Langsung ke konten utama

Kamu Harus Jadi Milikku

 


Hi, nama aku Siqva. Aku masih kelas 2 SMA. Gak ada yang spesial dari aku, semuanya biasa aja kok. Hmm, oh iya, aku punya seorang teman, namanya Tevi. Dia juga biasa aja kok, kita berteman seperti kebiasaan orang banyak. Ngobrol, jalan, yah, gitu deh.

#

Bu Guru masuk ke dalam kelas diikuti oleh seorang siswa laki-laki.

"Anak-anak hari ini kita kedatangan murid baru. Silahkan perkenalkan nama kamu!" pinta Bu Guru kepada siswa yang mengikuti beliau tadi.

"Terima kasih Bu” ucapnya sopan.

Kemudian, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh kelas sebelum akhirnya mulai memperkenalkan dirinya.

“Perkenalkan, nama saya Rakas. Semoga kita bisa berteman baik. Terima kasih." ucap Rakas ditutup dengan senyum manisnya.

Rakas pun kemudian dipersilakan duduk oleh Bu Guru dan kemudian dia duduk disamping aku. Aku segera memindahkan tas yang berada di kursi kosong di sebelahku sambil menyambut senyuman manis yang diberikan oleh Rakas.

"Rakas" ucap Rakas sambil mengulurkan tangannya padaku.

"Siqva" balasku sembari menyambut uluran tangannya.

"Nama yang cantik, secantik orangnya" puji Rakas yang seketika membuatku tersipu.

"Loe bisa aja" candaku.

Rakas hanya merespon dengan senyuman tipis. Kemudian, pelajaran pun dimulai.

#

"Va, mau temenin gue ke kantin gak? Gue kan belum hafal banget sama sekolah ini." pinta Rakas saat bel istirahat berbunyi,

"Okey, tapi loe traktir gue ya" candaku kepada Rakas yang ternyata disambutnya dengan hangat.

"Apa sih yang enggak buat loe?" ucap Rakas yang sekali lagi membuatku salting.

"Gombal loe" ejekku padanya.

Rakas pun tertawa renyah menanggapi ucapanku barusan. Kami pun akhirnya jalan  ke kantin.

‘Ternyata, nih anak asik juga” batinku.

#

Semakin hari, aku semakin dekat sama Rakas. Dan ternyata, hobi kita juga sama, yaitu main basket. Ya udah deh, kita makin sering aja bareng-bareng.

Hari ini aku dan Rakas jalan ke mall.

"Va, loe udah punya pacar belum sih?" tanya Rakas tiba-tiba kepadaku.

"Gue? Ya belum lah. Kalo gue punya pacar, ngapain gue jalan sama loe?" jawabku to do point.

"Yah, kali aja loe LDR" kata Rakas membela diri.

"Ya enggak lah" kata ku.

Aku dan Rakas seru-seruan di mall. Mulai dari main di Timezone hingga makan siang di Cafe. Yang lebih menyenangkan lagi, Rakas membelikanku bantal bola basket lucu banget. Sehingga, membuatku secara tidak langsung berbunga-bunga.

#

Hmm, Rakas baik, lucu, asik, lumayan ganteng juga sih. Ikh, aku ngomong apaan sih? Jangan-jangan, aku jatuh cinta lagi sama dia? What? Tapi Rakas suka gak ya sama aku? Hmm, tau akh pusing aku. Mendingan sekarang aku tidur, besok kan aku harus sekolah, terus ketemu Rakas deh. Ups, hehe.

#

Sekarang perasaan itu mulai menggila, aku sekarang yakin kalo aku emang udah jatuh cinta sama Rakas dan aku harus berusaha untuk ngasih sinyal ke dia. Gak mungkin dong, aku nembak duluan?

Saat dilapangan, aku dan Rakas main basket bareng. Tapi gak tau kenapa, aku rasanya pengen liat muka dia mulu. Dan sepertinya Rakas menyadarinya.

Saat dipinggir lapangan,

"Loe kenapa sih Va?" tanya Rakas dengan raut wajah heran menatapku.

"Heh, kenapa apanya?" tanyaku balik, tak paham dengan maksud pertanyaan dari Rakas.

"Kayaknya loe ngeliatin gue terus dari tadi" kata Rakas yang membuatku tertohok.

"Oh ya?" ucapku pura-pura bodoh.

