Langsung ke konten utama

YANG KEDUA

 


Hi!!! Nama aku Arshiya, siswi kelas 1 SMA. Aku sekarang lagi naksir seorang cowok, namanya Zega. Dia teman satu ekskul aku, karate. Dia tinggi, putih, cakep, hmm baik dan juga friendly.

Aku lumayan deket sama dia, yah walaupun hanya sebatas teman, aku udah cukup puas kok. Oh ya, aku juga punya seorang sahabat, namanya Misya. Misya anaknya baik, cantik, dan ceria banget. Aku kenal dia sejak pertama masuk SMA.

#

Aku sedang bersiap-siap untuk pergi ke tempat ekskul karate. Saat aku keluar kamar, Mama heran melihat ku.

"Kamu mau kemana Shi?" tanya Mama.

"Ekskul Ma" jawabku.

"Bukannya hari ini libur ya?" Mama mengingatkan.

"Ada latihan tambahan Ma, persiapan lomba. Arshiya pamit ya Ma, udah telat nih." kata ku.

"Iya, hati-hati" ujar Mama.

Aku pun menyalam tangan Mama dan bergegas pergi.

#

Aku berlari menuju ruang latihan. Sesampainya disana, aku melihat semua orang sudah pada ngumpul. Aku bergegas masuk dan bergabung dengan yang lain.

"Telat ya?" sebuah suara mengagetkanku.

Saat aku menoleh ke sumber suara itu, ternyata suara Zega.

"Ah iya, hehe" aku menjawab pertanyaannya sambil cengengesan, karena kepergok telat.

Kemudian, fokus ku beralih pada arahan dari pelatih hingga selesai. Berikutnya, kami mulai latihan. Setelah satu jam berlalu, latihan pun selesai dan barisan dibubarkan. Aku kemudian berjalan ke arah tas ku dan mengambil sebotol air mineral di dalamnya. Ketika aku sedang merogoh-rogoh isi tas mencari handuk, tiba-tiba Zega muncul.

"Nyari apa sih?" tanya Zega penasaran.

"Handuk gue" jawabku.

"Nih" ujar Zega sambil mengulurkan handuk nya ke arahku.

Aku seketika terpaku dan dia mengejutkanku.

"Hey, kok malah bengong" kata Zega.

"Ah iya, gak usah, makasih" ucapku menolak tawaran Zega.

"Udah gak papa, ambil aja, gue tadi gak sengaja kebawa 2 handuk. Ayo ambil!" suruhnya.

Karena gak enak untuk menolak lagi, aku pun mengambilnya.

"Thanks" ujarku.

Zega pun tersenyum dan kemudian duduk disampingku.

"Besok gue balikin ya handuk loe" ucapku membuka obrolan.

"Udah ambil aja. Gue banyak kok di rumah. Eh, siang-siang gini singgah di cafe ice cream enak kali ya." kata Zega.

"Kalo singgah doang mana enak, makan ice cream nya baru enak" ujarku membalas perkataannya.

"Haha, loe bisa aja. Kalo gitu, loe temenin gue ya." ajak Zega.

"Ha?" ucapku spontan, karena terkejut dengan ajakannya.

"Kenapa? Loe ada urusan ya?" tanya Zega heran dengan respon ku yang cukup kaget setelah mendengar ajakannya.

"Ah enggak" jawabku cepat.

"Ya udah. Gak ada alasan dong nolak ajakan gue." kata Zega.

Aku pun tersenyum mendengar perkataan Zega yang seperti tampak memaksa. Tapi, untuk paksaan yang satu ini, bikin aku happy. Seperti ada kupu-kupu yang terbang di hatiku.

#

Aku dan Zega akhirnya pergi ke cafe ice cream berdua. Hmm, mimpi apa sih aku semalem? Bisa makan ice cream berdua dengan Zega. Hehe.

"Thanks ya Ga" ucapku saat Zega memberikan ice cream tersebut kepadaku.

"Iya" balasnya.

Ketika kami sedang asik menikmati ice cream berdua sambil bercengkrama, tiba-tiba ada suara dari belakang ku.

