Langsung ke konten utama

Melepasmu

 


Di sebuah rumah, terdapat satu keluarga kecil yang harmonis. Keluarga yang lengkap dan penuh kasih sayang. Keluarga ini beranggotakan sepasang suami istri dan seorang anak gadis yang beranjak dewasa.

Suatu hari, sang anak pulang dari sekolahnya dengan baju putih abu-abu yang penuh dengan coretan tanda tangan. Dia berlari kegirangan sambil membawa amplop ke dalam rumahnya dan memanggil-manggil ibunya.

"Umiii! Umiii! Salwa lulus Umi!" kata Salwa sambil berteriak.

Umi Aisyah yang mendengar teriakan anak semata wayangnya segera keluar kamar dan menghampiri anaknya. Salwa yang melihat Uminya langsung memeluknya.

"Umiii! Salwa lulus!" kata Salwa dalam pelukan Uminya.

"Alhamdulillah Nak" kata Uminya.

Salwa kemudian melepaskan pelukannya dari Umi.

"Umi, Abi kapan pulang?" tanya Salwa.

"Abi? Abi kan pulangnya malam Nak" jawab Umi.

"Yah. Padahal kan Salwa mau cepet-cepet bilang sama Abi, kalo Salwa lulus." kata Salwa dengan wajah kecewa.

"Kan Salwa bisa telpon Abi" usul Umi.

"Ah, gak seru Umi kalo lewat telpon. Salwa gak bisa peluk Abi." kata Salwa.

"Ya sudah, Salwa tunggu sampai Abi pulang dong kalo gitu. Sabar." kata Umi.

"Iya deh Umi" kata Salwa.

Salwa pun kemudian pergi ke kamarnya untuk mengganti baju.

#

Malam hari pun tiba, Abi pulang dari kantor. Umi membukakan pintu dan langsung mencium tangan Abi. Abi kemudian membalasnya dengan sebuah kecupan di kening Umi. Umi mengambil tas Abi dan membawanya, Abi merangkul Umi sambil berjalan menuju sofa. Abi dan Umi pun duduk berdua berbincang-bincang.

"Sayang, kamu kok selalu terlihat cantik ya walaupun hanya di rumah? Maksud ku selalu dandan." kata Abi.

"Sayang, seorang istri adalah perhiasan untuk suaminya, jadi wajar dong kalo seorang istri harus terlihat cantik di depan suaminya" kata Umi.

"Alhamdulillah, aku sangat beruntung memiliki istri seperti kamu" puji Abi.

"Alhamdulillah, Allah maha sempurna dalam menyatukan dua insan" kata Umi.

Abi tersenyum menatap Umi dan kemudian memeluknya.

#

Salwa yang mendengar suara Abinya langsung keluar dari kamar dan berlari ke arah Abinya. Dia memeluk Abinya dengan girang.

"Abiii! Abi lama banget sih pulangnya. Salwa lulus Abi." kata Salwa sambil memperlihatkan kertas kelulusannya.

"Alhamdulillah. Sekarang anak Abi udah mau masuk kuliah dan jadi mahasiswa. Tapi kok, masih manja gini ya sama Abinya?" kata Abi menggoda Salwa.

"Biarin" kata Salwa dengan wajah cemberut.

"Oh ya, kita jalan kemana nih buat rayain kelulusan kamu?" tanya Abi.

"Kemana ya Abi?" kata Salwa bingung.

"Kalo usul Umi sih, mendingan kita berbagi ke anak-anak yatim sebagai rasa syukur atas kelulusan Salwa. Setelah itu baru kita jalan-jalan." usul Umi.

"Salwa setuju sama Umi. Kita jalan ke Kebun Raya Bogor aja ya Abi." usul Salwa.

"Ok. Kita besok langsung let's go." kata Abi.

Salwa, Abi, dan Umi kemudia berbincang-bincang di sofa dengan penuh kegembiraan.

#

Keesokkan harinya, Abi, Salwa, dan Umi pun pergi ke Yayasan yatim piatu membagikan baju, mainan, serta makanan. Setelah itu mereka langsung lanjut ke Kebun Raya Bogor. Salwa berfoto ria dengan pohon-pohon dan buah-buah di sana, juga berfoto bersama Umi dan Abinya.