"He eh” kata Rakas mengangguk dengan pasti.

“Kenapa? Loe baru sadar kalo gue ganteng?” tanya Rakas membanggakan dirinya sambil tertawa.

“Atau jangan-jangan loe suka ya sama gue?" tanya Rakas menggodaku yang membuat ku seperti maling yang tertangkap basah.

"Menurut loe?” aku menjawab pertanyaan Rakas dengan bahasa yang ambigu untuk menutupi rasa malu.

“Oh ya nih, anduk buat loe, liat tuh keringat loe banyak banget" kata ku mengalihkan pembicaraan sambil menyodorkan handuk kepada Rakas.

"Kenapa gak sama minum nya sekalian sih? Nanggung tau anduk doang." ucap Rakas sambil menyambut handuk dariku.

"Nih" kata ku sambil mengeluarkan sebotol air dari tas dan memberikannya pada Rakas.

"Nah, gitu dong. Makasih cantik." goda Rakas dengan senyum jahilnya.

"Gombal loe" ucap ku padanya.

Hmm, Rakas kok nyeplos banget sih ngomong kayak gitu, dia serius gak sih? Entah lah.

#

Tevi tiba-tiba datang ke kelas dengan wajah sumringah.

"Siqva!!!" sapa Tevi.

"Ada apa?" tanya ku datar.

"Gue mau ngomong sama loe" ucap Tevi sambil tersenyum bahagia.

"Ngomong aja" kata ku padanya.

"Tau gak? Gue baru aja jadian sama Rakas." kata Tevi.

Aku terdiam sejenak saat mendengar perkataan Tevi barusan.

"Apa? Gak? Loe gak boleh jadian sama dia. Rakas milik gue, ngerti loe?" ucapku dengan nada tinggi dan penuh amarah serta kekecewaan kepada Tevi.

"Loe apa-apaan sih? Loe kan bukan siapa-siapanya Rakas. Inget ya! Loe cuma temennya Rakas, gak lebih. Punya hak apa loe bilang Rakas milik loe?" balas Tevi tak kalah sengit.

"Gue gak mau tau. Loe harus jauhin Rakas! Atau enggak, gue bakal bikin hidup loe ancur. Ngerti loe!" ancamku pada Tevi.

"Loe pikir gue takut? Gak!" ucap Tevi menantang ucapanku barusan.

"Oh, loe berani nantangin gue?" tanyaku pada Tevi.

"Kenapa enggak?" kata Tevi menantangku balik.

"Ok, loe liat apa yang bakal gue lakuin. Inget, loe pasti nyesel berurusan sama gue!" ucapku, kemudian aku beranjak pergi dari Tevi.

#

Pada jam istirahat, aku menaruh kecoa di dalam tas Tevi. Kemudian, Tevi kembali ke kelas bersama Rakas dan dia membuka tas nya,

"Aaaa!" jerit Tevi.

"Loe kenapa Vi?" tanya Rakas panik.

"Ada kecoa di tas gue!" ucap Tevi masih dengan wajah geli sekaligus jijik.

"Kok bisa Vi?" kata ku pura-pura prihatin saat melihat Tevi yang heboh karena melihat kecoa.

"Ini pasti ulah loe kan Va!" kata Tevi langsung menuduh ku dengan keyakinan 100%.

"Lho? Kok loe nuduh gue sih?" tanya ku pura-pura merasa terdzolimi.

"Vi, loe apa-apa an sih? Siqva gak mungkin lakuin ini, dia kan temen loe." ucap Rakas menenangkan Tevi.

"Itu dulu Rakas, sekarang enggak. Dia gak suka liat kita pacaran, makanya dia ngelakuin ini." kata Tevi mencoba menerangkan fakta sebenarnya tentang hubungan persahabatannya dan aku yang sudah rusak.

Setelah mendengar omongan dari Tevi, aku pun pura-pura memasang wajah sedih.

"Loe kok tega banget sih Vi fitnah gue, gue gak pernah lakuin itu, gue bahagia kok liat loe pacaran sama Rakas. Tapi kenapa loe fitnah gue kayak gini? Kalo loe emang gak mau gue deket sama Rakas, gue bakal jauhin dia kok. Tapi loe jangan fitnah gue kayak gini dong." ucapku melakukan pembelaan diri diiringi derai air mata palsu.

"Siqva, loe gak boleh ngomong kayak gitu” kata Rakas menegur Tevi.

