Langsung ke konten utama

Finally, We Meet


Pernahkah kamu mencintai seseorang yang teramat sulit untuk kau miliki? Entah itu karena status sosialnya, fisiknya, tingkat kepintarannya, dan lain sebagainya. Memang terasa serba mustahil rasanya.

Tapi, bukankah cinta tak pernah salah?

Dan aku yakin, Tuhan punya rencana ketika Dia menitipkan rasa cinta ini kepadaku. Ada rahasia indah yang mempengaruhi jalan hidupku dari rasa yang tumbuh ini. Meski tampak mustahil dan tak masuk akal.

Namun, cinta memang tak harus memiliki bukan?

Mungkin Tuhan sedang mengajarkan aku bagaimana caranya untuk sabar, agar aku mengerti bahwa yang aku inginkan tak selalu harus ku dapatkan. Atau mungkin juga Tuhan menghadirkan dia hanya sebagai tempatku untuk menggantungkan harapan hidup.

Apapun rencana Tuhan perihal rasa cintaku kepadanya, aku berterima kasih. Meskipun tak pernah ada takdir yang bisa mempertemukan kami berdua di dunia nyata, tapi aku yakin Tuhan punya rencana yang lebih indah di masa depan nanti.

Walaupun aku tak tahu apa rencana itu. Namun, aku yakin, Tuhan selalu memberikan apa yang aku butuhkan dan yang terbaik untukku.

#

Sekarang, di sinilah aku, masih sibuk mencintai seseorang yang bahkan tidak pernah peduli, aku ada atau tidak ada di dunia ini.

Namanya Savir, seorang aktor, musisi, pernah jadi host juga. Aku mengenalnya saat berusia sekitar 11 atau 12 tahun, tepatnya ketika aku duduk di kelas 6 SD.

Lucu ya? Anak SD udah ribet sama masalah cinta-cintaan. Ya, itulah aku, dewasa terlalu cepat oleh keadaan.

Tentunya hal ini tak terjadi tanpa alasan. Aku hidup di keluarga yang isinya orang dewasa semua. Bahkan, saudara yang lahir sebelum aku memiliki selisih umur 10 tahun denganku.

Jadi, bukan hal yang tabu bagiku perihal cinta-cintaan. Apalagi aku sering melihat kakak ku yang sibuk gonta-ganti pacar, dikasih pacarnya hadiah ABCD, kadang pacarnya juga caper sama aku.

Karena itulah, kehidupan percintaan bukan hal asing untukku. Meskipun, aku tak pernah merasakan seperti apa pacaran itu sesungguhnya.

Dulu, beberapa tahun yang lalu, aku pernah menjalin kasih dengan seseorang, tapi via virtual. Dan rasanya, biasa saja bagiku. Aku merasakan senang karena ngobrol sama dia, khawatir saat dia tidak ada kabar, rindu kalo gak chattingan sama dia. Just it!

Setelah satu minggu menjalin hubungan, aku pun memutuskan untuk mundur. Karena aku merasa hubungan itu terasa tidak realistis dan tidak ada masa depan. Finally, kami pun berakhir dan kembali ke kehidupan masing-masing.

Kalo kalian tanya bagaimana kabar dia sekarang? I’m never know. Bisa jadi dia sudah punya istri dan anak. Aku gak peduli dan gak mau tahu.

#

Kembali ke kisah cinta sepihak aku dengan Savir. Setelah bertahun-tahun mencintai secara sepihak, aku akhirnya berpikir untuk realistis. Aku mulai menarik diriku sendiri untuk balik ke dunia nyata dan membuat diriku sadar bahwa cintaku sama dia gak akan bisa jadi kisah cinta Fairytale.

Dalam proses itu, aku mencoba untuk membuka hati. Mencoba untuk membiarkan cinta yang lain masuk. Naasnya, kisahnya tak jauh beda. Ketika aku membiarkan diriku jatuh kepada seseorang yang pada kenyataannya bisa ku sentuh. Aku tetap tak bisa memilikinya.