Mereka juga makan buah-buahan di sana. Saat hari tengah sore, mereka pun pulang. Sesampainya di rumah, Salwa langsung menuju kamarnya karna kecapekan. Umi dan Abi pun juga memasuki kamar.

"Sayang, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan" kata Umi.

"Apa itu?" tanya Abi penasaran.

"Kemarin Mba Laras nelpon aku dan bilang dia mau ke sini untuk menjemput Salwa ke Thailand" jawab Umi.

Abi terdiam sejenak, Umi hanya memandanginya dan menunggu ucapan dari bibirnya.

"Aku sih gak masalah, kalo memang Mba Laras mau jemput Salwa. Karena, Salwa memang anaknya dan mungkin tugas kita untuk merawatnya cukup sampai saat ini saja. Tapi, yang aku takutkan adalah reaksi dari Salwa. Aku takut dia tidak bisa menerima semua kenyataan ini. Menerima kenyataan, kalo dia bukan anak kita. Karena selama ini yang dia tau kitalah orang tuanya." kata Abi mengutarakan isi kepalanya.

"Iya, itu juga yang aku khawatirkan. Tapi, semua kita serahkan saja sama Allah. Dialah yang maha adil dan maha bijaksana." kata Umi.

"Aamiin" kata Abi.

#

Saat jam 2 malam, Umi terbangun dan mencium pipi Abi. Umi berbisik ditelinga Abi.

"Sayang, ayo bangun. Saatnya sholat tahajjud." bisik Umi.

Abi pun membuka matanya dan tersenyum. Abi dan Umi pun bangun dan mengambil air wudhu. Mereka sholat tahajjud bersama. Saat sholat telah usai, tiba-tiba Umi menangis. Abi memandang ke arah Umi.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Abi.

"Tiba-tiba ada perasaan takut dalam diriku untuk melepaskan Salwa. Anak yang dari bayi kita urus, kita rawat, kita didik, dan sangat kita sayang akan pergi dari rumah ini. Pasti rumah ini akan sangat terasa sepi." kata Umi.

Abi pun memeluk Umi dengan rasa haru yang sama.

"Sudahlah sayang, mungkin ini sudah jalannya. Siapa tau, setelah ini kita akan mendapatkan keturunan atau kita bisa saja adopsi anak di panti asuhan." kata Abi.

"Aamiin" jawab Umi.

#

Hari ini, Abi sengaja tidak ke kantor karena ingin menjemput dan juga menyambut Mba Laras, Kakak sepupu sekaligus Ibu dari Salwa. Sedangkan Umi dan Salwa sibuk beres-beres rumah untuk menyambut kedatangan Mba Laras.

"Umi, siapa sih yang mau dateng?" tanya Salwa.

"Tante Laras, Kakak sepupu dari Abimu" jawab Umi.

"Lho, Abi punya sepupu ya Umi? Kok baru tau sih Salwa? Emang Tante Laras tinggal dimana sih Umi?" tanya Salwa penasaran.

"Mungkin Abi lupa cerita sama Salwa, di Thailand" jawab Umi.

"Wow! Jauh banget Umi." kata Salwa.

"Salwa mau ke Thailand?" tanya Umi.

"Ya mau dong Umi, siapa sih yang gak pengeng ke luar negeri" jawab Salwa.

Deg, Umi seketika terdiam. Perasaan takut akan kehilangan Salwa kembali merasuk ke dalam dirinya.

#

Abi datang bersama Mba Laras, Umi dan Salwa langsung menyambut mereka depan pintu. Umi kemudian mencium tangannya dan memeluknya.

"Apa kabar Mba?" tanya Umi.

"Alhamdulillah baik" jawab Mba Laras.

Kemudian, Mba Laras mengarahkan pandangannya pada Salwa, seketika dia langsung memeluknya. Salwa yang dipeluk merasa heran dengan tingkah tantenya yang baru saja dilihatnya ini.

"Ya Allah, kamu sudah besar Nak, kamu cantik sekali. Ibu sangat merindukanmu." kata Tante Laras.

Salwa bingung, dan ada pertanyaan yang menari-nari dibenaknya.

Mereka kemudian duduk di sofa dan memulai pembicaraan. Salwa duduk tepat di samping Tante Laras.

