar cinta sama aku. Aku udah nyakitin dia, aku jahat Nas.” ucap ku menyesal.

“Sudahlah, kamu jangan menyalahkan diri kamu sendiri terus.” kata Annas.

“Maafin aku ya Nas, aku gak jujur sama kamu kalo aku udah punya pacar. Maafin aku ya Nas.” ucap ku.

“Iya, aku maafin kok. Udah dong jangan nangis lagi.” bujuk Annas.

“Kamu gak marah sama aku?” tanya ku.

“Kenapa aku harus marah sama kamu? Udahlah, semua udah terjadi juga kan. Aku marah pun gak akan merubah keadaan seperti semula atau memperbaiki keadaan yang ada, malah ujung-ujungnya memperburuk keadaan. Udah dong nangisnya Ay, masa princess nangis, air mata gak ada yang jual lho.” hibur Annas.

“Gak lucu tau. Tapi Nas, aku gak mau putus sama Ardar. Aku cinta banget sama dia. Tadinya aku mau jelasin ini semua sama kamu, tapi yang terjadi malah kayak gini. Semuanya ancur.” kata ku menyesal.

“Udahlahh, kamu tenang aja lagi. Tuh cowok sayang banget kok sama kamu. Pasti dia bakal balik lagi sama kamu” hibur Annas.

“Sotoy deh. Terus gimana sama perasaan kamu ke aku?” tanya ku.

“Aku udah anggep kamu bener-bener jadi temen aku kok.” jawab Annas.

Aku pun hanya tersenyum menatap Annas. Annas terlihat senang, karena aku akhirnya tersenyum lagi dan berhenti menangis.

Sekarang aku baru tau, apa yang aku lakuin selama ini di belakang Ardar namanya selingkuh, apa pun alasannya. Dan aku baru tau, selingkuh itu menyakitkan hati cowok yang aku sayang, selingkuh itu membuat hubungan aku sama Ardar ancur kayak gini.

Harusnya aku jujur sama Ardar tentang Annas dari dulu. Tapi semua udah terlambat. Sekarang, yang ada hanyalah penyesalan. Nasi udah menjadi bubur, tapi bubur kan masih enak. Aku akan berusaha sekuat tenaga menarik Ardar kembali ke pelukan aku lagi. Aku gak mau putus sama dia. Aku gak sanggup hidup tanpa dia.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s