Ku mainkan biola ku mengikuti suara hati yang dilanda lirih. Air mata di pelipis mata mengalir lembut. Oh Tuhan, aku memang tak sempurna, tapi haruskah selirih ini kisah hidup ku? Ku pandangi tangan kanan ku yang tak sempurna, yang hanya memiliki jari jempol dan telunjuk.
"Ya Tuhan, jari ku memang hanya dua, aku bisa menerima nya. Tapi, apa ini semua salah ku? Sehingga semua orang mengejekku dengan ketidak sempurnaan ku." batin ku.
Aku masih ingat waktu aku berumur 4 tahun, saat aku ingin bermain dengan anak-anak seumuran ku di taman dekat rumah ku.
"Hey anak cacat! Jangan dekat-dekat kami! Sana cari teman yang sama cacatnya kayak kamu! Kami gak mau main sama kamu." ucap anak-anak itu pada ku.
Aku pun berbalik dan pulang ke rumah dengan berderai air mata, dan aku bertekad untuk tidak ke sana lagi.
#
Kini aku telah berumur 17 tahun, dan duduk di kelas 2 SMA. Tak jauh beda dengan masa kecil ku, tak ada satu pun orang yang mau berteman dengan ku. Alasan nya masih sama, karena aku cacat.
Namun, aku telah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Meski kadang hati ku terasa sangat lirih. Dan dengan memainkan biola kesayangan ku lah, aku dapat mengobati hati ku yang lirih.
#
Saat aku berada di kantin, aku memilih kursi yang paling pojok. Agar Getha dan teman-teman nya tidak mengganggu ku.
Ketika aku sedang makan, ada seorang cowok duduk di hadapan ku. Aku menatap heran padanya.
"Kamu kenapa? Kok natap aku segitunya banget?" tanya cowok tersebut.
Aku hanya menggelengkan kepala dan lanjut makan.
"Kamu hobi main biola ya?" tanya dia pada ku.
Aku pun mengangguk.
"Oh ya, aku suka banget permainan biola kamu. Kapan-kapan kamu ajarin aku ya." kata cowo tersebut.
"Ngajarin kamu? Emang kamu gak jijik sama aku?" tanya ku pada nya.
"Jijik? Kenapa aku harus jijik sama kamu?" tanya dia pada ku.
"Kamu gak liat tangan kanan ku kan cacat." jawab ku.
"Gak ngaruh kali sama aku, aku kan sukanya permainan biola kamu. Oh ya, nama aku Agas, aku anak baru di sekolah ini." dia mengulurkan tangan pada ku.
Dan aku kebingungan dengan kedua tangan ku. Namun, ternyata Agas paham apa yang sedang ku pikirkan.
"Udah pake tangan kanan aja, gak papa kok." ucapan nya mengagetkan ku.
Aku pun dengan ragu menyalam tangan nya dengan tangan kanan ku.
"Aluna" ucap ku.
"Nama kamu cantik, seperti orang nya " puji nya pada ku.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapan nya.
"Nanti pulang sekolah tunggu aku di parkiran ya." dia pun kemudian beranjak pergi.
Aku kaget mendengar ucapan nya. Ternyata masih ada cahaya kebahagiaan yang tersisa untuk ku.
#
Saat berada di dalam kelas, bibir ku rasanya selalu ingin melengkung. Dan tiba-tiba suara Getha mengagetkan ku.
"Woy cacat! Senyum-senyum terus dari tadi, gila ya loe? Udah cacat, gila lagi. Dasar cacat!" makinya pada ku.
Aku pun tertunduk dan fokus pada buku pelajaran ku.
#
Saat bel pulang berbunyi, aku bergegas menuju parkiran. Agas tiba-tiba muncul di belakang ku.
"Hey, aku kira kamu bakal nolak permintaan aku." kata dia.
Aku hanya tersenyum mendengar kata-katanya.
Dia pun mengajak ku jalan dan kemudian mengantar ku pulang. Sejak saat itu, kami semakin dekat. Sampai suatu ketika Getha memaki ku di depan Agas.
"Hey cacat! Loe gak punya malu ya, atau gak punya kaca di rumah? Berani-berani nya loe deketin sepupu gue. Tau gak, gue gak pernah sudi loe deket-deket sama sepupu gue." kata Getha sambil mencengkeram wajah ku.
"Loe paham gak?" teriak nya.
Agas kemudian muncul dan langsung menepis tangan Getha, lalu menarik ku ke belakang tubuh nya.
"Asal loe tau ya Tha, loe itu gak lebih baik dari Aluna. Dan gue lebih gak sudi punya sepupu yang hatinya cacat kayak loe. Mulai sekarang, loe jangan pernah ganggu dia! Kalo loe ganggu dia, loe berhadapan sama gue." Agas menarik tangan ku dan pergi menjauh dari Getha.
Kami berhenti di sebuah kursi taman sekolah.
"Kamu gak perlu berbuat seperti itu, aku udah biasa kok di maki sama Getha." ucap ku.
"Tapi aku gak bisa melihat hal seperti itu dan gak bisa biasa aja menyaksikan hal seperti itu. Aku gak terima orang yang aku sayang dihina sama orang lain. Aku sayang sama kamu, aku cinta sama kamu Aluna. Kamu mau kan jadi pacar aku?" tanya Agas.
Tanpa pikir panjang, aku menganggukkan kepala ku dengan pasti.
#
Sejak saat itu, kami resmi jadi sepasang kekasih. Agas selalu menjaga ku dan mensupport ku dengan bakat bermain biola yang ku miliki. Dengan support darinya, aku berhasil memenangkan begitu banyak lomba.
Ada satu kata-kata Agas yang selalu ku ingat.
"Alunan biola Aluna adalah kesempurnaan yang ada pada dirinya dalam ketidak sempurnaan yang ada pada fisiknya"
Terima kasih ya Tuhan, Engkau telah memberikan seorang malaikat dalam hidup ku. Ijinkan aku untuk selalu bisa bersama nya.
END
Komentar
Posting Komentar