Kadang aku berpikir, sesuram itukah kehidupan cintaku? Atau mungkin memang Tuhan tak pernah menuliskan takdir kisah cinta yang indah untukku. Karena aku selalu jatuh cinta pada orang yang tak bisa membalas perasaanku kepadanya.

Dan anehnya, ketika ada pria yang mendekatiku, akunya yang tidak tertarik. Seperti Cupid yang sengaja untuk salah sasaran membidik panah cintanya. Seolah aku memang tak pernah diizinkan untuk memiliki kisah cinta yang romantis.

#

Tibalah aku di masa quarter life. Dimana satu persatu teman sekolahku, teman satu kampus, bahkan rekan kerjaku menikah dan memiliki anak. Sedangkan aku, kembali ke titik awal, masih menjalankan cinta sepihak dengan Savir.

Jangankan kalian, bahkan aku tidak mengerti dengan diriku sendiri. Satu persatu orang terdekatku mulai menanyakan aku kapan punya pacar, udah ada calon atau belum, kapan nikah?

Bahkan, mereka kerap menjodohkan aku dengan si ABCD. Sedangkan hasratku untuk memiliki hubungan dengan pria semakin menipis. Namun, anehnya berbanding terbalik dengan rasa cintaku terhadap Savir yang kian meningkat.

Bagiku, mencintai Savir adalah solusi. Cara terbaik untuk menutup hati. Agar tak ada pria lain yang masuk ke hidupku lagi. Jadi, aku hanya cukup mencintainya dan aku akan baik-baik saja.

Aku tidak perlu berharap dia akan membalas cintaku, karena itu adalah hal yang sangat mustahil. Aku tetap bisa mencintainya sepuas hatiku tanpa ada satupun orang yang melarangku. Aku selalu bisa melihatnya dari kejauhan, mengamati setiap aktivitasnya tanpa harus aku menghubunginya, karena dia seorang public figure.

Karena kondisi dan fakta-fakta tersebut, aku meyakini bahwa aku tetap bisa hidup dengan baik bersama rasa cintaku pada Savir. Setidaknya, itulah yang aku yakini saat ini.

Keyakinan itu bukanlah tanpa alasan. Jadi, dulu, ketika aku duduk di bangku SMP tingkat akhir. Pamanku, yakni adik dari ibuku tiba-tiba datang berkunjung ke rumah bersama anak lelakinya.

Lalu, ketika mereka pulang, ibu dan ayahku mulai membicarakan hal yang cukup serius.

“Alaara, sebenarnya Paman dan sepupu kamu kesini ada maksud khusus. Paman kamu bilang, ia mau melamar kamu untuk menjadi istri dari anaknya. Ya, ayah serahkan keputusan sepenuhnya sama kamu. Tapi kalo kamu tanya pendapat ayah. Ayah tidak keberatan jika kamu menikah dengannya. Toh, dia bukan orang lain, masih keluarga terdekat kita, dan ayah tidak khawatir menitipkan kamu kepadanya. Tapi, ayah tidak memaksa, semua keputusan ada di tangan kamu.” kata ayah.

Mendengar perkataan dari ayah, hatiku teriris. Di pikiranku saat itu dipenuhi dengan wajah Savir dan harapan aku untuk bisa bersamanya. Tanpa bisa berucap sepatah kata pun sambil diiringi bulir-bulir air mata, aku melangkah menuju kamarku dan menangis dalam bisu.

Di depan pintu terdengar kembali sayup-sayup suara ayah.

“Kami tidak memaksa Ara, jika memang Ara tidak mau menikah dengannya. Itu hak Ara untuk menolak.” ucap ayah.

Aku masih menangis sambil merutuki ucapan ayah yang bagiku seperti telah putus asa untuk menyekolahkan aku ke bangku SMA. Aku paham kondisi ekonomi keluarga kami tak sebagus orang lain yang berkecukupan. Tapi, haruskah ayah menyampaikan lamaran itu.

Apakah ia tak mau melihatku melanjutkan sekolahku ke jenjang SMA? Aku merasa sia-sia selama ini belajar dengan keras, mendapatkan nilai yang bagus. Tak bisakah ia melihat kesungguhan aku untuk bisa mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi?