"Shiya? Loe di sini?" suara tersebut masuk ke telinga ku dan ketika aku menoleh, ternyata itu adalah suara Misya.

"Eh Sya, loe di sini juga?" tanyaku balik kepada Misya.

"Kebetulan banget ya kita ketemu" Misya mengangguk dan terlihat happy karena secara tidak sengaja bisa bertemu denganku.

"Ah iya" jawabku kikuk.

"Siapa tuh cowok?" bisik Misya sambil melihat ke arah Zega.

"Oh iya, Zega kenalin ini temen gue Misya" ujarku memperkenalkan mereka berdua.

"Hy, Misya" Misya mengulurkan tangan dan Zega pun menyambut nya.

"Zega" balas Zega memperkenalkan diri.

"Gue pergi dulu ya, buru-buru, bye" ujar Misya kemudia bergegas pergi.

"Bye" ucapku.

Misya pun beranjak pergi. Aku melanjutkan memakan ice cream bersama Zega. Setelah makan, Zega ingin mengantar ku pulang. Namun aku menolaknya, tapi Zega tetap kekeh mau mengantar ku pulang. Akhirnya, aku pun mengiyakan.

#

Ketika hendak tidur, tiba-tiba hp ku berdering. Saat aku menatap layarnya, ternyata panggilan telepon dari Misya. Aku pun segera menjawabnya.

"Halo" sapaku.

"Halo Shi" suara Misya menyahut di seberang sana.

"Kenapa Sya? Kok malem-malem nelpon sih? Gue mau tidur tau." ujarku sambil menguap.

"Ikh jangan dulu, gue mau ngomong sesuatu sama loe" Misya merengek.

"Besok aja kenapa sih?" ucapku tak ingin melanjutkan obrolan ini.

"Ikh gak bisa, loe mau gue gak bisa tidur?" tanya Misya.

"Ya udah, cepet, loe mau ngomong apa? Gue ngantuk nih. Huaaaa !" tanyaku padanya sambil menguap untuk kesekian kalinya.

"Gue jatuh cinta sama Zega" kata Misya cepat.

Aku terkejut akan pengakuan Misya barusan. Seketika mata ku yang tadinya mengantuk seakan kehilangan rasa kantuk nya. Langit bener-bener runtuh di hadapan ku saat itu.

"Loe mau kan tolongin gue buat deket sama dia? Please Shi, gue bener-bener jatuh cinta sama dia, wajah dia nari-nari terus di kepala gue." pinta Misya.

Aku hanya terpaku dibalik ponsel ku, mulut ku rasanya kaku. Air mata tiba-tiba mengalir di pipi secara lembut.

"Shi, kok loe diem? Loe gak tidur kan?" tanya Misya menyadarkan lamunan ku.

Aku pun bergegas menghapus air mata di pipiku.

"Ah enggak kok, tenang aja, gue pasti bantu loe" ucapku dengan memaksakan nada seceria mungkin, meski pedih rasanya mengatakan itu semua.

"Makasih Shiya, loe emang sahabat terbaik gue" ujar Misya penuh suka cita.

"Gue tidur ya Sya" kata ku ingin segera mengakhiri obrolan menyakitkan ini.

"Oh ya udah deh" ujar Misya tanpa perlawanan.

Aku langsung memutuskan sambungan telepon dan air mata ku kembali mengalir. Oh Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Apakah aku harus merelakan Zega untuk Misya? Apakah aku sanggup? Entahlah.

Aku bingung apa yang harus ku lakukan? Kenyataan yang sangat pahit, sahabat ku mencintai orang yang aku cinta. Menyakitkan. Sungguh menyakitkan. Aku pun mencoba memejamkan mata ku di atas semua perih ini.

#

Di kelas aku mendadak membeku, mengingat perkataan Misya tadi malam, air mata ini rasanya ingin mengalir, tapi sekuat tenaga ku tahan. Misya menghampiri ku dengan wajah bahagia.

"Hy Shi" sapanya dengan senyum yang sumringah.

"Hy" balasku dengan memaksakan sebuah senyuman, mencoba menyembunyikan rasa sedih ku.

"Oh ya Shi, loe hari ini latihan gak?" tanya Misya.

"Enggak, emang kenapa?" tanyaku balik.

