Namaku Dirga. Aku saat ini, baru menginjakkan kaki di kelas 3 SMA. Aku punya pacar yang sekelas denganku, namanya Tira. Tira seorang gadis yang cantik, ramah, manis, dan mempunyai rambut panjang yang indah.
Tira adalah gadis yang pintar, dia selalu menjadi juara umum di sekolah kami. Aku sangat amat bangga bisa jadi pacarnya. Kebetulan, nanti malam kami mau ngedate, untuk memastikannya, aku pun menghubungi Tira melalui sambungan telepon.
"Halo Tir, entar malem kita jadi jalan kan?" tanyaku.
"Hmm, ok" jawab Tira dengan sedikit ragu.
"Kenapa? Loe ada urusan?" tanyaku memastikan.
"Gak kok. Cuma perasaan gue agak gak enak aja." jawabnya.
"Oh gitu. Entar gue jemput jam 8 ya." ujarku.
"Ok, gue tunggu" balas Tira.
Aku pun memutus sambungan telepon kami.
#
Tepat jam 7 malam, aku mencoba untuk menghubungi Tira kembali. Namun, tiba-tiba ponselnya tak bisa dihubungi.
"Nomer yang anda tuju tidak bisa dihubungi...." terdengar suara operator telepon.
"Lho? Kok nomernya gak aktif sih? Gue coba lagi deh." ucapku pada diri sendiri.
Aku pun mencoba terus-menerus menghubungi Tira. Aku berharap ini hanyalah gangguan sinyal. Tapi, ponsel Tira tetap tidak bisa dihubungi. Aue semakin panik, akhirnya aku pun memutuskan untuk pergi ke rumah nya.
#
Sesampai nya di rumah Tira, rumah nya sepi dan seperti tidak ada penghuninya satu pun. Aku semakin panik. Akhirnya, aku putuskan untuk menghubungi teman dekat Tira, yakni Meta.
"Halo meta, loe tau gak Tira ada dimana?" tanyaku tanpa basa-basi.
"Tira? Gak tuh. Bukannya lo malem ini mau jalan sama dia ya?" Meta malah tanya balik dengan nada heran.
"Justru itu, hp Tira gak aktif, gue kerumahnya dia juga gak ada, bahkan rumahnya sepi gak ada orang" aku mencoba menjelaskan.
"Hah? Yang bener lo? Ya udah, entar gue tanya yang lain deh." kata Meta mendadak ikutan panik.
"Thanks met, kabarin gue secepatnya ya" pintaku.
"Ok" balas Meta.
#
Kemudian, aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan menunggu kabar dari Meta. Tiba-tiba ponselku berdering, ada pesan dari Meta.
"Dir, gue udah tanya ke semuanya, tapi gak ada yang tau Tira dimana dan kenapa. Gue juga tadi mencoba menghubungi hp nya, tapi masih gak aktif juga. Mending kita tunggu sampe besok deh, siapa tau Tira masuk sekolah."
"Ok, thanks Met" aku membalas pesan dari Meta.
Ya ampun Tira, ada apa sih sama kamu?
#
Keesokan harinya, benar saja firasatku. Tira gak masuk. Salah seorang guru mengatakan kalo Tira ijin selama sebulan.
"Emang Tira ijin kemana bu?" tanyaku.
"Pihak keluarga tidak mengijinkan untuk memberitahukan kepada siapa pun Tira sekarang ada dimana" jawab guru tersebut.
"Tapi bu..." aku masih mencoba untuk mengorek keterangan perihal Tira.
Namun, sayangnya guru tersebut tetap tidak mau memberitahukan keberadaan Tira. Tapi, aku gak nyerah gitu aja. Setiap waktu aku selalu coba untuk menghubungi ponsel Tira dan datang kerumahnya. Meskipun, hasil yang aku terima selalu mengecewakan.
#
Satu bulan telah berlalu. Namun, hari ini Tira belum juga masuk sekolah. Setelah pulang sekolah, aku memutuskan untuk tidak pergi ke rumah Tira. Tapi aku memilih untuk pergi ke taman, dimana aku sering bersama Tira duduk disana.
Dari kejauhan, aku melihat seorang cewek duduk di kursi yang sering aku dudukin bersama Tira. Cewek tersebut memiliki rambut pendek dengan bando putih di atas kepalanya, tangan kanan nya terlihat diperban.
Entah apa yang telah terjadi dengan tangan nya? Aku semakin penasaran dan ingin tau siapa cewek tersebut. Aku pun kemudian menghampiri nya. Saat aku berada tepat dibelakangnya. Aku mencium aroma parfum yang sudah tidak asing lagi bagi indera penciumanku. Ya, ini parfum Tira. Jangan-jangan?
"Permisi mba" sapaku kepada cewek tersebut.
Cewek tersebut pun kemudian menoleh. Dan betapa terkejutnya aku, ternyata cewek tersebut adalah Tira. Orang yang selama sebulan ini aku cari dan aku tunggu. Aku pun langsung meraih tubuhnya ke pelukanku. Terasa butir-butir air mata terjatuh di bahuku.