Dan yang terakhir, betapa teganya ayahku untuk membuat aku harus berpikir untuk berhenti mencintai Savir, karena seseorang yang bahkan tak pernah aku cintai sedikitpun. Bagaimana bisa aku menikah saat kepala dan hatiku dipenuhi oleh Savir? Rumah tangga seperti apa yang akan aku bangun bersamanya? Rumah tangga penuh penyesalan?

#

Karena aku yang memilih bungkam perihal lamaran tersebut, akhirnya ayah dan ibuku mengambil kesimpulan bahwa aku menolak untuk menikah.

Beberapa waktu kemudian, kakak ku yang berada diluar kota, awalnya niatnya bercanda menawariku untuk melanjutkan sekolah di sana. Tanpa pikir panjang, aku pun menganggap tawaran itu serius. Karena bagiku kota tempat tinggalnya sekarang cukup maju dan aku seperti bisa melihat masa depan yang lebih baik untukku.

Meskipun tampaknya berat hati dan berat diongkos, kakak ku pun setuju membiayai aku sekolah di sana. Walaupun perjalanan hidup tak semulus cerita dongeng atau khayalan. Ya, selama aku hidup bersama kakak ku, selalu ada saja konflik, drama, egoisme, air mata, amarah. Tapi bagiku itu wajar, itulah realita hidup.

Namun, meskipun banyak lika-liku yang membuatku berkali-kali jatuh, kemudian bangkit lagi. Begitu saja berulang kali terjadi. Tapi, akhirnya aku mampu untuk menyelesaikan pendidikanku di perguruan tinggi. Setidaknya, tingkat pendidikan aku dan Savir setara. Walaupun, strata sosial kami berbeda.

Jadi, itulah maksudku tentang Savir yang bisa membuatku bertahan hidup hingga saat ini. Meskipun dia selalu mengabaikan usahaku untuk menyentuhnya secara digital. Walau kesal, tapi aku tetap saja mencintainya. Dasar aku!

#

Ok, fyi, aku dan Savir itu seumuran. Jadi, di umur yang hampir kepala 3, muncullah pemikiran yang dulunya tak terpikirkan di dalam otakku. Mungkin, tidak akan ada larangan bagiku untuk mencintai Savir sebesar apa pun aku mau dan selama yang aku bisa.

Tapi, bagaimana jika suatu hari nanti Savir meninggal dan bagaimana jika suatu hari nanti dia menikah dengan perempuan lain? Bagaimana denganku?

Jujur saja, aku tidak pernah berharap Savir untuk tidak menikah seumur hidupnya. Karena, aku ingin melihatnya bahagia, meskipun bukan aku yang mendampinginya. Bahkan, rasa untuk memiliki Savir sudah mulai perlahan luntur dari diriku. Dan aku hanya ingin mencintainya saja.

Namun, yang menjadi beban pikiranku adalah bagaimana kalau nanti dia meninggal? Apakah aku akan baik-baik saja? Apakah aku masih bisa mencintai orang yang sudah meninggal? Dan bagaimana aku melanjutkan hidup? Karena selama ini hidupku dipenuhi dengan gambaran dirinya. Aku bahkan selalu menantikan postingan terbarunya.

Bagaimana jika dia meninggal? Postingan media sosial siapa yang akan aku tunggu lagi? Mungkinkah aku bisa mencintai public figure lain selain dia? Jawabannya, aku tidak tahu.

Tetapi, bagaimana jika Savir menikah? Apakah aku masih boleh mencintai suami orang? Apa gak dosa mencintai suami orang? Dan apakah aku bisa berhenti mencintainya? Dan, aku tetap tidak tahu jawabannya.

Ketika memikirkan hal tersebut, terlintaslah di dalam benakku. Mungkin semuanya akan terasa lebih mudah, jika aku yang meninggal duluan. Selesai, semuanya selesai.

#

“Ra, kamu jadikan besok pulang?” tanya ibu diseberang telepon.

Dengan kondisi ponsel yang aku letakkan di atas meja sambil sibuk mengemas barang, aku menjawab pertanyaan dari ibu.