"Yah, kalo loe latihan gue mau ikut, gue mau ketemu sama Zega. Loe punya nomer hp nya?" tanya Misya super agresif.

"Punya" jawabku singkat.

"Gue minta dong, please" pintanya.

Aku pun terpaksa memberikan nomer hp Zega pada Misya. Entah kenapa, hati kecil ku berharap agar Zega tidak mencintai Misya, melainkan mencintai ku. Tapi, apakah aku sanggup bahagia di atas penderitaan sahabat ku sendiri? Apakah aku sanggup melakukan itu semua?

Aku kemudian memejamkan mata dan mulai menenangkan diri ku sendiri di balik lipatan tanganku sambil menunggu bel masuk berbunyi dan membiarkan Misya sibuk dengan ponselnya.

#

Beberapa hari kemudian, ternyata harapanku salah, Misya dan Zega semakin dekat, dan itu sungguh menyakitkan bagi ku. Andai kamu bukan sahabat ku Sya, aku pasti akan merampasnya dari tangan kamu. Aku begitu teramat sakit dengan semua ini.

Aku merenung sendiri di kelas dan Misya tiba-tiba datang mengagetkan ku.

"Shi" panggilnya.

"Ah, iya Sya" jawabku.

"Aku udah jadian sama Zega" kata Misya dengan raut wajah yang sangat bahagia.

Aku pun terpaku mendengar ucapan Misya tersebut. Lengkap sudah penderitaan ku, ingin rasanya aku menutup kedua telinga ku dan berlari sejauh mungkin. Kemudian berkata, aku gak mau mendengarnya.

"Shi, kok loe bengong?" tanya Misya menarikku ke alam nyata.

"Selamat ya Sya" itulah kalimat yang akhirnya keluar dari mulutku dengan seulas senyum yang lagi-lagi dipaksakan.

"Thanks. Oh ya, entar malam gue dan Zega mau ngajak loe makan bareng. Yah, itung-itung bagi-bagi kebahagiaan. Loe mau ya, please." pinta Misya.

"Oke" lagi-lagi aku tidak bisa menolak permintaan Misya dan hanya bisa mengiyakannya saja.

"Entar malam gue jemput" kata Misya.

Oh Tuhan, apa lagi ini? Aku harus menyaksikan mereka bermesraan di depan mata ku. Tuhan aku gak sanggup.

#

Malam ini, aku, Misya, dan Zega makan bareng. Mereka benar-benar serasi. Dan aku hanya bisa menikmati kebahagiaan mereka dengan rasa perih di hati ku.

#

Udah hampir sebulan Misya dan Zega pacaran. Dan aku udah mulai terbiasa dengan perasaan ku. Di tempat latihan karate, Misya menunggu Zega di sudut ruangan. Saat latihan selesai, Zega menghampiri Misya.

Misya dengan lembut menempelkan handuk ke wajah Zega yang berkeringat. Entah kenapa hati ku teriris, air mata ini ingin terjatuh. Aku pun bergegas berlari ke toilet dan menangis di sana.

"Bodoh! Kenapa sih gue selemah ini? Cowok masih banyak. Kenapa gue selalu rapuh saat melihat kemesraan mereka? Kenapa? Gue benci keadaan ini, gue benci." ucapku merutuki diri sendiri sambil menangis.

Ketika sudah mulai tenang, aku keluar dan mencuci wajah. Saat yakin aku sudah benar-benar tenang, aku keluar dari toilet. Namun, tiba-tiba seseorang mengagetkan ku, yang ternyata adalah Zega,

"Shiya, loe kenapa?" tanya dia ketika melihat mataku yang agak sembab.

"Gue gak papa kok" jawabku.

"Loe gak usah bohong sama gue, please bilang, loe kenapa?" tanya Zega sekali lagi.

"Gue gak papa" jawabku sekali lagi dengan nada yang lebih tinggi dari sebelumnya.

"Oke, kalo loe tetap gak mau bilang. Shi, gue cinta sama loe.” kata Zega tiba-tiba yang membuatku tercengang.

"Apa? Loe gila?" kataku padanya.

