Langsung ke konten utama

Waiting For You

 

Waiting For You

Hi!!! Nama aku Gerence. Aku siswa SMK, tepatnya kelas XI Broadcasting. Saat pertama aku masuk SMK, aku pernah memiliki pengalaman yang cukup konyol.

Saat itu, hari pertama aku masuk sekolah setelah melewati yang namanya MOS. Aku pagi-pagi berkeliling sekolah dan gak sengaja melewati ruang musik. Aku masuk ke dalam dan memainkan drum.

Tiba-tiba ada seorang cewek yang masuk dan mengusir aku keluar. Dengan perasaan kesal, aku pun keluar dari ruang tersebut. Kemudian, aku mendengar suara alunan piano di luar. Lalu, aku masuk mengendap-ngendap dan memotong kabel piano. Cewek tersebut sangat marah kepadaku. Aku kemudian kabur.

Dan entah kenapa, selalu saja aku bertemu dengannya dengan kejadian yang semuanya konyol banget. Yang tabrakan saat aku dan dia sama-sama lari lah, yang aku menumpahkan minuman ke seragam dia lah. Terus, aku juga pernah kesenggol dia saat membawa tumpukkan buku. Sumpah, itu semua benar-benar gak sengaja. Sejak saat itu, aku dan dia gak pernah akur. Setiap ketemu, pasti berantem.

Namanya Ilmi, dia Kakak kelas ku dan siswi jurusan musik. Tapi, siapa yang pernah menyangka kalo aku dan dia sama-sama merasakan yang namanya CINTA.

Dan tepat di hari Valentine, aku nembak dia di sebuah taman yang aku dekor dengan lilin-lilin, lampu-lampu, dan balon-balon berwarna pink.

Saat itu, dia sangat terlihat cantik dengan short dress putih. Dengan perasaan grogi yang gak banget, aku memberanikan diri untuk menyatakan cinta kepadanya.

“Hmm, aku tau kita gak pernah akur. Dan selalu aja ada kejadian konyol saat kita ketemu. Tapi, aku cinta sama kamu. Kamu mau gak jadi pacarku?” ucap ku dengan menunduk dan memejamkan mata.

Dia kemudian meraih tangan ku. Aku masih saja memejamkan mata. Kemudian, Ilmi melepaskan tangannya dariku dan sesaat kemudian, aku merasakan sebuah kecupan di pipi. Aku perlahan membuka mata  dan dia berbisik di telinga ku.

“Aku mau jadi pacar kamu, cowok pemotong kabel piano.” bisiknya.

Aku pun refleks memeluknya. Dan setelah itu, kami menjadi sepasang kekasih yang benar-benar romantis.

#

Saat aku atau dia melaksanakan Praktik Kerja Lapangan, kami tidak pernah kehabisan akal untuk bisa bertemu. Kami menggunakan jam istirahat makan siang untuk bisa bertemu. Dan itu benar-benar waktu yang singkat, bermakna, dan momen yang indah banget.

Hingga saat ini aku duduk di kelas XI pun, kami tetap menjadi pasangan yang romantis. Meski aku sibuk dengan PKL dan dia sibuk dengan persiapan ujiannya. Dia tidak segan-segan buat mengunjungi ku saat pulang PKL dan aku juga jadi partner yang baik  untuk menemaninya belajar saat malam hari.

Meskipun badan ku sangat letih. Namun, hati ku gak pernah letih untuk berada di sampingnya. Pernah, saat itu aku benar-benar capek banget dan Ilmi menemuiku di tempat PKL ketika jam pulang. Aku pun mengantarnya pulang, saat sampai di depan rumahnya, Ilmi malah menyuruhku untuk pulang.

“Ger, mending kamu pulang aja deh.” kata Ilmi.

“Lho, kok gitu? Aku kan mau nemenin kamu belajar.” kata ku heran.

“Tapi?” katanya ragu.

“Kamu pasti kayak gini karena liat aku kecapekan ya? Hey, badan aku emang capek, tapi saat aku di samping kamu, rasa capek itu pasti hilang. Karena kamu, sandaran hati aku.” kata ku merangkul Ilmi.

Dia tersenyum bahagia.

“Kamu so sweet banget sih. Kalo gitu, entar aku pijetin ya.” kata Ilmi.

Aku menatapnya heran.

“Emang kamu bisa mijit?” ejek ku.

“Ikh, ngejek banget sih. Ya bisa dong.” jawab Ilmi dengan nada sewot.

“Haha. Iya deh. Makasih.” ucap ku.

Kami pun masuk ke dalam rumah Ilmi. Ilmi mijetin aku dan setelah itu dia belajar dan aku memberi support ke dia. Dia tersenyum bahagia menatap ku.

#

Ilmi telah lulus SMK dan dia sibuk dengan kontrak rekaman dan pembuatan album perdananya. Dia juga sibuk banget dengan kuliahnya. Aku sendiri sibuk dengan segala persiapan ujian akhir ku.