“Jadi kok bu, ini lagi kemas-kemas barang kok. Besok pesawatnya pagi.” jawabku.

“Ok deh kalo gitu. Kamu hati-hati ya.” kata ibu.

“Iya bu” jawabku sambil memutuskan sambungan telepon dan kembali sibuk mengemas barang-barang dan membersihkan kamar kost tercintaku ini.

Aduh, sebenernya aku udah betah banget sih di kostan ini. Tempatnya adem, luas, aku bebas ngapain aja, harga sewanya juga murah. Tapi ya, mau gimana lagi? Ibu udah sibuk ngerengek nyuruh pulang. Mau gak mau deh.

#

Keesokan paginya aku pun pergi ke bandara menggunakan taksi online. Setelah checkin, terus nunggu jadwal terbang sambil makan nasi goreng, tibalah saatnya aku masuk ke dalam pesawat.

Awalnya semua tampak baik-baik saja, pesawat take off dengan mulus, di 10 menit pertama tidak ada apa pun yang terjadi. Namun, 5 menit kemudian, keadaan berbalik 180 derajat.

Tiba-tiba alarm bahaya di pesawat berbunyi, terdengar benturan badan pesawat yang terhantam awan, lalu perlahan muncul percikan api dari sayap pesawat. Aku yang awalnya tertidur santai mendadak panik dan bingung akan kondisi yang terjadi saat ini.

Pramugari sibuk membantu para penumpang untuk menggunakan masker dan pelampung darurat. Kemudian dalam sekejap terdengar suara ledakan yang memekakan di telinga. DUARRR. Lalu, suasana mendadak senyap.

Aku kemudian, membuka mata secara perlahan dan merasakan tubuh yang teramat ringan. Namun, hal yang mengejutkan adalah sosok wajah yang ada di depanku. Savir.

#

30 menit sebelum kejadian......

“Vir, lo dimana sih? 20 menit lagi kita manggung, lo dimana?” tanya Alaska di seberang telepon dengan nada panik bercampur emosi.

“Iya, sorry. Gue lupa pagi ini kita ada jadwal. Kesiangan gue. Gue usahain secepatnya sampe sana. Ok.” ujarku dengan nafas memburu.

“Ya udah, cepetan lo” suruh Alaska dengan nada kesal.

“Iya, iya” jawabku.

Aku pun segera naik ke atas motor dan melaju cepat dijalanan menuju tempat kami manggung sambil memburu waktu. Akibat terlalu fokus untuk sampai tepat waktu, di perempatan jalan, aku tidak menyadari ada mobil yang melaju kencang dari arah samping kananku.

Alhasil, tanpa bisa menghindar dan mobil itu pun tak bisa lagi mengerem. Bagian depan mobil menghantam bagian sisi kanan motor dan tubuhku pun terpental ke aspal, lalu terlindas oleh mobil lain yang datang dari arah depan.

Suasana pun mendadak hening. Aku tidak mendengar suara apa pun dan anehnya badanku tidak terdapat luka sedikitpun. Padahal aku ingat secara detail bagaimana kedua mobil tersebut menghantam tubuhku. Mungkinkah aku sudah mati?

#

Aku menyisir kondisi yang ada di sekelilingku, hanya ada padang rumput yang luas tanpa pembatas maupun pepohonan. Kemudian, aku berjalan dan memfokuskan mataku pada sesosok tubuh yang sedang terbaring.

Aku pun mendekatinya, semakin dekat, semakin jelas bahwa itu adalah sosok wanita dengan rambut sebahu hitam legam bergelombang. Wajahnya bersih dan cantik. Ia memakai dress berwarna putih, tanpa alas kaki.

Kini, aku sudah berada tepat di depan wajahnya. Tiba-tiba, kelopak matanya bergerak dan aku bisa merasakan hembusan nafasnya. Dia memandangku, pandangan mata kami beradu. Dia terpaku, aku pun terdiam.

Kemudian dia mengerjap dan aku pun menjauhkan diriku beberapa sentimeter dari depan wajahnya.

“Sorry, gue gak maksud” ujarku.

Dia masih terdiam dan menatapku terpaku.