"Loe kemana aja Tir? Kenapa lo ninggalin gue?" aku meminta penjelasan.
Air mata Tira semakin deras ku rasakan jatuh di bahuku.
"Hiks, hiks, hiks, maafin gue Dir. Gue gak maksud bikin loe khawatir." Tira meminta maaf sambil sesegukan menangis.
Kemudian, aku teringat akan balutan perban di tangannya. Langsung ku lepas pelukan ku pada Tira dan menanyakan apa yang terjadi.
"Tangan kanan loe kenapa? Apa yang udah terjadi?" tanyaku padanya.
Tira memalingkan wajahnya dan tertunduk sambil masih menangis. Aku pun duduk disampingnya dan meraih lembut tangan kirinya.
"Gue, kena penyakit CTS Dir. Makanya tangan gue diperban kayak gini. Dokter bilang, tangan kanan gue udah lumpuh, gue gak...." Tira menjelaskan dengan tersedu-sedu hingga dia tak sanggup untuk berbicara.
Aku kembali memeluknya dalam diam untuk beberapa menit hingga Tira sedikit tenang. Saat dia udah mulai tenang, aku kembali melepaskan pelukanku padanya dan menatapnya lekat.
"Loe jangan takut ya, kita hadapi ini sama-sama" ucapku berupaya meyakinkan Tira.
Akhirnya Tira bercerita. Kalo malam itu, saat aku mau jalan sama dia, sorenya tiba-tiba telapak tangannya sakit. Mamanya panik dan segera menghubungi Oma Tira yang berada di Singapore. Kemudian, Oma Tira menyuruh mama Tira untuk segera dan membawa Tira ke Singapore.
Tanpa pikir panjang, mamanya langsung pergi ke bandara dan membawa Tira yang sedang kesakitan. Sesampainya disana, Tira dilarikan ke rumah sakit terbaik di Singapore. Dan saat diperiksa, Tira positif menderita CTS.
Namun sayang, penyakitnya sudah kelewat parah dan sudah membuat tangan kanannya lumpuh total. Awalnya, dokter menyarankan agar tangan Tira diamputasi dan diganti dengan tangan palsu. Namun Tira menolaknya.
Tira meminta mamanya untuk menelpon sekolah dan meminta ijin untuk pengobatan Tira di Singapore. Kemudian, Tira juga meminta agar pihak sekolah tidak memberitahukan siapa pun tentang keberadaan nya.
Mendengar penjelasan dari Tira, aku sangat ingin menangis, tapi ku tahan. Aku berusaha setegar mungkin di depan nya.
"Kenapa loe gak mau diamputasi?" tanyaku.
"Gue gak mau punya tangan palsu. Lagian yang sakit kan telapak tangan gue. Kalo tangan gue diamputasi, gue harus kehilangan tangan gue secara utuh. Gue gak mau Dir." kata Tira mengungkapkan ketakutannya.
"Gue ngerti" ujarku sambil memegang tangannya.
"Tapi Dir, gue sekarang udah gak bisa nulis lagi" kata Tira.
"Pake tangan kiri?" ujarku mengangkat tangan kirinya.
"Gak bisa Dir. Gue udah coba." kata Tira.
"Ok. Dengerin gue. Ijinkan gue untuk jadi tangan kanan loe, kapan pun loe memerlukannya." ucapku penuh kesungguhan.
Mata Tira pun berkaca-kaca.
"Makasih Dir" kata Tira penuh haru.
#
Hari ini Tira akhirnya kembali ke sekolah. Awalnya dia ragu. Tapi aku meyakinkannya.
Setibanya di sekolah, Tira langsung disambut oleh teman-temannya. Tira sangat terlihat bahagia, aku pun sangat senang melihatnya.
Saat pelajaran berlangsung, seorang guru sedang mengajukan sebuah pertanyaan. Tira terlihat bingung dan ragu untuk mengangkat tangan kirinya, akhirnya aku yang mengangkat tangan.
"Bu, tangan kanan Tira sedang sakit, boleh kan dia mengangkat tangan kirinya?" tanyaku.
"Oh, gak masalah" jawab guru tersebut.
Aku kemudian melirik Tira dan dia berbisik
"Thanks"
Aku tersenyum dan Tira pun mengangkat tangan kirinya dengan pasti. Dia begitu bersemangat menjawab pertanyaan guru tersebut. Aku senang sekali melihatnya.
Tangan kamu emang lumpuh Tir, tapi semangat belajar kamu gak pernah lumpuh. Ini yang aku suka dari kamu.
#
Saat istirahat, aku dan Tira memesan bakso kesukaan kami berdua. Ketika bakso datang, Tira sangat terlihat gembira. Tapi, tiba-tiba dia terdiam dan mencoba menggunakan tangan kirinya. Namun, sepertinya dia belum terbiasa.
Aku pun langsung mengambil mangkok baksonya dan bermaksud untuk menyuapi Tira. Saat aku menyodorkan sendok yang sudah berisikan potongan bakso, Tira terdiam dan membuka mulutnya. Ketika aku melihatnya lagi, pipinya sudah penuh dengan air mata.