“Udah ya, loe jangan nangis lagi" kata Rakas menenangkanku yang diiringi dengan wajah kesal dari Tevi.

"Tapi Ra?" aku mencoba menyela ucapan Rakas, tapi langsung terpotong dengan omongan Rakas.

"Tevi, loe minta maaf sama Siqva!" kata Rakas menyuruh Tevi.

"Gak, gila aja loe" kata Tevi menolak permintaan Rakas dengan tegas.

"Udah, gak papa kok" ucapku dengan nada yang masih pura-pura sedih.

"Tevi, sekali lagi gue minta loe minta maaf sama Siqva" kata Rakas menyuruh Tevi untuk meminta maaf kepadaku.

"Gak! Sampai kapan pun gue gak akan minta maaf sama dia." kata Tevi tak kalah sengit kepada Rakas dan ia pun langsung beranjak pergi.

"Tevi!" panggil Rakas sambil berteriak.

"Udah, gak papa kok" ucapku menenangkan Rakas.

"Maafin Tevi ya Va, gue nyusul dia dulu ya" kata Rakas.

Aku kemudian mengangguk dan Rakas pun beranjak pergi.

‘Peperangan baru dimulai Tevi. Rakas, kamu pasti jadi milikku’ batinku.

#

Kemudian, ketika  sedang berada di toilet, aku bertemu Tevi.

"Hi Tevi!" sapaku dengan senyum sumringah.

"Dasar iblis loe!" kata Tevi penuh amarah.

"Haha. Semua baru dimulai Tevi, loe liat aja apa yang selanjutnya yang akan gue lakuin." kataku memperingatkan Tevi.

"Gila loe" kata Tevi kepadaku.

Tevi kemudian beranjak keluar dari toilet. Aku menyusulnya, ternyata di luar ada Rakas. Aku kemudian mendapatkan ide briliant untuk berpura-pura kesakitan sambil memegang pipi sebelah kanan ku saat bertemu pandang dengan Rakas.

"Lho? Siqva loe kenapa?" tanya Rakas panik saat melihatku kesakitan sambil memegang pipi.

"Gue gak papa kok" ucapku seperti orang yang sedang tertekan.

"Gue tau, pasti ini ulah dari Tevi" kata Rakas menuduh Tevi tanpa basa-basi.

"Eh, kok loe nyalahin gue sih Beb? Dia tuh cuma pura-pura, loe gak usah terlalu percaya sama dia." kata Tevi membela diri.

"Tevi! Loe gak pantes ngomong kayak gitu." kata Rakas memperingatkan Tevi dengan nada tinggi.

Tevi yang sakit hati dan marah akan perkataan Rakas yang sudah tidak percaya lagi akan perkataannya, kemudian beranjak pergi.

"Siqva, sekali lagi gue minta maaf atas tingkahnya Tevi ke loe" kata Rakas kepadaku.

"Iya, gak papa kok" ucapku.

"Gue nyusul dia dulu ya" kata Rakas.

Aku menjawab perkataan Rakas dengan mengangguk dan Rakas kemudian beranjak pergi. Setelah kepergian mereka berdua, aku pun tersenyum penuh kemenangan. Tevi, dasar bodoh!

#

Aku sekarang berada di kantin, tepatnya di belakang Tevi dan Rakas. Kemudian, aku tanpa sengaja mendengar obrolan mereka berdua.

"Rakas, please loe percaya sama gue, Siqva itu mau ngancurin hubungan kita" kata Tevi mencoba untuk meyakinkan Rakas.

"Tevi, asal loe tau ya, gue tuh udah lama kenal sama dia, dia itu orang baik, gak pantes loe nuduh dia kayak gitu" kata Rakas membelaku.

"Kas, loe belum tau aja siapa dia sebenarnya" kata Tevi masih berusaha meyakinkan Rakas bahwa aku saat ini sudah berubah.

"Udah deh Vi, gue capek denger loe fitnah Siqva mulu" kata Rakas mulai kesal dengan omongan Tevi yang suka menjelek-jelekkan aku.

"Gue gak fitnah dia Rakas, ini kenyataan" ucap Tevi sungguh-sungguh penuh penekanan.

"Tevi, udah cukup. Lama-lama loe yang bakal ngerusak hubungan kita, bukan Siqva." kata Rakas mencoba menghentikan Tevi.