“Savir” itu kata pertama yang keluar dari bibir mungilnya.

“Lo kenal gue?” tanyaku padanya.

Dia mengangguk dan masih tampak bingung. Kemudian dia memandang sekitar, lalu melihat kondisi tubuhnya.

“Ini dimana? Aku tadi di dalam pesawat yang terbakar. Tapi, kenapa aku ada di sini?” tanya dia dengan raut wajah kebingungan.

Aku merespon pertanyaannya dengan gerakan angkat bahu.

“Gue juga gak tau kita dimana? Awalnya gue juga lagi ada di jalan dan tertabrak 2 mobil sekaligus. Tapi pas bangun, gue udah ada di sini. Kayaknya kita udah mati deh.” ujarku mengambil kesimpulan.

“Ma ti?” tanya dia.

“Iya, mati” jawabku meyakinkannya.

“Kalo kita mati, kenapa kita bisa ketemu di sini?” tanya dia lagi.

“Ya mana gue tahu. Gue aja masih bingung. Tapi tunggu deh, kok lo bisa kenal gue?” tanyaku penasaran.

“Ya, lo kan artis, sering nongol di TV, sosmed. Ya, gue kenal lah.” jawabnya.

Aku pun mengangguk menyetujui ucapannya.

“Tapi masih ada yang janggal. Kok bisa gue ketemunya sama lo ya? Bukan sama arwah yang lain? Kok gue curiga ada yang lo sembunyiin deh?” ujarku merasa curiga dengan sosok arwah wanita di depan ku ini.

Dia diam sejenak sambil menghela nafas panjang dengan pandangan jauh ke depan.

“Sebenarnya, aku adalah salah satu fans kamu, tepatnya aku sangat mencintai kamu Savir. Aku cinta sama kamu sejak duduk di sekolah dasar hingga saat ini. Meskipun aku tau, kemungkinan untuk kamu membalas cintaku itu sama sekali gak ada. Tapi aku masih mencintai kamu. Lalu, seminggu sebelum kejadian kecelakaan pesawat, pernah terlintas dipikiranku, tentang nasibku yang suatu hari nanti ketika kamu menikah dengan wanita lain atau kamu meninggal. Aku bertanya-tanya, apa yang akan terjadi dengan hidupku. Terus, akhirnya aku berpikiran, kalo misalnya aku meninggal lebih dulu, semuanya pasti akan terasa lebih mudah.” dia bercerita panjang lebar.

Aku tertegun mendengarkan ceritanya.

“Sedalam itu lo cinta sama gue?” tanyaku.

Dia mengangguk. Aku tenggelam dengan pikiranku sendiri. Bagaimana mungkin ada orang yang memiliki cinta sedalam dan setulus itu denganku selama ini? Dan aku gak tau bahkan tidak bisa menyadarinya.

“Mungkin, ini jawaban Tuhan atas pertanyaanku. Kita ditakdirkan mati di hari yang sama dan dipertemukan di sini.” ujarnya.

Aku kemudian memperhatikannya dengan perasaan campur aduk.

“Nama lo siapa?” pertanyaan yang muncul tanpa pikir panjang dari mulutku.

“Alaara” jawabnya singkat.

Aku kemudian meraih tangan kanannya dan dia pun memandang mataku.

“Ra, aku percaya, ini adalah takdir Tuhan yang terbaik untuk kita berdua. Makasih ya, udah mencintai aku dengan tulus selama ini tanpa berharap balasan apa pun. Maaf, selama ini aku gak peka tentang perasaan kamu ke aku. Walaupun kita baru pertama kali bertemu di sini, aku bisa ngerasain betapa tulusnya perasaan kamu ke aku. Sabar ya Ra, mungkin sekarang aku belum bisa mencintai kamu sebesar cinta kamu ke aku. Tapi aku berterima kasih kepada Tuhan, karena dia juga menjawab doaku selama ini. Aku selalu berdoa untuk dipertemukan dengan seseorang yang tulus cintanya kepadaku. Kamu jawaban doa aku Ra. Meskipun kita sudah berada di alam berbeda, setidaknya aku bahagia ada kamu yang menemani aku di sini.” ucapku tulus dan kemudian memeluk Alaara dengan hangat.