"Hey, kok loe malah nangis sih? Kan aku udah bilang, aku mau jadi tangan loe kapan pun loe butuhin." ujarku mencoba menenangkannya.
"Thanks Dir" ucapnya.
Aku hanya tersenyum dan melanjutkan untuk menyuapi Tira hingga mangkuk bakso tersebut kosong tak tersisa.
#
Saat hari sudah mulai malam, aku teringat bahwa tadi ada PR. Aku pun langsung bergegas ke rumah Tira. Sesampainya disana, benar saja, dia lagi kebingungan untuk menulis.
Tira pun membawa buku-bukunya ke ruang tamu.
"Dir, sejak tadi sore aku mencoba untuk ngerjain PR ini. Tapi gue gak berhasil. Liat nih hasil tulisan gue pake tangan kiri." kata Tira sambil menunjukkan buku tulisnya.
"Ya ampun, kenapa loe gak nelpon gue?" tanyaku.
"Gue.... Takut ngerepotin loe" jawab Tira.
"Ya ampun Tir, untung aja gue inget kalo tadi ada PR. Kalo enggak, pasti loe bakal gak tidur semalaman buat ngerjainnya dengan tangan kiri loe. Inget ya, lain kali kalo ada apa-apa loe langsung telpon gue?" aku meminta Tira untuk berjanji.
"Iya gue janji" kata Tira.
Aku kemudian membantu Tira untuk mengerjakan PR nya, sekaligus mengerjakan PR ku sendiri.
#
Hari demi hari, Tira sudah mulai terbiasa dengan keadaannya. Dia sekarang sudah gak canggung lagi buat minta tolong ke aku untuk menjadi tangan kanannya. Dan aku senang akan hal itu. Tira pernah bilang, kalo dia mau belajar untuk menggunakan tangan kirinya, tapi aku melarangnya.
"Dir, gue pengen banget pake tangan kiri gue" ujarnya.
"Kenapa? Karna loe gak enak sama gue?" aku menebak maksud ucapannya.
"Bukan gitu" kata Tira mengelak.
"Tir, gue bahagia banget bisa jadi tangan kanan loe. So, please, jangan biarkan kebahagiaan ini berlalu." pintaku.
Kemudian Tira memelukku begitu erat. Dan sejak hari itu, dia gak pernah lagi meminta untuk belajar menggunakan tangan kirinya.
#
Beberapa hari lagi UAN, Tira bingung bagaimana nanti dia akan mengisi lembar jawabannya. Tapi aku meyakinkannya untuk tetap menjadi tangan kanannya. Akhirnya, UAN pun tiba. Aku memohon pada pengawas untuk membantu Tira mengisi lembar jawabannya,
"Pak, Tira tangan kanannya sedang sakit. Saya mohon bapak mengijinkan saya untuk membantunya mengisi lembar jawaban miliknya." pintaku.
"Tidak bisa. Dia kan masih punya tangan kirinya." ujar pengawas tersebut.
"Tangan kirinya kaku Pak" aku mencoba menjelaskan.
"Kalo gitu, saya yang akan mengisi lembar jawabannya" kata pengawas tersebut lagi.
"Gak bisa Pak, saya yang selalu jadi tangan kanannya Tira, tidak boleh seorang pun yang menggantikannya" ujarku keras kepala meminta dispensasi kepada pihak pengawas.
"Ya sudah, tapi kamu harus menyelesaikan ujianmu terlebih dahulu" ujar pengawas tersebut.
"Baik Pak. Makasih Pak." ucapku penuh semangat.
"Iya iya" kata pengawas tersebut.
Aku pun bergegas mengerjakan ujianku secepat mungkin. Sedangkan Tira, dia juga mengerjakan ujiannya. Tapi hanya mencoret-coret lembar soalnya.
Lalu, pada menit ke 30 akhirnya aku berhasi menyelesaikan ujianku. Aku pun bergegas mengisi lembar jawaban milik Tira.
#
Kini UAN telah selesai, saatnya pengumuman kelulusan.
"Hari ini saya akan mengumumkan hasil dari UAN beberapa hari yang lalu. Sekolah kita patut berbangga karna nilai ujian tertinggi se-Indonesia merupakan siswa/i di sini. Mereka adalah Tira Nandita dengan nilai rata-rata 9,8 dan Dirga Ilham dengan nilai 9,5." ujar Kepala Sekolah mengumumkan.
Aku dan Tira shock mendengarnya. Aku pun langsung memeluk Tira kegirangan.
"Akhirnya Tir, perjuangan kita gak sia-sia" ujarku yang diikuti anggukan kepala dan tatapan penuh haru dari Tira.
"Thanks Dir, karena udah jadi tangan kanan gue" ujar Tira.
"Thanks juga Tir. Karna loe, gue jadi rajin belajar dan banyak mendapat pengalaman yang menakjubkan." ucapku.
"Loe cowok terhebat yang gue punya" puji Tira.
"Dan loe, cewek paling hebat yang gue miliki" aku membalas pujiannya.
"I LOVE YOU" ucap kami bersamaan.
END
Komentar
Posting Komentar