Kita jadi jarang banget ketemu, dan jalan satu-satunya adalah berkomunikasi lewat ponsel. Itu pun juga jarang banget sih. Hubungan kami jadi agak sedikit renggang. Aku menyadari itu, namun aku gak bisa berbuat apa-apa. Keadaan yang membuat kami seperti ini.

#

Saat selesai ujian, aku mendapat tawaran beasiswa untuk kuliah di London. Aku sangat berat untuk menerimanya, aku memikirkan hubungan ku dengan Ilmi.

Kemudian, aku menemuinya ke studio rekaman untuk mengajaknya makan siang dan memberitahunya tentang beasiswa tersebut. Sesampainya di sana, aku berhasil bertemu dengannya. Dia berjalan menghampiri ku dengan senyum manisnya. Dia masih sama, dia masih Ilmi yang cantik dan ceria.

“Hi!!” sapanya.

Kamu sibuk ya?” tanya ku.

“Hmm, iya nih. Kenapa?” tanya Ilmi.

“Ada waktu buat makan siang di luar?” tanya ku lagi.

“Aduh, sorry banget. Aku gak bisa. Gimana kalo entar malem aja? Nanti aku telepon kamu.” usul Ilmi.

“Baiklah” ucap ku setuju.

“Ok. Sampai ketemu nanti malam.” ucapnya dan beranjak pergi.

Aku menatapnya berjalan menjauh. Aku kemudian memanggilnya.

“Ilmi!” panggil ku.

“Ya.” jawabnya sambil menoleh ke arah ku.

“Jangan lupa telpon!” ucap ku mengingatkan.

Dia tersenyum dan kemudian berjalan memasuki ruang rekaman. Aku pun akhirnya pulang.

#

Di kamar, aku duduk di atas tempat tidur dengan tangan menggenggam ponsel. Aku terus-terusan memandang layarnya, berharap Ilmi akan menghubungi ku. Namun, harapan itu sia-sia. Hingga aku terlelap tidur, Ilmi sama sekali tak menghubungiku.

Keesokan harinya, aku ke sekolah dan memutuskan untuk menerima beasiswa tersebut. Mungkin ini sudah takdirku dan Ilmi.

# 

Dua hari kemudian, Ilmi datang ke rumah ku. Dia menanyakan tentang keberangkatan aku ke London. Entah dari siapa dia mengetahuinya.

Kamu mau ke London?” tanya Ilmi to do point.

“Iya. Seminggu lagi aku akan pergi ke London” jawab ku enteng sambil berjalan membelakangi nya.

“Tanpa ijin ke aku? Dan kamu mau ninggalin aku gitu aja?” tanya Ilmi.

“Maaf. Tapi, ini mungkin yang terbaik buat kita. Dan aku mau pergi dengan hati yang tenang. Aku rasa, hubungan kita cukup sampai di sini. Karena waktu tiga tahun pasti mampu mengubah perasaan di hati kamu dan juga aku.” aku akhirnya mengambil keputusan sepihak.

Ilmi mendekat dan memeluk ku dari belakang.

“Aku akan tetap nunggu kamu di sini.” ucapnya.

Aku kemudian perlahan melepaskan pelukan nya dan berjalan menjauhinya. Dia menahan tangan ku.

“Kenapa kamu harus pergi?” tanya Ilmi.

Terasa tetesan air mata Ilmi di tangan ku yang masih dalam genggaman nya.

“Ini mimpi aku Il.” jawab ku sambil menahan tangis.

“Lalu, cuma sampai segini aja? Cerita cinta yang terukir indah selama ini. Hiks hiks.” tanya Ilmi dengan isak tangis.

Aku bener-bener gak kuat menahan rasa sedih ku dengan wajah yang masih membelakangi nya.

“Mungkin ini takdir yang harus kita jalani.” ucap ku.

“Gak, kamu bisa nolak beasiswa itu! Dan kamu juga bisa mempertahankan hubungan kita! Ini sebuah pilihan! Bukan takdir! Tatap aku Ger! Sampai kapan kamu memalingkan wajah kamu dari aku?” kata Ilmi dengan emosi.

Aku pun berpaling menghadapkan wajah ku pada Ilmi. aku bener-bener gak sanggup melihat wajahnya yang basah dengan air mata.

“Kamu bener-bener mau pergi?” tanya nya lembut.

“Iya.” jawab ku datar.

Ilmi kemudian memeluk ku dengan erat. Pelukan yang sangat aku rindukan. Kenapa harus saat seperti ini, Ilmi datang kepadaku?

“Aku akan nunggu kamu sampai kapan pun.” ucapnya.

Aku hanya terdiam dalam pelukan nya. Kemudian, Ilmi melepaskan pelukan nya dari ku.

“Aku gak mau putus dari kamu.” ucap Ilmi menatap ku tajam.