"Tante, Salwa duduk disamping Umi aja ya" kata Salwa yang risih karna selalu dipeluk dan dibelai sama Tante Laras.

"Salwa" kata Umi memulai ingin menjelaskan maksud kedatangan Mba Laras.

"Iya Umi" jawab Salwa.

"Ada yang ingin kami jelaskan padamu, tentang maksud kedatangan Tante Laras ke sini. Sebenarnya, orang yang ada di samping kamu, yang kamu panggil Tante, adalah Ibu kandungmu." kata Umi.

"Apa? Umi pasti bercanda deh, gak lucu tau Umi." kata Salwa.

"Umi tidak bercanda sayang, Umi berkata yang sebenarnya" kata Umi.

"Gak mungkin, kalo Salwa anak Tante Laras, kenapa Salwa tinggal bersama Umi dan Abi? Kenapa Salwa tidak tinggal di rumah Tante Laras aja?" tanya Salwa.

"Maafkan Ibu Nak, Ibu terpaksa untuk menitipkan kamu pada Umi dan Abimu dulu" jawab Tante Laras memeluk Salwa.

Salwa menepis tangan Ibunya.

"Lepasin Salwa! Kenapa kamu menitipkan aku? Apa kamu malu punya anak seperti aku? Apa jangan-jangan aku anak haram? Kenapa kamu ninggalin aku?" tanya Salwa dengan emosi yang membara.

"Maafin Ibu Nak" kata Ibunya.

"Astaghfirullahhal'azim, Salwa itu Ibu kamu" kata Umi.

"Bukan Umi, dia bukan Ibu aku. Dia tidak pantas untuk dipanggil Ibu. Dia wanita jahat, dia tega meninggalkan anaknya pada orang lain. Aku gak mau Umi punya Ibu seperti dia. Asal Tante tau ya, Ibu aku cuma Umi Aisyah dan Ayah aku hanya Abi Rezky, bukan yang lain." kata Salwa, kemudian lari ke kamarnya.

Umi kemudian menyusul Salwa ke kamarnya. Di dalam kamar, Salwa menangis sejadi-jadinya. Umi masuk kamarnya, kemudian langsung memeluknya. Salwa menangis dalam pelukan Uminya.

"Nak, kamu masih ingat surga berada dimana?" tanya Umi sambil membelai Salwa.

"Di bawah telapak kaki Ibu, Umi" jawab Salwa sesegukan.

"Pinter, Salwa memang anak Umi yang paling pinter. Surga berada di bawah telapak kaki Ibu, dengan restu  Ibu, atas ridhonya seorang Ibu, maka seorang anak akan masuk ke dalam surga. Salwa mau masuk surga Nak?"tanya Umi.

"Iya Umi" jawab Salwa.

"Sayang, tidak ada wanita yang tidak pantas untuk dipanggil Ibu saat ia telah melahirkan atau memiliki seorang anak. Tidak ada seorang Ibu yang jahat Nak. Yang ada hanya Ibu yang sangat menyayangi anaknya. Jika seorang Ibu meninggalkan anaknya, itu merupakan keputusan terberat baginya. Tidak ada seorang Ibu pun di dunia ini yang mau terpisah dari anaknya. Tidak ada seorang Ibu yang tidur nyenyak saat jauh dari anaknya. Asal kamu tau Nak, Ibu kamu, walaupun dia menitipkan kamu ke Umi dan juga Abi, dia selalu memantau keadaan kamu setiap harinya. Dan soal alasan kenapa Ibu kamu menitipkan kamu ke Umi dan Abi adalah karna Ayah kamu yang selalu saja menyakiti Ibu kamu. Ibu kamu takut, kalau  Ayah kamu juga akan menyakitimu nantinya. Maka dari itu, Ibu kamu menitipkan kamu pada Umi dan Abi saat kamu baru saja dilahirkan. Dan Ibu kamu pergi ke luar negeri untuk menghindari Ayahmu." jelas Umi.

Salwa mulai tenang di dalam pelukan Uminya. Di sofa, Abi berusaha untuk menenangkan Mba Laras.