"Iya, gue emang gila Shi, dan bodohnya gue baru menyadari nya sekarang, kalo gue mencintai loe" ujar Zega.

"Gak, itu gak mungkin, loe cuma bercanda kan?" tanyaku pada Zega.

"Gue serius Shi, gue mau loe jadi cewek gue." kata Zega sungguh-sungguh.

"Misya?" tanyaku.

"Gue akan mutusin dia" kata Zega.

"Loe pikir gue sanggup untuk melakukan itu semua? Gak. Ini gila." ujarku.

"Shi, loe cinta kan sama gue? Gue tau selama ini loe sakit kan setiap melihat gue bersama Misya?" kata Zega yang ternyata selama ini memperhatikan gerak-gerikku.

"Tapi gue lebih sakit lagi kalo suatu saat Misya menganggap gue pengkhianat" balasku.

"Terus, loe mau tetap kayak gini? Menderita di atas kebahagiaan sahabat loe? Dan loe juga tega membiarkan gue berpura-pura mencintai sahabat loe?" tanya Zega.

"Kenapa sih, keputusan loe kasih di tangan gue? Gue udah cukup menderita dengan semua ini." ujarku penuh emosi pada Zega.

Zega menarik ku ke dalam pelukan nya. Dan aku pun menangis histeris.

"Please, gue mohon, jangan tolak gue Shi. Gue janji akan bahagiain loe dan membawa loe keluar dari keadaan ini." ucap Zega.

Aku kemudian melepaskan pelukan nya.

"Gak, gue gak bisa nyakitin hati sahabat gue sendiri" ujarku kemudian.

"Please, stop mikirin perasaan orang lain. Pikirin kebahagiaan loe, kebahagiaan kita." pinta Zega.

"Tapi Ga" aku tidak setuju dengan permintaan Zega.

"Loe cinta kan sama gue?" tanya Zega.

"Tapi" jawabku ragu.

"Loe cinta kan sama gue?" tanya Zega sekali lagi.

"Gue cinta Ga sama loe, sangat" akhirnya aku mengungkapkan perasaanku.

"Cuma itu yang gue mau dengar dari loe. Loe jangan khawatir. Semua ini pasti baik-baik aja." kata Zega meyakinkanku.

Zega pun menggenggam erat tangan ku dan kembali menarik ku ke dalam pelukan nya.

#

Aku gak nyangka, Zega akan berkata seperti itu. Setelah kejadian itu, aku dan Zega menjalin hubungan secara diam-diam di belakang Misya.

Tapi, sebenarnya aku masih takut, takut suatu saat Misya mengetahui semuanya. Tapi jujur, aku benar-benar nyaman saat di dekat Zega. Perhatian nya sungguh selalu membuat ku gak mau kehilangan dia.

Hari ini, Zega mengajak ku jalan ke danau, dan pastinya tanpa sepengetahuan Misya. Kami duduk di tepi danau dan aku menyandarkan kepala ku di pundak nya.

"Ga, gue ngerasa, gue adalah sahabat yang paling jahat sedunia. Karna gue sekarang sedang menjalin kasih dengan pacar sahabat gue sendiri. Rasanya gue pengen nyerah Ga. Gue gak sanggup terus-terusan kayak gini." keluhku padanya.

Air mata ku pun tiba-tiba mengalir dan jatuh tepat di telapak tangan Zega.

"Kok loe nangis? Please, jangan nyerah. Kita lewatin ini semua berdua, gue mohon." pinta Zega sambil menyeka air mata yang mengalir di pipiku.

Zega kemudian menggenggam erat tangan ku.

"Kenapa sih Ga? Harus gue yang ada di posisi ini? Kenapa gak orang lain aja? Kenapa kisah cinta gue sepahit ini?" tanyaku padanya.

"Loe sabar ya sayang, keadaan tidak menyenangkan ini pasti berakhir. Gue janji." kata Zega.

"Tapi gue takut Ga, gue gak sanggup melihat reaksi Misya nanti" ujarku penuh kekhawatiran.

"Loe percaya sama gue, semua pasti bakal baik-baik aja" kata Zega meyakinkanku.

"Semoga" ucapku sambil berharap itu benar.