“Terserah kamu Il. Aku mau mengurus hal-hal buat ke London. Sebaiknya, sekarang kamu pergi. Bukannya sekarang kamu udah jadi seleb yang super sibuk? Dan aku rasa kamu udah gak butuh aku lagi.” ucap ku dan beranjak pergi darinya.

“Sampai kapan pun, aku akan tetap nunggu kamu!” teriak Ilmi.

Aku terus saja berjalan menuju kamar ku.

#

Dua hari sebelum aku berangkat ke London, ada acara Prom Night di sekolah. Aku datang sendirian tanpa Ilmi. Namun, di tengah acara, aku melihatnya melintas di hadapan ku dengan acuh.

Mungkin, Ilmi terluka dengan kata-kata ku kemarin. Rasanya aneh, dicuekkin sama orang yang pernah kita cintai. Tapi, ini adalah keputusan ku dan aku harus kuat untuk itu.

#

Saat di bandara, aku diantar oleh kedua orang tua dan juga sahabat ku. Entah kenapa, aku berharap Ilmi ada di sini. Tapi, itu gak mungkin. Aku pun akhirnya masuk ke dalam pesawat dan mengirim pesan singkat pada Ilmi.

To: Ilmi

Il, aku pamit. Kamu jaga diri baik-baik ya. Doain aku sukses.

Aku pun menekan tombol Send. Kemudian, ada pesan masuk dari nomor Ilmi.

From: Ilmi

Ger, Ilmi kecelakaan semalem. Dan dia mengalami cedera yang cukup parah.

Dengan cepat, aku bergegas turun dari pesawat yang belum berangkat tanpa mempedulikan pramugari yang terus-terusan melarang ku.

Aku langsung saja menuju rumah sakit tempat Ilmi dirawat. Sesampainya di kamar rawat Ilmi, air mata ku mengalir melihat keadaan Ilmi dengan kepala yang diperban. Aku kemudian duduk di sampingnya, aku menggenggam tangannya dan menciumnya dengan air mata yang terus mengalir.

“Kenapa harus dengan keadaan kayak gini Il, kamu melepas aku pergi?” batin ku.

Aku menemaninya hingga malam. Dan tepat jam 8, aku pergi ke bandara.

#

Gak kerasa, udah dua tahun aku di sini. Saat aku berjalan-jalan di sekitar London, aku melihat poster dengan ukuran sedang dengan foto Ilmi di sana. Poster tersebut menampilkan sebuah ajakan untuk menonton pertunjukan konser yang bertema “Waiting For You”. Bibir ku seketika tersenyum.

#

Aku akhirnya datang ke konser tersebut. Konsernya cukup ramai dan terasa romantis.

And, it’s last song from me” ucap Ilmi.

Semua penonton bersorak kecewa. Ilmi hanya tersenyum pada mereka.

This song about my boyfriend, the story the first time we met. The events are very funny. When we met in the music room and he accidentally cut the cable my piano. And why the theme of the concert "Waiting for you"? That's all for him. And then, it’s special song for him.” kata Ilmi.

Aku sangat tersentuh mendengarnya. Ternyata, Ilmi masih setia nungguin aku, dia gak mengingkari janjinya. I love you so much Ilmi.

#

Study ku akhirnya kelar. Aku langsung pulang ke Indonesia. Sesampainya di Jakarta, aku langsung saja bergegas menemui Ilmi.

Aku pun menemukannya di ruang musik, tempat kami pertama kali bertemu. Saat aku membuka pintu dengan napas yang ngos-ngosan, Ilmi berdiri menatap ku di balik piano nya dengan tatapan tajam dan tangan yang bersilang di dada.

Matanya nanar. Aku melangkah dengan perlahan menghampirinya dan kemudian memeluknya dengan erat. Ilmi menangis dalam pelukan ku, aku pun tak kuasa menahan air mata.

“Cowok pemotong kabel piano! Akhirnya kamu kembali.“ ucap Ilmi.

I love you, I love you so much.“ ucap ku mempererat pelukan ku pada Ilmi.

I love you too.“ balasnya.

Thanks, udah nemenin aku malam itu di rumah sakit.” ucap Ilmi.

“Darimana kamu tau?” tanya ku heran.

“Aku bisa merasakannya.” jawab Ilmi.

Aku bener-bener bahagia bisa memeluk Ilmi lagi, melihat senyumnya yang manis, bercanda, dan tertawa bersamanya. Kami pun merayakan pertemuan ini dengan menyanyikan lagu ciptaan Ilmi yang khusus dia ciptakan untukku dengan diiringi permainan piano dari Ilmi.

Aku sangat mencintai kamu, Il. Suatu tindakan yang sangat bodoh saat aku melepas cewek seperti kamu yang sangat mencintai ku. Aku janji gak bakal lepasin kamu lagi dalam keadaan apa pun. Selamanya.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s