"Sudahlah Mba, Salwa hanya shock saja mengetahui kenyataan ini. Tolong jangan dimasukkan ke hati kata-katanya barusan. Salwa adalah anak yang baik, dia pasti mau menerima Mba sebagai Ibunya." kata Abi.

"Iya Ky, aku mengerti tentang itu" jawab Mba Laras.

Kemudian, Salwa datang bersama Uminya. Salwa sejenak memandang Uminya dengan perasaan ragu. Uminya membalas dengan tatapan meyakinkan. Salwa kemudian menghampiri Ibunya dan langsung mencium tangan Ibunya dengan haru.

"Ibu, maafin Salwa. Salwa udah berkata-kata kasar sama Ibu." ucap Salwa.

"Iya Nak, Ibu udah maafin kamu. Maafkan Ibu juga ya Nak." kata Ibunya.

Salwa pun kemudian memeluk Ibunya, Ibunya menangis dalam pelukannya. Salwa hanya terdiam dengan perasaan tak menentu. Umi dan Abi tersenyum menyaksikan momen tersebut.

#

Malam hari, setelah makan malam, semua berkumpul di ruang tamu.

"Aisyah, Rezky, Salwa, ada yang ingin saya bicarakan pada kalian. Mungkin Aisyah dan Rezky telah mengetahuinya, namun Salwa belum. Begini Salwa, Ibu berniat ingin membawa kamu ke Thailand untuk tinggal bersama Ibu. Ibu ingin menebus waktu kita yang telah terlewatkan untuk bersama. Bagaimana Salwa?" tanya Ibu.

Salwa terdiam sejenak, dan kemudian mencoba untuk membuka mulutnya.

"Ibu, sebenarnya Salwa sangat berat hati untuk berpisah dengan Umi dan Abi. Karena, Salwa selama ini selalu bersama dengan Umi dan Abi. Jadi, keputusannya Salwa serahkan pada Abi dan Umi saja, Bu." jawab Salwa.

"Kalau begitu, bagaimana Rezky? Aisyah?" tanya Ibu.

Abi dan Umi kebingungan dan akhirnya mereka pun angkat bicara.

"Salwa, Abi dan Umi sangat menyayangi Salwa seperti anak kandung kami. Sesungguhnya, kami juga berat untuk melepas Salwa. Namun, jika ini adalah takdir dari Allah, Abi dan Umi ikhlas menerimanya." jawab Abi.

"Iya Salwa, Umi juga setuju dengan perkataan Abi. Kalo Umi boleh usul, Salwa ikutlah bersama Ibu. Kasian Ibu di sana sendirian selama bertahun-tahun, kalo Salwa ada di sana, Ibu kan jadi gak kesepian. Salwa juga akan memiliki pengalaman baru, bukankah Salwa ingin ke luar negeri?" kata Umi.

"Iya sih Umi. Baiklah, Salwa bersedia untuk ikut Ibu ke Thailand." kata Salwa.

"Alhamdulillah. Terima kasih Nak." ucap Ibu memeluk Salwa.

"Tapi Bu, ijinkan Salwa malam ini tidur bersama Umi dan Abi. Umi, Abi, boleh ya?" pinta Salwa.

Umi dan Abi tertawa mendengarnya.

"Ya boleh dong Nak" jawab Umi.

Salwa pun gembira mendengarnya.

#

Umi, Abi, Ibu, dan juga Salwa masuk ke dalam kamar. Sebelum tidur, Salwa mengajak Umi dan Abinya ngobrol.

"Umi, Abi, nanti kalo Salwa pergi, jangan lupain Salwa ya!" kata Salwa.

Abi tertawa mendengar perkataan Salwa, sedangkan Umi hanya tersenyum geli.

"Iya dong sayang, gak mungkinlah Abi dan Umi lupain Salwa. Kamu kan anak Abi yang paling cantik, ceria, centil, jail, sholehah, apalagi ya?" kata Abi menggoda Salwa.

"Ikh Abi, mana ada ya Salwa centil. Enak aja. Pokoknya Umi dan Abi gak boleh lupain Salwa. Umi dan Abi harus sering-sering nelpon Salwa, terus jangan lupa jengukin Salwa di Thailand. Janji?" kata Salwa sambil mengangkat kedua jari kelingkingnya.

Abi dan Umi pun mengaitkan kelingking mereka dengan kelingking Salwa.