Dipunggungku terasa tetesan air mata yang sejuk. Alaara seketika terisak. Tapi aku tau, itu tangisan bahagia.

END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CURAHAN HATI SEORANG ADIK

Teruntuk padamu kakak ku Usia memang terlampau jauh membuat jarak diantara kita Aku memang tidak terlalu mengerti bagaimana kau berjuang dalam hidupmu Yang aku tau kau sibuk dengan dunia mu sendiri Aku memang terlalu kecil saat itu untuk mengerti kehidupanmu Yang aku tau, aku hanya memiliki seorang kakak  Namun tak selalu berada disisiku Ternyata bukan hanya usia yang jauh tapi juga jarak membuat kita jauh Kakak, taukah kau Aku selalu iri melihat orang lain memiliki seorang kakak yang sangat perhatian Yang selalu melindungi adiknya Yang selalu ada kapan pun adiknya membutuhkannya Kakak, aku tidak pernah menyalahkan dirimu Mungkin hanya karena keadaan yang membuatmu seperti ini Kakak, jika kau berkenan mendengarkan permintaan dari adikmu ini Bukan harta ataupun benda yang aku pinta Aku hanya meminta sedikit perhatianmu kak pada adikmu ini Hanya sedikit Bukankah seorang kakak memang begitu hakikatnya kan kak Bisa melindungi dan memperhatikan adiknya

9 Tahap Iblis Menghasut Remaja dan Anak Kecil untuk Bundir

  Foto: Remaja sedang depresi/Pexels Pernahkan kamu merasa bahwa kasus kejahatan maupun bundir akhir-akhir ini makin meningkat? Jika iya, maka kamu wajib banget baca artikel ini sampai selesai! Jadi, menurut investigasi salah satu pelaku supranatural, Adam Lucius, ketika menginterogasi sesosok iblis yang sering melakukan penghasutan terhadap anak kecil maupun remaja untuk bundir, ada 9 tahapan yang mereka lakukan. Mari simak kesembilan tahapan tersebut, agar kamu dapat sadar dan menyadarkan orang-orang di sekitarmu! Sebelum menyimak kesembilan tahapan iblis menghasut anak kecil dan remaja untuk bundir, saya selaku penulis hendak disclaimer terlebih dahulu, bahwa artikel ini bersumber dari proses interogasi Adam Lucius terhadap satu entitas iblis. Yang percaya silahkan, yang tidak percaya juga tidak apa-apa. Intinya, yang baik silahkan diambil, yang tidak baik silahkan diabaikan saja. Tahap Pertama Ilustrasi remaja suka keluar malam hari | Sumber: Pexels Jadi, tahap pertama yang akan ib

Aku Bukanlah Untukmu

  Aku sedang senyum-senyum sendiri di kamar, sambil memegang sebuah pena di tangan. Yes, right .  Nih pena tadi di kasih sama someone special . Sebenarnya sih gak terlalu spesial banget, tapi orangnya manis sih. Gak bosen buat dilihat lama-lama. Cerita asal muasal nih pena sampai ke tangan aku, gini nih ceritanya. Jadi, tadi siang pas pelajaran Biologi ada kuis dadakan gitu. Terus tiba-tiba pena ku mendadak macet. Ngeselin gak tuh? Udah deh, aku kebingungan mau nulis soal. Tanya si Asha, percuma aja. Pena aja dia sering pinjem sama aku. Ya udah, alhasil aku celingukan nyari target yang bisa minjemin aku pena. Dan tiba-tiba aja, “Sya, nih!” suara Aza memanggil ku dari belakang sambil memberikan sebuah pena kepadaku. Aku menatapnya dengan heran. “Udah ambil, cepet!” pinta Aza. Aku pun langsung mengambil pena tersebut dan berkata, “Thanks” Aza hanya tersenyum sambil mengangguk. Hmm, mungkin itu kenangan sederhana yang tidak akan pernah aku lupakan nantinya. # “Hi Sya! Boleh aku duduk di s