#

Hari ini Zega mengatakan akan memutuskan hubungan nya dengan Misya melalui telepon. Tapi aku menahan nya.

"Kenapa Shi?" tanya Zega.

"Gue gak sanggup Ga" kata ku.

"Tapi gue harus melakukan ini, demi kebahagiaan kita" kata Zega.

"Tapi Ga, gue udah mutusin sesuatu" ujarku.

"Apa?" tanya Zega.

"Gue memutuskan untuk mengalah, gue gak bakal sanggup melihat Misya hancur Ga" jawabku.

"Gak, gue gak setuju dengan keputusan loe. Bagaimana pun juga, gue akan tetap mutusin Misya." ujar Zega yang sudah bulat dengan keputusannya.

"Ga!" aku menaikkan nada bicara ku.

"Terserah ya Shi, gue udah muak dengan keadaan ini." ujar Zega yang kemudian bergegas memutuskan sambungan telepon.

Dan aku hanya terpaku memandang layar ponselku sambil berdoa akan kebaikan Misya.

#

Di kamar perasaan ku bener-bener gak karuan. Beribu pertanyaan menari-nari di kepala ku. Tiba-tiba, Mama mengetuk pintu kamar ku, aku pun bergegas membukanya.

"Ada apa Ma?" tanyaku.

"Ada Misya di depan" jawab Mama.

"Misya?" tanyaku.

"Iya. Cepet temuin sana! Kasian dia. Sepertinya dia ada masalah." ujar Mama.

Aku pun bergegas menemui Misya di depan pintu. Ternyata benar saja, Misya terlihat berurai air mata. Saat aku menghampirinya, dia langsung memeluk ku dengan erat.

"Loe kenapa Sya?" tanyaku.

Dia terus saja menangis. Aku pun membawa nya ke kamar.

"Loe kenapa?" tanyaku sekali lagi dengan perlahan.

"Zega. Zega mutusin gue, Shi. Padahal gue masih cinta banget sama dia." ujar Misya sambil menangis tersedu-sedu.

"Sabar ya Sya, semua pasti ada hikmah nya" ujarku mencoba menenangkannya.

"Tapi gue gak mau pisah sama dia, Shi. Gue gak bisa." kata Misya kembali menangis.

"Udah dong, loe jangan nangis lagi" ujarku pada Misya.

Tetapi, Misya masih saja menangis. Aku gak sanggup, Aku benar-benar merasa menjadi manusia paling munafik saat ini.

#

Seminggu setelah kejadian itu, Misya sudah terlihat tenang. Zega gak henti-henti nya menghubungi ku. Tapi aku selalu memintanya untuk menjauh dari ku demi menjaga perasaan Misya. Tetapi tetap saja dia menghubungi ku.

Sebenernya aku rindu saat-saat bersama dengan Zega, tapi karna keadaan Misya yang lagi hancur, aku harus terus menemani nya.

#

Beberapa hari kemudian, aku dan Zega janjian dinner di sebuah restoran. Aku datang lebih dulu darinya dan menunggu di meja yang telah ia booking sebelumnya. Kemudian, Zega pun akhirnya datang.

Ia berjalan santai sambil tersenyum ke arah ku.

"Hy Shi" sapanya ketika sampai di meja kami.

"Hy Ga" jawabku.

"Udah lama ya nunggu nya?" tanya Zega.

"Ah enggak, gue juga baru dateng kok" jawabku.

"Loe cantik banget malam ini" puji Zega setelah memperhatikan penampilanku.

"Thanks" ucapku sambil tersenyum.

"Akhirnya, kita bisa bersatu kembali. Gue bahagia banget Shi." kata Zega.

"Gue juga, semoga kita bisa bersama untuk selama nya ya." harapku.

"Semoga" ucap Zega sambil tersenyum.

Zega kemudian meraih tangan kananku dan menciumnya lembut. Kami melewati malam ini dengan indah, dengan perasaan yang sangat bahagia. Terima kasih Tuhan.

#

Aku dan Zega hidup dengan bahagia, gak ada lagi hal yang bisa memisahkan kami. Misya pindah keluar negeri mengikuti keluarganya. Aku berharap dia selalu bahagia di sana.

END


Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s