"Janji" jawab Umi dan Abi.

"Oh ya Umi, Abi, Salwa mau berdoa sama Allah biar Umi bisa hamil dan Umi sama Abi akan punya adik baby. Hehe." kata Salwa.

"Aamiin" kata Umi dan Abi.

Abi mencium kepala Salwa.

"Salwa jaga diri baik-baik ya Nak di sana. Luar negeri itu sangat beda dengan Indonesia. Kamu harus belajar mandiri, jangan nyusahin Ibu. Ok?" kata Abi.

"Ok deh bos" kata Salwa.

Abi tersenyum puas, kemudian Umi mencium kepala Salwa.

"Salwa harus sayang sama Ibu ya Nak, sama seperti Salwa sayang sama Umi. Kuliahnya yang bener, buat Ibu, Umi, dan juga Abi bangga. Satu lagi, jangan pernah sekalipun Salwa ninggalin sholat!" kata Umi.

"Beres Umi. Pokoknya kata-kata Umi dan Abi akan selalu Salwa ingat, se la ma nya." kata Salwa.

Kemudian mereka tidur. Saat waktu telah menunjukkan pukul 02.00 pagi, Umi seperti biasanya membangunkan Abi dengan sebuah kecupan dan bisikan mesra. Saat Abi bangun, Abi meminta Umi untuk membangunkan Salwa.

Umi pun melakukan hal yang sama pada Salwa. Salwa kemudian bangun, mereka pun mengambil wudhu. Mereka sholat tahajjud bersama. Selesai sholat, Salwa tiba-tiba memeluk Uminya sambil menangis. Umi pun tiba-tiba juga ikut menangis seperti Salwa, begitu juga Abi.

"Salwa sayang sama Umi, sama Abi. Salwa, Salwa, berat banget pisah sama Umi dan Abi. Salwa pasti kangen banget sama kalian. Salwa gak tau harus ngapain di sana tanpa Umi dan Abi. Salwa sayang sama Umi dan Abi." kata Salwa sesegukan.

"Iya Nak, Umi juga sayang sama Salwa. Di sana kan Salwa sama ibu Nak. Jadi, Salwa jangan takut ya sayang." kata Umi mencoba menenangkan Salwa.

"Iya Umi. Tapi, Salwa tetep berat pisah dari Umi dan Abi." kata Salwa.

Mereka semakin mempererat pelukan dengan tangisan penuh keharuan.

#

Keesokkan harinya, Umi dan Abi mengantar Salwa dan ibunya ke bandara. Sejak dari rumah hingga perjalanan menuju bandara dan sampai di bandara, Salwa tak pernah lepas dari pelukannya pada Umi. Ketika tiba saatnya untuk Salwa dan ibunya berangkat, Salwa langsung memeluk erat uminya.

"Umi. Salwa pergi." kata Salwa.

"Iya Nak. Hati-hati. Doa Umi selalu menyertaimu." kata Umi.

Kemudian, Salwa melepaskan pelukannya dari Umi dan memeluk Abi.

"Abi. Jangan lupain Salwa!" kata Salwa.

"Iya Nak. Pasti. Jaga diri baik-baik ya Nak." kata Abi.

"Iya, Bi" jawab Salwa.

Mba Laras memeluk Umi.

"Hati-hati Mba" kata Umi.

"Iya. Aku janji akan menjaga Salwa dan merawatnya sebaik mungkin, seperti kalian menjaganya selama ini. Terima kasih Aisyah, kamu telah berhasil mendidik anakku dan terima kasih kamu menyayanginya seperti anak kamu. Terima kasih." kata Mba Laras.

"Iya Mba" kata Umi.

Kemudian, Mba Laras memandang ke arah Abi.

"Ky, makasih banyak ya" kata Mba Laras.

"Iya Mba. Hati-hati." kata Abi.

"Iya" kata Mba Laras.

Salwa dan ibunya pun masuk ke dalam bandara, mata Salwa tak lepas dari memandang Umi dan Abinya. Hingga dia tak terlihat lagi oleh Abi dan Uminya. Umi meneteskan air mata begitu juga Abi.

Abi pun merangkul Umi dan membawanya masuk ke dalam mobil, kemudian pulang ke rumah.

END


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s