"Gue kecewa sama loe Kas, loe lebih percaya dia dibanding gue, gue cewek loe Kas, kenapa sih loe gak bisa percaya sama gue?" tanya Tevi dengan nada penuh kekecewaan pada Rakas.

"Tevi, udah, cukup, ok" pinta Rakas.

Tevi pun kemudian terdiam, sebelum keadaan semakin memanas. Meskipun, ia masih amat kesal dengan respon Rakas. Sedangkan aku tersenyum penuh kemenangan, karena Rakas lebih percaya padaku.

#

Sekarang, aku dan Tevi tinggal berdua di kelas.

"Loe masih mau lanjutin cerita ini?" tanya ku to do point pada Tevi.

"Maksud loe?" tanya Tevi memperjelas pertanyaanku sebelumnya.

"Yah, gue saranin sih loe mundur. Toh, Rakas juga lebih percaya gue tuh dibanding sama loe. Jadi, percuma loe jadi pacarnya dia. Atau jangan-jangan, loe cuma jadi batu loncatan dia doang karna sebenernya Rakas sukanya sama gue." kata ku pada Tevi.

"Jangan mimpi loe! Lagian gue kasian sama loe, loe itu udah kayak cewek gak laku, mau ngerebut cowok orang." kata Tevi menyindirku dengan kasar.

"Jaga mulut loe!" ucapku dengan penuh amarah pada Tevi.

Kemudian, Rakas tiba-tiba datang.

"Jadi, bener yang semua dibilang sama Tevi selama ini? Gue gak nyangka Siqva, loe bisa kayak gitu." kata Rakas dengan nada penuh kekecewaan padaku.

"Haha. Rakas sayang, asal loe tau, gue cinta banget sama loe. Tapi, kenapa loe harus milih dia? Loe gak tau kan, hati gue hancur saat gue tau loe pacaran sama dia." ucapku dengan nada putus asa pada Rakas.

"Tapi Va" kata Rakas mencoba menyela ucapan ku, tetapi aku hentikan.

"Ssttt, asal loe tau Rakas, gue gak pernah rela loe jadi milik orang lain. Loe itu harus jadi milik gue, loe harus jadi milik gue!" ucapku penuh penekanan pada Rakas.

"Siqva, tapi ini soal perasaan. Semua gak bisa dipaksain." kata Rakas mencoba memberikan pengertian padaku.

"Oh ya? Kalo gue bisa maksa loe gimana?" tanyaku menantang Rakas.

"Siqva, please, loe sadar. Masih banyak cowok di luar sana yang lebih baik dari gue dan juga cinta sama loe." kata Rakas mencoba menasehatiku.

"Gue mau nya loe Rakas! Gue mau loe!" ucapku sambil berteriak dengan nada putus asa.

Rakas kemudian melukku, perasaanku pun mulai tenang.

"Siqva, loe adalah sahabat terbaik gue, gue gak mau loe kayak gini, please, loe ikhlasin gue ya sama Tevi, gue mohon." kata Rakas lembut.

"Loe jahat Ra, loe tega, loe lebih milih Tevi dibanding gue. Gue sayang sama loe, gue cinta sama loe." ucapku sambil menangis dan memukul dada Rakas pelan, yang kemudian ditahan dengan Rakas menggunakan kedua tangannya.

"Gue tau Va. Tapi gue gak bisa bohongin perasaan gue, gue cinta sama Tevi. Gue mohon loe ikhlasin gue ya."  bujuk Rakas.

"Iya, demi loe" kata ku menyerah.

Rakas kemudian memelukku dengan erat.

"Thanks ya Va. Gue tau loe adalah sahabat terbaik gue." kata Rakas.

Aku kemudian melepaskan pelukanku dari Rakas. Lalu, Tevi memelukku.

"Maafin gue ya Va" kata Tevi penuh ketulusan.

"Gue yang harus minta maaf, loe bahagia ya sama dia" kata ku penuh penyesalan diiringi doa.

"Thanks. Loe pasti bisa dapetin yang terbaik." kata Tevi mendoakan ku.

"Pasti" ucapku penuh optimisme.

#

Akhirnya, aku memutuskan untuk merelakan mereka untuk bersama, dan aku juga memutuskan untuk pindah sekolah mengikuti kedua orang tua ku yang dipindah tugaskan ke luar kota. Semoga kalian bahagia. Maafkan aku.

END


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s